Kematian Hasan Afriadi di kapal ikan asing menambah panjang kasus kekerasan terhadap pelaut perikanan Indonesia. Pemerintah diminta serius membasmi perusahaan ilegal yang menimba keuntungan dari praktik keji itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kematian Hasan Afriadi di kapal Lu Huang Yuan Yu 118 menambah panjang deretan kasus kekerasan terhadap pelaut perikanan asal Indonesia. Pemerintah diminta serius membasmi usaha bodong perekrutan tenaga kerja ilegal yang menimba keuntungan dari praktik keji perbudakan di laut.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim, Senin (13/7/2020), mengatakan, kasus kerja paksa terhadap pelaut perikanan asal Indonesia bukan merupakan hal baru. Laporan Walk Free Foundation pada 2019 menunjukkan, kasus serupa sudah ditemukan setidaknya sejak 2010.
Menurut Abdul, kasus kekerasan terhadap pelaut perikanan terus berulang karena pemerintah tidak serius membasmi usaha perekrutan tenaga kerja ilegal. Perusahaan bodong itu jumlahnya ada ratusan dan mayoritas tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hal ini terungkap pada 2015 saat Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyelidiki kasus perbudakan di Benjina, Maluku.
”Di Pemalang dan Tegal, Jawa Tengah, saja ada puluhan perusahaan yang tidak memiliki izin, tetapi bisa menerima calon tenaga kerja untuk ditempatkan di kapal ikan yang sebagian besar dari China,” kata Abdul.
Pada 9 Juli, TNI Angkatan Laut dan Polri menangkap Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 di perairan Pulau Nipah, Batam, Kepulauan Riau. Petugas menemukan satu jenazah WNI, yang diidentifikasi sebagai Hasan Afriadi, di lemari pendingin kapal.
Kematian Hasan di Lu Huang Yuan Yu 118 itu merupakan puncak gunung es. Dalam catatan Kementerian Luar Negeri, pada 2019 saja ada 1.095 kasus terkait dengan pelaut Indonesia di luar negeri.
Misalnya pada 23 November 2019, Taufik Ubaidilah, anak buah kapal FV Fu Yuan Yu 1218, meninggal karena kecelakaan kerja dan jenazahnya dilarung ke laut. Sementara enam WNI yang lain melompat dari kapal. Empat orang diselamatkan kapal Filipina, sedangkan dua lain belum ditemukan.
Selanjutnya pada 16 Januari 2020, publik dihebohkan sebuah video yang memperlihatkan jenazah Herdianto, anak buah kapal Lu Qing Yuan Yu 623, dilarung ke Laut Somalia. Pada 26 April lalu, Efendi Pasaribu, anak buah kapal Long Xin 629, meninggal tanpa sebab jelas di Korea Selatan.
Selain itu, pada 5 Juni lalu, dua WNI melompat dari Lu Qing Yuan Yu 901 di perairan perbatasan Karimun dan Singapura. Setidaknya 12 tersangka telah ditangkap dalam kasus yang sekarang ditangani Polda Kepri, Polda Metro Jaya, dan Polda Jawa Tengah itu.
Kasus-kasus itu terjadi di kapal ikan berbendera China. Menurut Abdul, perusahaan penyalur sengaja menempatkan pelaut asal Indonesia di sana karena biasanya kapal ikan berbendera China lebih banyak beroperasi di laut lepas yang tidak masuk teritorial negara tertentu.
Absennya pengawasan di laut lepas membuat mereka leluasa memaksa anak buah kapal bekerja di lingkungan yang buruk dan waktu kerja yang melebihi kewajaran. ”Kekosongan hukum di laut lepas dimanfaatkan untuk memperbudak pelaut dari negara-negara Asia Tenggara,” ucap Abdul.
Pemerintah perlu segera meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 188. (Abdul Halim)
Ia berpendapat pemerintah perlu segera meratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 188 agar nasib pelaut perikanan asal Indonesia dapat lebih terlindungi. Pemerintah seharusnya juga bisa membatasi pengiriman pelaut perikanan hanya kepada negara-negara yang telah meratifikasi atau setidaknya sepakat dengan Konvensi ILO 188.
”Yang jadi ujung tombak isu itu adalah Kementerian Tenaga Kerja. Namun, sampai dengan detik ini Menteri Tenaga Kerja belum memberi pernyataan, apakah Indonesia sudah siap meratifikasi Konvensi ILO 188,” kata Abdul.
Tersangka
Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Kepri Komisaris Besar Arie Dharmanto mengatakan, mandor Lu Huang Yuan Yu 118, yaitu Song Chuanyun (50), ditetapkan menjadi tersangka pada 10 Juli. Warga negara China itu diduga melakukan penganiayaan yang mengakibatkan Hasan meninggal.
Otopsi terhadap jenazah Hasan menunjukkan terdapat sejumlah luka memar di tubuh korban. ”Ada beberapa tanda kekerasan, tetapi terkait penyebab kematian korban harus dipastikan lagi karena yang bersangkutan memiliki penyakit lain,” ujar Arie.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Harry Goldenhardt menyatakan, dugaan perdagangan orang ini melibatkan jaringan di dalam dan luar negeri. Ia juga menegaskan, polisi tidak akan main-main untuk mengusut kasus ini hingga tuntas.