Peminat Insentif PPh Final UMKM Masih Kurang dari 10 Persen
›
Peminat Insentif PPh Final...
Iklan
Peminat Insentif PPh Final UMKM Masih Kurang dari 10 Persen
Insentif PPh final ditanggung pemerintah baru dimanfaatkan 201.880 wajib pajak UMKM, atau sekitar 9 persen dari total wajib pajak UMKM yang sebanyak 2,3 juta. Pemerintah memperpanjang program itu hingga akhir tahun ini.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang mengajukan insentif Pajak Penghasilan final ditanggung pemerintah masih sekitar 9 persen dari total wajib pajak UMKM. Rendahnya minat pengajuan insentif karena sosialisasi dan promosi belum optimal.
Dalam rangka memperkecil dampak Covid-19 terhadap dunia usaha, pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) final untuk UMKM selama masa pajak April-September 2020. Tarif PPh final yang ditanggung pemerintah sebesar 0,5 persen dari total omzet UMKM. Alokasi insentif PPh final ini sebesar Rp 2,4 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan, instrumen pajak digunakan untuk mendorong dan meningkatkan skala ekonomi UMKM. Sebelum terjadi pandemi, UMKM sudah mendapatkan berbagai keistimewaan, antara lain penurunan tarif PPh final dari 1 persen menjadi 0,5 persen, serta pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
”Keistimewaan bagi UMKM ditambah semasa pandemi. Mereka tidak harus membayar PPh untuk mengamankan arus kas dan memutar bisnisnya. Namun, peminat insentif PPh final untuk UMKM masih rendah,” kata Suryo dalam diskusi daring bertajuk ”Mendorong UMKM Memanfaatkan Insentif Pajak” di Jakarta, Senin (13/7/2020).
Keistimewaan bagi UMKM ditambah semasa pandemi. Mereka tidak harus membayar PPh untuk mengamankan arus kas dan memutar bisnisnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, insentif PPh final ditanggung pemerintah baru dimanfaatkan oleh 201.880 wajib pajak UMKM, atau sekitar 9 persen dari total wajib pajak UMKM yang berjumlah sekitar 2,3 juta. Wajib pajak UMKM memiliki kriteria omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun.
Menurut Suryo, belum banyak UMKM mengetahui fasilitas insentif PPh final yang diberikan pemerintah selama masa pandemi. Sosialisasi dan promosi harus diintensifkan agar semakin banyak UMKM yang mengajukan permohonan. Beberapa wajib pajak menganggap insentif diberikan otomatis tanpa proses pengajuan.
Proses pengajuan insentif sebenarnya tidak rumit. Seluruh proses dilakukan secara daring melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak cukup menyampaikan informasi ingin memanfaatkan fasilitas insentif PPh. Setelah itu, otoritas pajak akan menerbitkan persetujuan dengan syarat wajib pajak melaporkan omzet setiap bulannya.
”Dari hasil evaluasi, diperlukan model sosialisasi yang tepat disertai peningkatan pemahaman masyarakat tentang pajak,” kata Suryo.
Suryo menambahkan, pemerintah berencana memperpanjang insentif PPh final untuk UMKM sampai akhir 2020. Dari hasil evaluasi sementara, UMKM menjadi sektor paling terdampak semasa pandemi Covid-19. Arus kas UMKM harus dijaga agar mereka dapat bangkit kembali memutar bisnisnya.
Pemerintah berencana memperpanjang insentif PPh final untuk UMKM sampai akhir 2020.
Ketua Bidang Ekonomi Digital Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga berpendapat, program insentif PPh final untuk UMKM sudah tepat. Namun, tantangan terbesar saat ini adalah mengomunikasikan manfaat insentif kepada pelaku UMKM. Harus diakui, pemahaman pajak pelaku UMKM masih rendah.
Untuk mengoptimalkan sosialisasi dan promosi, otoritas pajak mesti bekerja sama dengan asosiasi dan perusahaan e-dagang tempat UMKM berjualan. Informasi seputar insentif PPh disajikan di laman asosiasi dan e-dagang sehingga lebih banyak UMKM yang tahu. Sosialisasi juga bisa dibungkus berupa diskusi santai berbasis daring.
”Peminat diskusi tentang pajak selalu tinggi, terutama dari UMKM. Pengetahuan dasar UMKM mengenai pajak masih sangat rendah,” kata Bima.
Pendampingan
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Victoria Simanungkalit mengatakan, salah satu kendala sosialisasi insentif PPh final untuk UMKM adalah kapasitas pendamping. Sebagian besar pendamping tidak paham mengenai informasi pajak dan cara perhitungannya.
”Peran pendamping menjadi titik kritis untuk meyakinkan pelaku UMKM mengembangkan bisnis, termasuk menghitung kewajiban pajak,” kata Victoria.
Pemanfaatan insentif PPh final juga terkendala akses dan pengetahuan internet. Dari pendataan sementara Kemenkop UKM, jumlah UMKM berbasis daring baru sekitar 8 juta. Sebagian besar pelaku UMKM masih konvensional terutama yang berlokasi di perdesaan. Kondisi ini menyulitkan karena pengajuan insentif secara daring.
Mengutip data Kemenkop dan UKM, sekitar 99,9 persen unit usaha di Indonesia adalah UMKM, yang terdiri dari 60.702 usaha menengah, 783.132 usaha kecil, dan 63,5 juta usaha mikro. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 60,34 persen. UMKM juga menyerap sekitar 97 persen dari total tenaga kerja.
Sebelum pandemi Covid-19, UMKM dinilai tangguh menghadapi krisis ekonomi. Pada krisis keuangan 2007-2008, misalnya, penurunan tenaga kerja hanya sekitar 0,1 persen. Resesi global tahun 2008 juga tidak berdampak signifikan terhadap UMKM karena ketergantungan ekspor relatif rendah (Kompas, 20/6/2020).
Kondisi berbeda terjadi saat pandemi. Berdasarkan riset Organisasi Buruh Internasional (ILO) Indonesia pada April 2020, dua pertiga dari 571 UMKM yang disurvei menyatakan berhenti operasi. Sekitar 52 persen UMKM kehilangan pendapatan lebih dari 50 persen dan sekitar 63 UMKM telah mengurangi jumlah pekerja.
Ola Harika Rachman, pendiri LittleThoughts Planner, menambahkan, pendapatan tergerus selama pandemi Covid-19. Namun, insentif keringanan pajak belum diajukan karena ada kekhawatiran pribadi. Misalnya, ketika ingin mengajukan insentif malah mendapat tagihan potongan besar padahal omzet menurun tajam.
”Denger kata pajak aja langsung takut. Harus ada sosialisasi agar pelaku usaha senang membayar pajak,” kata Ola.