Pembatasan Sosial Tidak Melumpuhkan Kegiatan Berkesenian
›
Pembatasan Sosial Tidak...
Iklan
Pembatasan Sosial Tidak Melumpuhkan Kegiatan Berkesenian
Pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 menguji ketahanan, kelenturan, dan kegigihan seniman. ARTJOG dan Yogya Annual Art akan tetap digelar tahun ini untuk mewadahi pemikiran dan karya seniman selama pandemi.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama masa pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, aktivitas kesenian tidak sepenuhnya berhenti. Seniman tetap berkarya. Pemikiran dan karya baru terus lahir.
Berangkat dari karakter seniman yang lentur, semangat, dan gigih itu, Direktur ARTJOG Heri Pemad mengatakan, akan ada ARTJOG edisi khusus yang digelar 8 Agustus sampai 10 Oktober 2020. Penyelenggaraan ARTJOG edisi khusus itu bukan karena latah mengikuti normal baru, melainkan sebagai upaya menguji ketahanan dan melihat pencapaian ARTJOG yang telah 12 tahun berjalan.
Kami juga ingin melihat apa yang bisa kami perbuat di tengah situasi yang masih tidak menentu ini.
”Kami juga ingin melihat apa yang bisa kami perbuat di tengah situasi yang masih tidak menentu ini. Kami harus bisa beradaptasi dengan berbagai keadaan, bahkan di masa yang sulit sekalipun,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (12/7/2020).
ARTJOG kali ini mengusung tema ketahanan atau resilience. Melalui tema ini, ARTJOG berupaya menunjukkan kehadirannya sebagai proyek yang akan menguji kembali kegigihan, daya tahan, daya juang, kontribusi, dan solidaritas di antara para praktisi kesenian. Misi ini mencerminkan sifat dasar sebuah festival sebagai ruang sosial yang artinya sajian dan kegiatan di dalamnya hanyalah perantara untuk terjalinnya hubungan antar manusia yang lebih harmonis dan kelangsungan masa depan yang lebih baik.
ARTJOG akan digelar di Jogja National Museum. Heri menyebutkan, sebanyak 100 seniman Indonesia diundang berpartisipasi. Sekitar 70 seniman telah menyanggupi dan mengirimkan data.
ARTJOG:Resilience, begitu dia dan tim kurator menyebutnya, akan jadi wadah pembuktian pemikiran dan karya di tengah pembatasan sosial. Semakin banyak pemikiran dan karya baru tercipta atau justru sebaliknya.
”Seniman papan atas Indonesia sudah menyanggupi. ARTJOG edisi khusus ini memang hanya mengundang seniman-seniman Indonesia. Jika tahun-tahun sebelumnya ada beberapa seniman susah ikut karena jadwal mereka bentrok dengan pameran luar negeri, kini mereka bisa,” ujarnya.
ARTJOG:Resilience tetap menghadirkan display karya seniman. Oleh sebab itu, ARTJOG:Resilience diselenggarakan Jogja National Museum (JNM). Seniman tetap mengumpulkan karya. Heri dan tim akan menyusun tata kelola, seperti tradisi membuat fasat tetap dilakukan, menambah partisi, dan desain pencahayaan. Perbedaannya, tata kelola seperti itu dilakukan tanpa commission art.
Kendati display karya secara fisik tetap dilakukan, penyampaian dan distribusi konten/informasi karya akan dilakukan secara daring. Dia mengatakan akan menggandeng videografer dan fotografer yang mampu menampilkan pameran dengan beberapa kriteria yang sudah dia buat.
Presentasi video karya pameran akan disebarluaskan melalui daring. Menurut rencana, upaya seperti ini akan berlaku sampai menjelang akhir Agustus 2020. Calon pengunjung tetap diwajibkan membeli tiket.
