Beijing Tuduh Kelompok Prodemokrasi Memicu Revolusi di Hong Kong
›
Beijing Tuduh Kelompok...
Iklan
Beijing Tuduh Kelompok Prodemokrasi Memicu Revolusi di Hong Kong
Partai-partai prodemokrasi sangat ingin menggunakan kemarahan publik yang semakin meningkat terhadap pemerintahan Beijing yang semakin otoriter untuk memenangkan mayoritas dalam sebuah majelis.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
HONG KONG, SELASA — Otoritas China menuduh para aktivis prodemokrasi di Hong Kong mencoba memulai revolusi di Hong Kong seiring keluarnya peringatan Beijing atas gerakan terhadap dukungan pada pemilihan pendahuluan di Hong Kong.
Langkah itu dinilai Kantor Penghubung Beijing di Hong Kong merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru saja mulai diaplikasikan di wilayah itu.
Kantor Penghubung telah meningkatkan risiko penangkapan hingga penuntutan terhadap sejumlah pihak di Hong Kong. Mereka terutama adalah tokoh-tokoh terkemuka partai-partai politik maupun dari kalangan aktivis di Hong Kong.
Lebih dari 600.000 warga Hong Kong ternyata pada akhir pekan lalu telah menggelar semacam simulasi memilih calon untuk pemilihan legislatif mendatang meskipun ada peringatan dari pejabat pemerintah bahwa kegiatan itu itu dapat melanggar undang-undang baru Beijing.
Jajak pendapat untuk badan legislatif terpilih akan berlangsung pada bulan September mendatang. Partai-partai prodemokrasi sangat ingin menggunakan kemarahan publik yang semakin meningkat terhadap pemerintahan Beijing yang semakin otoriter untuk memenangkan mayoritas dalam sebuah majelis.
Kontrol dapat memberi mereka kemampuan lebih besar untuk menunda anggaran dan legislasi, salah satu dari sedikit taktik yang dibiarkan terbuka bagi kubu oposisi.
Namun, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Senin (13/7/2020) malam, Kantor Penghubung menggambarkan kegiatan pendahuluan itu sebagai ”provokasi serius terhadap sistem pemilihan saat ini”.
Dikatakan bahwa kampanye yang mendorong untuk mengambil kendali dan melumpuhkan hal resmi itu merupakan pelanggaran Pasal 22 UU Keamanan Nasional.
Pasal 22 itu menargetkan kegiatan atau tindakan yang bertujuan ”menumbangkan kekuatan negara”. UU itu menegaskan larangan ”campur tangan dan penghalang serius” dari pemerintah pusat dan Hong Kong. Dilarang juga aneka tindakan apa pun yang menyebabkan mereka ”tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal”.
Tujuan kelompok Benny Tai dan kubu oposisi adalah merebut kekuasaan untuk memerintah Hong Kong, dengan upaya sia-sia untuk meluncurkan ’revolusi warna’ versi Hong Kong.
Pernyataan Kantor Penghubung juga menunjuk pada sosok Benny Tai, aktivis demokrasi terkemuka yang memainkan peran utama dalam mengorganisasi kegiatan itu.
”Tujuan kelompok Benny Tai dan kubu oposisi adalah merebut kekuasaan untuk memerintah Hong Kong, dengan upaya sia-sia untuk meluncurkan ’revolusi warna’ versi Hong Kong,” kata kantor itu.
Revolusi warna adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai gerakan protes populer di seluruh dunia yang entah berupaya mengganti pemerintah maupun upaya untuk menuju tindakan seperti itu.
Namun, di China istilah ini sering digunakan oleh pemerintah dan media pemerintah untuk menggambarkan revolusi tidak sah yang didukung oleh pasukan tersembunyi, biasanya Barat.
Benny, seorang profesor hukum, sebelumnya telah dipenjara karena keterlibatannya dalam protes damai prodemokrasi pada tahun 2014. Pada Selasa (14/7), surat kabar Apple Daily menerbitkan sebuah kolom oleh Benny di mana ia memuji sebuah pemilihan pendahuluan.
”Ancaman dari yang kuat tidak menghalangi puluhan ribu warga untuk keluar dan memberikan suara,” tulisnya. ”Mereka tidak menyerah pada tekad mereka untuk mengejar demokrasi dan hak pilih universal.”
Apple Daily dimiliki oleh Jimmy Lai, salah satu dari sedikit taipan di Hong Kong yang secara terbuka mendukung demokrasi. Dia juga dituntut karena mengambil bagian dalam protes prodemokrasi.
Hong Kong telah menyaksikan gelombang demonstrasi pro-demokrasi selama dekade terakhir. Namun, tahun lalu kota itu dikejutkan oleh protes keras selama tujuh bulan berturut-turut dan sering kali diwarnai bentrokan.
Beijing pun merespons dengan memberlakukan hukum keamanannya dalam upaya untuk mengakhiri kerusuhan sekali dan secara pukul rata. UU Keamanan Nasional telah melewati legislatif Hong Kong dan isinya dirahasiakan sampai undang-undang tersebut diberlakukan pada akhir bulan lalu. UU itu menargetkan subversi, hasutan, terorisme dan kolusi asing dengan ancaman hukuman seumur hidup di penjara.
China mengatakan undang-undang Hong Kong diperlukan untuk mengembalikan stabilitas setelah protes tahun lalu, yang telah digambarkan sebagai rencana asing untuk menggoyahkan China. Para penentang, termasuk banyak negara Barat, mengatakan hukum telah mulai menghancurkan model ”Satu Negara, Dua Sistem” di mana China setuju untuk membiarkan Hong Kong mempertahankan kebebasan sipil utama, serta otonomi legislatif dan yudikatif, hingga tahun 2047. (AFP)