Seiring peningkatan kasus Covid-19 secara nasional, jumlah tenaga kesehatan yang tertular dan meninggal juga terus bertambah. Pemerintah diminta memperketat pembatasan dengan sanksi tegas.
Oleh
AHMAD ARIF/CAECILIA MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring peningkatan kasus Covid-19 secara nasional, jumlah tenaga kesehatan yang tertular dan meninggal juga terus bertambah. Pemerintah diminta memperketat pembatasan dengan sanksi tegas, sedangkan masyarakat diharapkan menaati protokol kesehatan.
Sesuai data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jumlah dokter yang meninggal karena Covid-19, baik dengan status sudah ada hasil tes reaksi rantai polimerase (PCR) maupun berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), mencapai 61 orang hingga Minggu (12/7/2020). ”Hari Minggu ini saja, empat dokter meninggal, di Surabaya, Gresik, Lamongan, Labuhan Batu Utara (Sumatera Utara),” kata Halik Malik dari Humas IDI.
Menurut Halik, korban meninggal di Labuhan Batu Utara adalah dokter berusia 29 tahun yang sedang bertugas dan meninggal saat dirawat di Medan. ”Info yang kami dapat, almarhumah sedang hamil delapan bulan,” katanya.
Untuk dokter yang meninggal di Lamongan, ujarnya, sehari sebelumnya istri yang bersangkutan lebih dulu meninggal. Fenomena meninggalnya satu keluarga tenaga kesehatan juga terjadi di beberapa tempat. Kejadian serupa, di antaranya, dialami satu dokter di Madura, Jawa Timur, dan kedua orangtuanya yang berprofesi sebagai perawat serta dua dokter kakak beradik di Semarang, Jawa Tengah.
Sementara jumlah perawat yang meninggal diduga karena Covid-19, menurut Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah, mencapai 39 orang. Mayoritas yang meninggal ini berstatus PDP, yang artinya belum sempat dites atau hasil tesnya belum keluar.
Fenomena meninggalnya satu keluarga tenaga kesehatan terjadi di beberapa tempat.
”Masih ada perawat lain yang meninggal, tetapi masih diinvestigasi apakah harus menjalani tes di luar kota. ”Harus ada pemeriksaan PCR secara berkala untuk semua tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 dan melakukan tindakan berisiko,” katanya.
Tetap waspada
Pada Minggu (12/7/2020), pemerintah melaporkan penambahan 1.681 orang positif Covid-19 sehingga total ada 75.699 orang yang dinyatakan positif Covid-19. ”Kita masih harus waspada. Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) masih besar. Jumlah ODP 34.486 orang,” ujar juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto.
Dalam konferensi pers virtual, Minggu, Yurianto menuturkan, kasus baru berasal dari penelusuran secara masif atas orang-orang terdekat pasien yang dipastikan positif Covid-19. Sejumlah kasus baru tidak mengharuskan orang bersangkutan ke rumah sakit karena gejalanya ringan dan tanpa gejala. Meski demikian, kasus seperti itu perlu dipantau ketat.
Ia mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meyakini, penularan virus korona baru terjadi melalui droplet. Untuk droplet ukuran mikro, penyebaran di udara bisa terjadi dalam waktu lama, apalagi di dalam ruang berventilasi terbatas. Karena itu, penggunaan masker tetap diwajibkan.
Meski warga sudah mengenakan pelindung muka, Yurianto menyarankan agar tetap ada kewajiban bermasker. Memakai pelindung muka tanpa masker, lanjutnya, amat berisiko.
Dia menyebutkan, ada lima provinsi dengan data pasien sembuh lebih besar ketimbang penambahan kasus Covid-19. Bali melaporkan tambahan 48 kasus baru dan 59 pasien sembuh, Banten 12 kasus baru dan 50 orang sembuh, Maluku sekitar 10 kasus baru dan 20 orang sembuh, Sulawesi Tenggara 5 kasus baru dan 12 orang sembuh, serta Jambi tanpa kasus baru dan 9 orang sembuh.
Sementara itu, kewajiban menyertakan surat bebas Covid-19 melalui tes usap dengan metode PCR atau bisa juga memakai tes cepat dengan masa berlaku 14 hari bagi mereka yang bepergian dipertanyakan. Selain membebani penumpang, tes cepat atau tes usap dengan masa berlaku terlalu panjang tidak menjamin ketiadaan penularan, baik di pesawat maupun di lokasi tujuan.
”Kami telah mengirim surat ke Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait syarat penerbangan ini. Intinya kami menilai, syarat tes PCR negatif atau (boleh) rapid test nonreakif dengan masa berlaku 14 hari sebelum terbang tidak menjamin seseorang bebas dari Covid-19,” kata Tonang Dwi Ardyanto, pengurus Bidang Organisasi Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS Patklin), Minggu.