Pasar domestik menjadi tumpuan sisa penerbitan surat berharga negara selama paruh kedua tahun ini. Sisa penerbitan SBN dapat dipenuhi dari Bank Indonesia, perbankan, dan lembaga keuangan nonbank.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar domestik jadi tumpuan penerbitan surat berharga negara pada semester II-2020. Untuk mencukupi kebutuhan dalam membiayai defisit APBN 2020, pemerintah harus menerbitkan surat utang Rp 742,7 triliun.
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 menetapkan defisit sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen produk domestik bruto (PDB). Pembiayaan utang untuk menutup defisit APBN mengandalkan penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar 96,2 persen dan pinjaman 3,8 persen.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sisa kebutuhan pembiayaan utang pada Juli-Desember 2020 mencapai Rp 797,4 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerbitan SBN Rp 742,7 triliun dan pinjaman Rp 54,7 triliun.
Adapun realisasi penerbitan SBN pada Januari-Juni 2020 sebesar Rp 430,4 triliun dan pinjaman Rp 8,9 triliun.
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan, kebutuhan pembiayaan utang pada paruh kedua tahun ini mengandalkan dukungan investor institusi domestik. Dukungan terbesar dari Bank Indonesia yang akan membeli SBN pemerintah Rp 397,56 triliun melalui private placement atau secara langsung.
”Pembelian SBN pemerintah oleh BI jauh lebih besar dari perkiraan sehingga ada kekhawatiran risiko penawaran di pasar jauh berkurang,” kata Handy yang dihubungi Kompas, Minggu (12/7/2020).
Kebutuhan pembiayaan utang pada paruh kedua tahun ini mengandalkan dukungan investor institusi domestik.
Kebutuhan pembiayaan utang melalui penerbitan SBN cukup besar. Pasar tidak akan mampu menyerap seluruh SBN yang diterbitkan pemerintah selama semester II-2020. Oleh karena itu, pembagian beban antara pemerintah dan BI untuk membeli SBN sangat diperlukan.
Handy menambahkan, setelah dikurangi pembelian BI, sisa penerbitan SBN dapat dipenuhi dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank, terutama lembaga pengelola dana pensiun dan asuransi. Potensi pembelian SBN pemerintah di pasar domestik mencapai Rp 420 triliun, berdasarkan data rata-rata dalam tujuh tahun terakhir.
Dukungan BI yang besar dan potensi pasar domestik akan mencukupi kebutuhan pembiayaan defisit APBN 2020. Bahkan, jika target lelang dwimingguan di pasar domestik ditingkatkan dari Rp 30 triliun menjadi Rp 50 triliun, penerbitan obligasi valas bisa jadi tak lagi tidak diperlukan pada paruh kedua 2020.
”Kebutuhan pembiayaan semester II-2020 dapat dipenuhi melalui berbagai skenario karena sebagian beban sudah ditanggung BI,” kata Handy.
Menurut Handy, penyerapan SBN pemerintah yang bertumpu pada pasar domestik akan berdampak positif dan tidak memicu sentimen negatif investor. Kepemilikan asing pada surat utang pemerintah akan berkurang signifikan. Saat ini porsi kepemilikan asing sudah berkurang dari 39 persen menjadi 29 persen.
Porsi kepemilikan asing yang berkurang akan berdampak pada penurunan imbal hasil surat utang pemerintah tenor sepuluh tahun. Imbal hasil SBN pemerintah saat ini relatif tinggi, berkisar 7-8 persen karena kepemilikan asing cukup besar.
Tim ekonom Bank Mandiri memproyeksikan imbal hasil SBN pemerintah tenor sepuluh tahun bisa turun menjadi 6,5 persen pada tahun ini.
Porsi kepemilikan asing yang berkurang akan berdampak pada penurunan imbal hasil surat utang pemerintah tenor sepuluh tahun.
Investor ritel
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, penerbitan SBN di pasar domestik mengutamakan mekanisme pasar, termasuk SBN ritel yang targetnya Rp 30 triliun-Rp 40 triliun pada 2020. Saat ini investor ritel Indonesia berjumlah 163.557 orang.
Pada penerbitan obligasi ritel negara seri ORI017, pemesanan mencapai Rp 18,33 triliun. Nilai itu naik 123,3 persen dibandingkan dengan ORI016 yang ditawarkan pada November 2019, yakni Rp 8,21 triliun.
SBN ritel diminati karena dijamin negara.
”Kendati tidak terlalu besar, penerbitan SBN ritel diutamakan untuk memperluas basis investor di dalam negeri,” kata Deni.
Selain SBN ritel, pasar domestik juga digarap dengan membuka kesempatan permintaan pembelian langsung dari BUMN atau lembaga lain, seperti Lembaga Penjamin Simpanan dan Badan Pengelola Keuangan Haji. Pemerintah berkomitmen menjaga rasio utang dalam batas aman, yang berkisar 37,64-38,50 persen PDB pada 2020.
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menekankan, pemerintah harus menyusun strategi agar bunga dari penerbitan SBN tidak terlalu tinggi. Tujuannya, agar tambahan penerbitan SBN tidak membebani APBN di masa mendatang.