Jangan mudah tergiur dengan harga murah yang ditawarkan oleh para penjual hewan kurban. Sebab, belum tentu hewan yang dijual memenuhi empat syarat utama, yakni sehat, tidak cacat, cukup umur, dan tidak kurus.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jangan mudah tergiur dengan harga murah yang ditawarkan oleh para penjual hewan kurban. Sebab, belum tentu hewan yang dijual memenuhi empat syarat utama, yakni sehat, tidak cacat, cukup umur, dan tidak kurus.
Dwi Fajar Darmawan (31), pemilik lapak hewan kurban Istana 13 Farm di Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengingatkan kepada para pembeli untuk tidak tergiur dengan harga murah hewan kurban. Sebab, harga dan keterangan dalam brosur bisa jadi sangat menipu.
”Harga murah tidak menjamin hewan tersebut memenuhi syarat atau belum. Banyak penjual banting harga, tetapi pembeli tidak tahu kualitasnya,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Menurut Fajar, harga sapi yang dijual untuk kurban idealnya berkisar Rp 18 juta hingga Rp 20 juta. Adapun untuk kambing, rentang harga idealnya berkisar Rp 1,8 juta hingga Rp 2 juta. Di bawah harga tersebut, pembeli wajib bertanya-tanya.
”Harga anakan sapi yang bagus bisa Rp 15 juta. Makanya, kurang masuk akal kalau ada sapi dewasa dijual dengan harga yang sama,” kata Fajar.
Menurut Fajar, hewan yang dijual dengan harga di bawah standar biasanya adalah hewan yang belum cukup umur. Seperti diketahui, batas usia untuk kambing dan domba kurban adalah satu tahun, sedangkan untuk sapi kurban adalah dua tahun.
Batas usia tersebut dapat dikenali dengan melihat kondisi giginya. Dapat disimpulkan, hewan yang giginya sudah mengupak, renggang, atau gigi tetapnya tumbuh sempurna adalah hewan yang cukup umur untuk disembelih.
”Karena banyak hewan yang badannya sudah besar tetapi sebenarnya belum cukup umur dikurbankan,” ujar Fajar.
Sementara itu, bobot untuk kambing atau domba yang memenuhi syarat untuk dikurbankan adalah 25 kilogram. Adapun untuk sapi, standar bobotnya adalah 250 kilogram.
Kesehatan sapi dan kambing sekilas juga dapat dilihat dari tanda-tanda fisiknya. Misalnya, sapi yang bola matanya kemerah-merahan atau memutih berarti sedang mengalami sakit.
Menurut M Fatullah (60), pedagang hewan di Pasar Kambing Inpres Lontar, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kambing yang sehat bisa dilihat juga dari agresivitasnya. Ia mengatakan, kambing yang lincah cenderung lebih sehat daripada yang pendiam.
”Kalau ada betina lebih mudah dicek. Kalau kambing itu ingin kawin terus, tandanya dia sehat,” kata pria yang sudah 40 tahun menjual hewan kurban tersebut.
Empat syarat
Kepala Divisi Penyembelihan Halal, Halal Science Center, IPB University, Supratikno mengatakan, secara umum ada empat syarat yang harus dipenuhi oleh hewan kurban. Mereka harus sehat, tidak cacat, cukup umur, dan tidak kurus.
Hewan yang sehat bisa dilihat dari ada atau tidaknya ingus di hidungnya. Khusus untuk sapi, apabila cermin hidungnya basah, berarti sapi tersebut dalam kondisi sehat. Hewan yang memiliki penyakit kulit juga tidak diperbolehkan untuk disembelih.
”Selama hewan tersebut masih mau makan, masih saling berantem, dan saling menaiki, hewan tersebut dapat dikatakan sehat,” kata Supratikno.
Hewan kurban juga tidak boleh menderita cacat, antara lain seperti telinga rusak, ekor terpotong, pincang, dan buta. Selain itu, hewan kurban juga tidak boleh menderita kerusakan gigi yang diakibatkan oleh kecelakaan.
”Terkadang ada penjual yang sengaja mencabut gigi hewan supaya dianggap sudah musinnah atau cukup umur. Itu tidak boleh,” katanya.
Terkait dengan umur, Supratikno menyarankan untuk memilih hewan kurban yang musinnah. Artinya, hewan tersebut sudah berganti gigi dan umurnya lebih dari 24 bulan. Pada usia ini, pertumbuhan hewan tersebut dianggap sudah maksimal.
Jika hal tersebut tidak memungkinkan, warga bisa memilih opsi kedua, yakni hewan kurban yang tsaniyyah. Artinya, bagi domba dan kambing usianya di atas 12 bulan, sedangkan bagi sapi usianya minimal 24 bulan.
”Lihat saja gigi depannya. Kalau sudah membesar, kokoh dan menancap di gusi dengan sempurna, kemungkinan sudah musinnah,” kata Supratikno.
Syarat terakhir hewan kurban adalah tidak kurus. Artinya, tulang rusuk atau tulang iga hewan tersebut terlihat menonjol. Pun dengan tulang pinggang dan pinggulnya.
”Untuk domba biasanya tidak kelihatan karena bulunya tebal. Maka bisa diraba di bagian perutnya,” katanya.
Boleh diawetkan
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, atas petimbangan kemaslahatan, daging kurban dapat dikelola dengan cara diolah dan diawetkan. Artinya, daging tersebut bisa dikalengkan atau diolah dalam bentuk kornet, rendang, dan sejenisnya.
Selain itu, daging juga boleh didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan. ”Ini boleh dilakukan untuk memperluas kemaslahatan dengan syarat tidak ada kebutuhan yang sangat mendesak,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pada prinsipnya daging hewan kurban disunnahkan untuk didistribusikan segera (ala al-faur) setelah disembelih. Hal itu agar manfaat dan tujuan penyembelihan hewan kurban dapat terealisasi, yaitu kebahagiaan bersama dengan menikmati daging kurban.
”Dalam distribusinya disunahkan untuk dibagikan dalam bentuk daging mentah dan didistribusikan bagi yang membutuhkan di daerah terdekat,” katanya.
Namun, jika ada pertimbangan kemaslahatan, terutama untuk mengatasi kebutuhan orang yang terdampak Covid-19, daging kurban bisa didistribusikan dalam bentuk olahan. ”Bisa jadi, akibat terdampak Covid-19, orang sulit jika dibagikan dalam bentuk daging mentah karena harus memasak. Maka bisa dibagikan dalam bentuk matang dan olahan siap saji lainnya,” katanya.
Selain itu, stok daging juga bisa sangat melimpah saat Idul Adha. Agar bisa memenuhi hajat secara lebih lama, maka daging kurban bisa diawetkan dan dibagikan di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan Fatwa MUI Nomor 37 Tahun 2019.
”Menyimpan sebagian daging kurban yang telah diolah dan diawetkan dalam waktu tertentu untuk pemanfaatan dan pendistribusian kepada yang lebih membutuhkan adalah mubah (boleh) dengan syarat tidak ada kebutuhan mendesak,” ujarnya.