”Pengunjung ARTJOG datang dengan berbagai karakter, seperti datang langsung ke karya seniman tujuan, datang untuk swafoto, dan datang keliling cepat lalu kembali berkeliling secara cermat memahami pesan setiap karya. Presentasi video setidaknya harus bisa memenuhi karakteristik pengunjung seperti itu. Belum lagi, tuntutan agar ’transfer’ rasa di setiap detail karya harus tersampaikan lewat presentasi video,” katanya.
Heri mengatakan, ada rencana membuka ARTJOG:Resilience terbuka untuk pengunjung langsung. Ini akan dijadwalkan sepanjang masa pameran di bulan Oktober 2020. Penyelenggaraannya pun memakai protokol kesehatan, misalnya penyediaan peralatan cuci tangan, pembelian tiket wajib daring, pengunjung dijadwalkan hari kunjungan, dan jumlah orang masuk ruang pameran di JNM dibatasi.
Salah seorang kurator ARTJOG, Agung Hujatnikajennong, menjelaskan, ARTJOG:Resilience adalah sebuah kegiatan yang tidak melulu menawarkan refleksi artistik para seniman atas kondisi mutakhir seni di Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Lebih jauh, ARTJOG juga ingin memaksimalkan semua potensi yang dimiliki oleh ekosistem seni rupa di Indonesia.
”Inspirasi utama untuk tema ketahanan adalah berbagai kerja artistik ataupun sosial yang dilakukan oleh para seniman di Indonesia selama masa pandemi Covid-19. Aktivitas mereka seperti itu menunjukkan cara pandang yang tidak memisahkan secara tegas antara praktik berkesenian dengan kehidupan sehari-hari,” katanya.
Lelang amal dan ARTCARE akan akut dihadirkan untuk menggalang bantuan finansial bagi para seniman Indonesia dan masyarakat luas yang terdampak pandemi. Penggalangan dana akan dikelola oleh Yayasan Hita Pranajiwa Mandaya. Program-program edukasi lain, seperti Meet the Artist, akan tetap dilangsungkan secara daring.
Yogya Annual Art juga digelar
Pendiri Sangkring Art Space, Putu Sutawijaya, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pihaknya juga akan kembali menggelar Yogya Annual Art. Pameran seni rupa ini telah berlangsung setiap tahun sejak lima tahun lalu. Tema tahun ini adalah hibriditas atau hibridity.
Tema itu relevan dengan kondisi kekinian. Misalnya, muncul budaya terlalu saling curiga terhadap budaya lain sehingga menutup diri berlebihan.
Menurut dia, tema itu relevan dengan kondisi kekinian. Misalnya, muncul budaya terlalu saling curiga terhadap budaya lain sehingga menutup diri berlebihan. Tema hibriditas juga bisa dikaitkan dengan realitas pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 tetapi ada sejumlah orang akhirnya tetap mau membuka diri terhadap orang lain.
Putu mengatakan, penyelenggaraan pameran rencananya berlangsung empat bulan, yakni Juli-Oktober 2020. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Yogya Annual Art yang digelar Sangkring Art Space melengkapi pameran seni rupa yang ada di Yogyakarta pada periode bersamaan. Salah satunya adalah ARTJOG.
”Karya-karya yang akan ditampilkan tentunya refleksi dari apa yang terjadi belakangan. Empat bulan terakhir karena pembatasan sosial, seniman bisa melakukan apa saja?” katanya.
Display pameran akan tetap dilakukan secara langsung. Presentasi fisik dia anggap lebih mampu menghadirkan ”nyawa” dari suatu karya seni. Sekitar 80 seniman akan terlibat.
Meski demikian, Putu tetap akan mematuhi arahan pemerintah daerah tentang praktik berkegiatan selama pandemi Covid-19. Menurut informasi yang dia peroleh, Daerah Istimewa Yogyakarta akan mengakhiri masa pembatasan sosial berskala besar pada akhir Juli 2020.
”Jumlah pengunjung pameran akan dibatasi. Kami juga siap mengikuti protokol kesehatan,” katanya.