Protokol Kesehatan Jangan Sampai Longgar Saat Kasus Melonjak
›
Protokol Kesehatan Jangan...
Iklan
Protokol Kesehatan Jangan Sampai Longgar Saat Kasus Melonjak
Pakar mengingatkan situasi pandemi Covid-19 di Jakarta belum landai, terutama karena lonjakan kasus harian yang mencapai 404 pasien positif. Jangan sampai ada celah pelanggaran dalam penerapan protokol kesehatan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia atau IAKMI mengingatkan lonjakan kasus harian Covid-19 sebanyak 404 orang pada Minggu (12/7/2020), di Jakarta, sebagai situasi genting. Masih banyak celah pelanggaran dalam protokol kesehatan sehingga perlu ada pengawasan ketat di masyarakat, bahkan pada level individu.
Ketua Umum IAKMI Ede Surya Darmawan menyampaikan, situasi pembatasan sosial yang terjadi di Jakarta saat ini justru tampak melonggar. Seiring hal tersebut, jumlah kasus harian selama periode 6-12 Juli juga melonjak tajam. Lonjakan yang drastis terlihat pada 11 Juli bertambah 359 orang, serta 12 Juli bertambah 404 orang.
”Saya melihat setelah adanya sebutan normal baru, warga malah semakin sering bepergian dan beraktivitas di luar. Kondisi ini juga seiring dengan lonjakan kasus dan angka rata-rata positif yang naik pada 12 Juli. Warga masih harus tetap waspada,” ucap Ede saat dihubungi, Senin (13/7/2020).
Adapun angka rata-rata positif pada 12 Juli mencapai 10,5 persen atau di atas rata-rata senilai 5 persen. Sebagai catatan, angka itu lebih tinggi dari periode 4-10 Juni 2020, yang angka rata-rata positifnya 4,4 persen. Pada 11-17 Juni, angka rata-rata positif 3,1 persen, kemudian pada 18-24 Juni 3,7 persen, pada 25 Juni-1 Juli 3,9 persen, dan 2-8 Juli sebesar 4,8 persen.
Sementara itu, kasus harian pada 13 Juli melandai jadi 278 pasien. Ede menilai potensi penularan Covid-19 masih tetap besar pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Dengan berbagai fasilitas umum yang dibuka lagi, orang seakan lupa kalau kita masih dalam situasi krisis pandemi. Kita masih harus tetap mewaspadai potensi penularan dari orang tanpa gejala (OTG) di antara kerumunan. Mereka bisa saling menularkan,” ucap Ede.
Ditambah lagi, beberapa pekan kemarin muncul narasi pemerintah yang kurang tepat soal prosedur hidup normal baru. Selama kampanye normal baru itu, menurut Ede, banyak warga yang beranggapan pragmatis kalau kondisi saat ini telah kembali seperti normal lama.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Minggu, menyebutkan, sejak pemberlakuan PSBB transisi mulai 4 Juni, kluster positif Covid-19 terbesar otomatis tetap pasien rumah sakit dengan porsi 45,26 persen. Terbesar kedua adalah pasien yang berada di lingkungan tempat tinggal sebanyak 38 persen, ketiga di pasar (6,8 persen), dan keempat pekerja migran Indonesia (5,8 persen).
Walakin, 66 persen orang yang ditemukan tertular virus korona baru adalah pasien OTG. ”Artinya, kalau saja mereka tidak kami datangi, tim puskesmas tidak melakukan pengujian, barangkali yang bersangkutan tidak pernah merasa membawa Covid-19. Inilah sebabnya mengapa kita harus ekstra hati-hati,” ujarnya.
Mengenai hal ini, Ede menegaskan pemeriksaan dan pelacakan kasus harus tetap masif. Hal ini untuk mendeteksi warga yang ternyata selama ini adalah pasien OTG. Protokol kesehatan meliputi pemakaian masker, cuci tangan serta berjaga jarak saat beraktivitas, tetap dilakukan dengan ketat.
Menurut Ede, menerapkan pengetatan PSBB atau tidak, hal yang urgen adalah disiplin protokol kesehatan tetap berjalan. Sebab, hal yang diwaspadai saat ini adalah penularan di kalangan antarwarga itu sendiri. ”PSBB secara ketat yang dilakukan pada Juni kemarin sebenernya lebih bertujuan mencegah kasus penularan yang bersifat imported case. Sekarang ini justru kasus impor sudah mereda, penularan malah lebih banyak terjadi di kalangan warga. Maka, pengetatan protokol kesehatan di tingkat warga ini yang tidak boleh kendur,” katanya.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat masih banyak warga yang abai memakai masker. Orang yang tidak menggunakan masker atau mengenakan secara tidak benar masih jamak dilihat di jalan atau lingkungan permukiman.
”Apakah pesannya tidak jalan? Namun, hasil studi memang menunjukkan mereka tidak merasa berisiko,” ujar Pandu. Survei daring Social Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU) bekerja sama dengan Laporcovid19.org terhadap responden di DKI Jakarta, 29 Mei-20 Juni, menunjukkan, 77 persen dari 154.471 responden menyatakan kemungkinan tertular Covid-19 amat kecil.