Hasil ”mengejutkan” pada pemilu Singapura, Jumat lalu, membawa teka-teki soal arah negara ini ke depan. Sebagai tetangga dekat, kita perlu mencermati arah tersebut.
Oleh
EDITOR KOMPAS
·3 menit baca
Hasil ”mengejutkan” pada pemilu Singapura, Jumat lalu, membawa teka-teki soal arah negara itu ke depan. Sebagai tetangga dekat, kita perlu mencermati arah tersebut. Seperti diberitakan harian ini, Minggu (12/7/2020), kejutan itu berupa melonjaknya dukungan kepada partai oposisi di negara itu.
Partai Pekerja (WP) yang berhaluan kiri tengah menambah perolehan kursi di parlemen dari enam menjadi 10 kursi. Ini merupakan pencapaian terbesar partai oposisi sejak Singapura merdeka tahun 1965. Partai penguasa, Partai Aksi Rakyat (PAP) pimpinan Perdana Menteri Lee Hsien Loong, masih menjadi kekuatan mayoritas dengan 83 kursi. Namun, dukungan suara rakyat Singapura kepada partai itu merosot, dari hampir 70 persen pada Pemilu 2015 menjadi 61,2 persen.
Bagi PAP, ini hasil terburuk kedua sejak kemerdekaan Singapura setelah hasil 60 persen pada Pemilu 2011. Dalam standar internasional, kemenangan PAP dengan 61,2 persen suara rakyat dan 89 persen dari total 93 kursi yang diperebutkan sebenarnya sudah meyakinkan. Dengan posisi itu, PM Lee juga mudah mengegolkan undang-undang tanpa hambatan oposisi. Dalam situasi krisis akibat pandemi Covid-19 yang menginfeksi lebih dari 45.000 warganya, dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi 2020 menyusut 4 persen hingga 7 persen, kebijakan cepat dibutuhkan PM Lee.
Namun, hasil pemilu pada pekan lalu benar-benar di bawah harapan PAP. PM Lee membutuhkan mandat lebih besar dari hasil itu untuk merealisasikan rencananya, termasuk mengalihkan tongkat kepemimpinan Singapura. PAP mendominasi politik Singapura sejak 1959, sebelum negara itu merdeka. Di bawah pendirinya, Lee Kuan Yew, yang juga PM pertama, Singapura disulap dari negara kecil miskin sumber daya alam menjadi salah satu negara terkaya di dunia. PAP termasuk partai penguasa terlama di dunia setelah partai penguasa di China dan Korea Utara.
Menyusutnya dukungan rakyat pada pemilu kali ini menjadi hal sensitif bagi PAP. Ada kekecewaan, seperti diungkapkan PM Lee setelah hasil pemilu diumumkan. Setelah hasil tak sesuai harapan itu, muncul teka-teki arah yang ingin dituju Singapura dalam periode mandat PM Lee berikutnya. Isu suksesi kepemimpinan dari Lee kepada penerusnya, salah satu yang santer disebut adalah Deputi PM dan Menteri Keuangan Heng Swee Keat, sementara meredup. Lee (68) pernah mengungkapkan akan beristirahat dan meletakkan jabatan pada Februari 2022.
Namun, karena belum kuatnya dukungan (53 persen) kepada Heng di daerah pemilihannya, Lee mungkin mengurungkan niatnya. Isu lainnya soal penanganan pekerja asing. Sekitar 29 persen dari 5,7 juta penduduk Singapura pekerja asing. Mengacu pada hasil Pemilu 2011, saat PAP mencatat hasil dukungan terendahnya, Pemerintah Singapura memperketat aturan bagi pekerja asing.
Ada isu kecemburuan sosial, terutama pada pekerja asing profesional, manajer, eksekutif, dan teknisi. Jika Lee ingin mengakomodasi sensitivitas warganya dalam isu tersebut, ia mungkin akan kembali memperketat aturan bagi pekerja asing dan kebijakan sosial lainnya.