Kemendagri Petik Pelajaran dari Kasus Joko Tjandra
›
Kemendagri Petik Pelajaran...
Iklan
Kemendagri Petik Pelajaran dari Kasus Joko Tjandra
Mudahnya Joko S Tjandra, buron kasus Bank Bali, membuat kartu tanda penduduk elektronik, menjadi pelajaran bagi Kementerian Dalam Negeri. Kemendagri berencana memasukkan daftar buronan dalam sistem kependudukan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/ NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mudahnya Joko S Tjandra, buron kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, membuat kartu tanda penduduk elektronik jadi pelajaran bagi Kementerian Dalam Negeri. Kementerian berencana mengintegrasikan daftar buron dalam sistem kependudukan. Untuk itu, kementerian telah meminta daftar buron ke instansi penegak hukum.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, saat rapat dengan Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/7/2020), mengatakan, kasus Joko Tjandra menjadi pelajaran bagi instansinya dalam penerbitan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Permasalahan yang terjadi di kasus Joko, menurut dia, karena ketidaktahuan petugas terhadap status buronan Joko dan tak ada pendeteksian status buron di sistem Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri.
”Bagi saya, kasus (Joko) ini pelajaran. Sebetulnya kalau mendasari aturan yang ada, tak ada salahnya. Namun, karena kami tidak mendapat pemberitahuan bahwa dia (Joko) adalah buronan sehingga petugas di lapangan tidak tahu,” ujar Tito.
Seperti diketahui, Joko S Tjandra membuat KTP-el di Kantor Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta, 8 Juni lalu. Petugas kelurahan tetap melayani pembuatan dokumen kependudukan itu tanpa menyadari status Joko masih sebagai buronan. Joko buronan sejak 2009.
Untuk itu, lanjut Tito, dirinya telah memerintahkan kepada Ditjen Dukcapil agar menjajaki kerja sama dengan aparat penegak hukum dan keimigrasian terkait pembangunan sistem terintegrasi pendeteksian buronan atau daftar pencarian orang (DPO).
”Ini agar bisa ada alert ketika ada buron, DPO, atau masuk dalam red notice. Mereka masuk ke sistem kami dan langsung terdeteksi, seperti di sistem imigrasi yang bekerja sama dengan interpol,” ujar Tito.
Permintaan data
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menambahkan, pihaknya telah menyampaikan kepada Kejaksaan Agung, kepolisian, serta Kementerian Hukum dan HAM soal kebutuhan data itu pada pekan lalu. Saat itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengumpulkan seluruh pejabat aparat penegak hukum dan Kemendagri terkait kasus Joko.
”Kebutuhannya adalah kita bisa alert, bisa waspada jika ada buronan, DPO, atau narapidana yang lari dari penjara,” ujar Zudan.
Zudan mengatakan, konsep yang dibangun kelak adalah sistem peradilan pidana terintegrasi. Teknisnya, data buronan, termasuk narapidana yang lari dari penjara, diberikan kepada Ditjen Dukcapil. Kemudian, Ditjen Dukcapil akan mengintegrasikan data itu di dalam proses pembuatan KTP-el.
Dengan demikian, apabila buron itu coba memasukkan datanya dalam proses pembuatan KTP-el, akan terbaca di sistem. Selain itu, orang tersebut dipastikan tak akan bisa membuat KTP-el. Kemudian, petugas bisa langsung menghubungi aparat penegak hukum agar langsung menangkapnya.
”Nanti kalau ada orang mau mengurus, alert, ini orang buron, kami beri tahu kepada yang bersangkutan agar keesokannya datang kembali ke kantor. Dukcapil akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menunggu di situ,” kata Zudan.
Ia juga menyampaikan, data yang dikirim oleh aparat penegak hukum ke Kemendagri tak cukup hanya berupa nama buron. Namun, Kemendagri juga membutuhkan rincian data, seperti tempat dan tanggal lahir, alamat, serta nama bapak dan ibu yang bersangkutan. ”Data ini untuk kami sinkronkan bahwa itu benar orang yang dicari. Sebab, kalau kami hanya diberi nama, banyak orang dengan nama itu,” ucap Zudan.
Sementara itu, terkait laporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengenai dugaan surat jalan atas nama Joko S Tjandra, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Adrianus Meliala, mengatakan akan menindaklanjutinya.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengungkapkan, mereka mendapatkan kiriman foto surat jalan atas nama Joko Soegiarto Tjandra. Dari kop dan nomor surat, serta cap yang tertera, Boyamin menduga surat tersebut diterbitkan sebuah instansi salah satu aparat penegak hukum.
”Saya belum tahu ini asli atau palsu. Namun, saya mendapatkan secara kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, saya laporkan ke Ombudsman untuk menelusuri keberadaan surat jalan ini,” katanya.
Dalam surat jalan itu tertulis nama Joko dilengkapi nomor induk kependudukan yang sama dengan KTP milik Joko. Ia melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak (Kalimantan Barat) pada 19 Juni 2020 dan kembali ke Jakarta pada 22 Juni 2020.
Boyamin menduga, Joko pergi ke Malaysia melalui Kalimantan, yakni Pos Entikong atau lewat jalur tikus. ”Karena itu, saya berikan (informasi ini) ke Ombudsman untuk melacaknya siapa yang membantu. Selama di Indonesia ini, kok (Joko), begitu bebasnya sampai tidak terdeteksi dan tidak tertangkap,” ujarnya.
Keyakinan Boyamin bahwa Joko berada di Malaysia karena ia mendapatkan pula informasi dari rekannya jika Joko tinggal di gedung The Exchange 106 atau yang dikenal dengan Tun Razak Exchange. Gedung tersebut berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Boyamin berharap, pemerintah segera membawa Joko dari Malaysia ke Indonesia.