Amerika Serikat dan sekutunya, NATO, mengecam kekerasan bersenjata yang dilakukan Kelompok Taliban selama beberapa pekan terakhir. Sebaliknya, Taliban menilai tindakan itu dibenarkan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KABUL, SELASA — Pemerintah Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengecam kekerasan bersenjata yang mengakibatkan puluhan orang tewas di Afghanistan selama beberapa hari terakhir, termasuk serangan bom bunuh diri di Provinsi Samangan, Senin (13/72020).
Kekerasan bersenjata itu dinilai bertentangan dengan kampanye Taliban yang selalu mendengung-dengungkan komitmennya untuk mengurangi kekerasan bersenjata. Selain dari AS dan NATO, kecaman juga datang dari Pemerintah Italia dan Perancis.
Perwakilan Khusus Departemen Luar Negeri AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad, dalam serangkaian pernyataannya melalui Twitter, Selasa (14/7/2020), mengatakan, penggunaan bahan peledak dalam jumlah besar untuk memicu ledakan tidak bisa diterima.
Hal itu dinilainya akan memperkuat pondasi berpikir individu atau kelompok individu yang menolak proses perdamaian di Afghanistan. ”Semua pihak bertikai harus mengurangi kekerasan bersenjata,” kata Khalilzad.
Kecaman senada datang dari perwakilan NATO di Afghanistan. Perwakilan Senior Sipil NATO di Afghanistan, Stefano Pontecorvo, dalam pernyataannya melalui akun Twitter lembaga itu menyatakan tindakan kekerasan bersenjata yang mengakibatkan banyak warga sipil tewas dan terluka tidak memiliki dasar tindakan sama sekali.
Kekerasan bersenjata yang terus dilakukan oleh Taliban dinilai semakin membahayakan kesempatan rakyat Afghanistan untuk merasakan perdamaian yang sesungguhnya.
”Saya mendesak penghentian pertumpahan darah dan memulai kembali perundingan yang konstruktif,” kata Pontecorvo.
Kekerasan bersenjata yang dilakukan Taliban selama beberapa pekan terakhir salah satunya dipicu penolakan Pemerintah Afghanistan untuk membebaskan sekitar 600 anggota mereka yang ditahan pemerintah sebagai bagian dari 5.000 tahanan yang akan dibebaskan berdasar kesepakatan damai Doha, 29 Februari lalu.
Pemerintahan Presiden Ashraf Ghani menilai sekitar 600 anggota Taliban yang dimaksud, termasuk dalam golongan berbahaya dan masih harus menjalani masa hukuman yang lebih panjang. Banyak di antara mereka adalah pelaku rajam, pelaku kekerasan seksual, perampokan, dan merupakan pejuang asing.
Penolakan terhadap tuntutan Taliban tidak hanya oleh Pemerintah Afghanistan, tapi juga didukung oleh negara-negara barat. Konfirmasi Reuters kepada beberapa diplomat negara barat, negara Asia dan pejabat pemerintah Afghanistan yang tidak ingin disebutkan namanya, tahanan yang diminta dibebaskan oleh Taliban diantaranya berisi para pelaku serangan yang paling kejam dan berbahaya.
”Ada beberapa pejuang Taliban yang berbahaya yang disebutkan dalam daftar, dan membebaskan mereka secara harfiah melewati garis merah,” kata seorang diplomat senior Eropa.
Beberapa anggota NATO, sebut diplomat tersebut, sangat tidak nyaman untuk mendukung pembebasan tahanan yang menjadi dalang serangan bunuh diri berskala besar terhadap kelompok minoritas dan warga asing.
Diplomat tersebut menambahkan, apabila para tahanan itu dibebaskan, akan memberi kesan bahwa kelompok pemberontak lebih unggul dari pemerintah.
Pembenaran Taliban
Kelompok Taliban berpandangan bahwa kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh anggotanya adalah respon dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Afghanistan dan militer Amerika Serikat.
”Serangan yang dilakukan kemarin di Samangan dan eskalasi kekerasan serupa di daerah lain adalah reaksi atas operasi oleh pemerintah Kabul, serangan kejam terhadap warga sipil, seperti kejadian di Distrik Sangin di Helmand, dan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan Amerika. Kekerasan kemarin tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindakan tetapi sebagai reaksi,” kata Zabiullah Mujahid, juru bicara Kelompok Taliban, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (14/7) petang.
Mujahid, di dalam keterangan itu juga menyayangkan bahwa pasukan Amerika Serikat tetap terlibat dalam geraka militer, meski di luar zona tempur aktif. Dalam catatan Taliban, selama 135 hari terakhir, pasukan Amerika dan pendukungnya sering menggunakan pesawat tempur atau pesawat nirawak (drone) untuk melakukan serangan udara.
Dalam 10 hari terakhir, menurut Mujahid, terjadi di Logar, Badghis, Maidan Wardak, Ghani, Zabul, Uruzgan, Helmand dan Kandahar.
”Semua ini merupakan pelanggaran terang-terangan dari perjanjian dan upaya yang disengaja untuk memprovokasi Mujahidin terhadap serangan skala besar,” kata Mujahid.
Kondisi terkini di Afghanistan menjadi salah satu bahasan pada pertemuan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan rekannya, Menlu Rusia Sergei Lavrov. Selain kondisi keamanan di Afghanistan, menurut keterangan Departemen Luar Negeri AS, keduanya akan mendiskusikan peranan badan intilejen Rusia dalam upaya pembunuhan militer AS yang ada di Afghanistan, seperti yang ditulis dalam laporan The New York Times. (REUTERS)