Sekolah di daerah Indonesia timur menyiapkan sejumlah inovasi belajar bagi siswa yang tidak memiliki fasilitas internet memadai. Inovasi dilakukan agar siswa tetap bisa mengakses layanan pendidikan.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA/FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
Sekolah yang berada di pedalaman Indonesia bagian timur menyiapkan sejumlah inovasi belajar tanpa sistem daring di tengah Pandemi Covid-19. Pihak sekolah memanfaatkan siaran radio hingga tatap muka dengan jumlah siswa yang sangat terbatas.
Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Wamena, di Kabupaten Jayawijaya, Yemima Kopeauw, saat dihubungi dari Jayapura, mengatakan, pihaknya menggunakan tiga metode belajar tanpa sistem daring selama pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru. Hal ini disebabkan buruknya jaringan internet di kawasan pegunungan tengah Papua.
Tiga metode itu meliputi pemberian materi belajar melalui siaran radio pemerintah di Wamena secara rutin, memberikan tugas dan bahan belajar bagi siswa di rumah, dan membuka layanan konsultasi bagi siswa yang belum memahami materi di modul.
Adapun layanan konsultasi antara guru dan murid berlangsung di SMP Negeri 1 Wamena tersebut dari Senin hingga Sabtu. Setiap kelas hanya dibatasi maksimal 18 orang.
”Kami membuka layanan konsultasi untuk membantu siswa memahami betul materi dan tugas sekolah yang dikerjakan di rumah. Tentunya kegiatan ini dengan protokol kesehatan yang ketat dan pengawasan Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Jayawijaya,” kata Yemima.
Siaran radio
Ia menuturkan, SMP Negeri 1 Wamena menyiapkan dua tenaga guru untuk menyampaikan materi belajar kepada siswa melalui radio pemerintah.
”Pemberian materi belajar melalui radio sangat bermanfaat bagi siswa yang tidak memiliki layanan internet ataupun televisi. Menurut rencana, kami akan menyiapkan program radio komunitas untuk membahas materi belajar antara guru dan siswa secara lebih intens,” tuturnya.
Mengutip hasil pendataan Pemerintah Provinsi Papua pada awal Mei lalu, hanya 46 persen dari total 608.000 pelajar di Papua yang dapat belajar di rumah melalui media daring ataupun elektronik di tengah pandemi Covid-19. Sementara 328.320 pelajar lainnya terkendala.
Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah (PPAD) Provinsi Papua Christian Sohilait mengatakan, pihaknya menyiapkan sejumlah strategi agar para pelajar di 28 kabupaten dan satu kota di Papua tetap mendapatkan materi pelajaran.
Adapun strategi itu meliputi meningkatkan kegiatan belajar secara daring bagi pelajar di daerah yang memiliki jaringan internet, meningkatkan cakupan program belajar melalui siaran radio dan televisi, menyiapkan buku pelajaran yang dibagikan secara gratis bagi para pelajar dan menggerakkan guru untuk mengajar di komunitas pelajar dengan jumlah terbatas serta sesuai protokol kesehatan.
”PPAD Papua menyiapkan banyak inovasi pembelajaran bagi para siswa di rumah. Kami berkomitmen anak-anak harus tetap mendapatkan materi belajar walaupun tidak secara daring,” tutur Christian.
Mengajar di rumah
Herlina Gaitedy (26), guru SMP Satu Atap Tasinwaha yang dihubungi dari Ambon, Senin (13/7/2020), menuturkan, dirinya bersama teman-teman guru lain mengajar dari kampung ke kampung. Mereka berjalan kaki dan kadang menyeberang dengan perahu. Sekolah itu berada di Pulau Kola, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
Rencana penerapan motede pembelajaran lewat jaringan internet tidak mungkin diterapkan di sana karena jaringan internet tidak memadai. Para orangtua siswa juga tidak mampu membeli telepon genggam untuk anak-anaknya karena sebagian dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan.
Para siswa juga tidak bisa mengikuti kegiatan belajar melalui siaran televisi karena di kampung tidak ada televisi. Listrik pun tidak memadai. Mereka hanya mengandalkan listrik tenaga surya dengan kapasitas terbatas untuk penerangan. Itu pun terbatas hanya beberapa jam.
”Kami harus datangi satu per satu. Mereka duduk di rumah menggunakan seragam lengkap dengan masker. Memang Aru masih dalam zona hijau, tetapi kami tetap laksanakan protokol kesehatan,” ujarnya.
Menurut Herlina, mengajar dari rumah ke rumah merupakan bagian dari tanggung jawab mereka sebagai guru. Pandemi tidak membuat mereka patah semangat. Jika mereka tidak melaksanakan tugas mengajar, masa depan anak-anak akan menjadi taruhannya.