Budidaya ikan cupang di Indonesia cukup menjanjikan. Bahkan, ikan cupang Indonesia tidak kalah bersaing dengan ikan cupang dari luar negeri.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, ikan cupang bukan hanya dilirik sebagai hobi, melainkan juga sebagai peluang usaha baru. Selain dianggap tidak membutuhkan waktu yang lama, keunggulan budidaya ikan cupang relatif mudah dan tidak butuh banyak ruang.
Ahmad Mulyadi (34) duduk di lantai sambil memandangi puluhan ikan cupang yang dipajang di Sentra Promosi dan Pemasaran Ikan Hias, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (15/7/2020) siang. Ia tengah mencari ikan cupang jenis plakat untuk mengisi 30 akuarium di rumahnya yang masih kosong.
”Baru dapat tiga, masih cari-cari yang keliatannya eksotis. Kebetulan ada 40 akuarium ukuran 20 liter di rumah. Yang keisi baru 10 akuarium,” katanya saat ditemui di Jakarta.
Selama pandemi Covid-19, Ahmad tidak selalu bekerja dari rumah. Akan tetapi, waktu yang lebih lama berada di rumah cukup memberinya kesempatan untuk menekuni hobinya tersebut. Kegemaran memelihara ikan cupang bahkan menyebar ke teman-teman Ahmad. Bahkan, ada temannya yang memelihara burung beralih ke ikan cupang.
Perlahan, Ahmad tidak sekadar menjadikan ikan cupang sebagai hobi. Ia mulai mengonversinya menjadi rupiah. Jika sebelumnya dia sekadar memelihara, kini dia sudah mulai memasarkan ikan-ikan cupang koleksinya lewat media sosial.
Pengurus Sentra Promosi dan Pemasaran Ikan Hias di Slipi, Marzuki, mengaku, dalam dua bulan terakhir, peminat ikan cupang di tempatnya meningkat hingga dua kali lipat. Ia mengaku bingung, saat pandemi Covid-19 ini, pengunjung malah semakin banyak.
Dalam dua bulan terakhir, omzet penjualan ikan cupang di tempatnya dapat menyentuh angka Rp 10 juta per bulan. ”Setiap hari tidak menentu, tetapi per minggu bisa mencapai Rp 2,5 juta. Sebelumnya paling Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta,” ujarnya.
Ia menduga, warga tidak hanya memelihara ikan cupang sebagai hobi, tetapi juga membudidayakannya. Dugaan tersebut menguat saat Marzuki berjumpa dengan para pencari kutu air baru di sejumlah kali Jakarta dalam dua bulan terakhir.
Kutu air merupakan makanan favorit bagi ikan cupang yang baru menetas atau burayak hingga menginjak usia dewasa. Dari situ, hampir dipastikan orang-orang yang mencari kutu air adalah orang yang sedang membudidayakan ikan cupang.
”Saya sering bertemu orang-orang baru yang mencari kutu air. Karena mencari kutu air hanya bisa dilakukan satu waktu, yakni pukul 05.00. Setelah itu, dia akan menghilang,” katanya.
Marzuki menganggap, ikan cupang adalah jenis ikan hias yang paling mudah dibudidayakan. Prosesnya juga tidak membutuhkan banyak tempat sehingga mempermudah warga yang memiliki ruangan sempit.
Setiap pembudidaya punya cara masing-masing dalam mengembangbiakkan cupang. Marzuki biasanya memilih indukan jantan dan betina yang berusia lima bulan untuk dikawinkan. Jika kurang dari usia tersebut, telur yang dihasilkan cenderung rentan.
Pasangan tersebut langsung disatukan dalam sebuah akuarium selama satu minggu. Setelah bertelur, betina dipindahkan ke akuarium lainnya. Sementara itu, cupang jantan beserta burayak yang berusia dua minggu dipindahkan ke tempat yang lebih besar.
”Butuh waktu sekitar seminggu agar telur cupang menetas dan menjadi burayak yang siap diberi makan kutu air,” katanya.
Untuk ikan cupang jenis plakat, sekali bertelur bisa mencapai 500 telur. Adapun untuk cupang jenis giant, rata-rata hanya dapat mengeluarkan 100 telur dalam sekali pembuahan.
Ikan cupang jenis plakat dewasa bisa dijual Rp 50.000 per ekor. Adapun ikan cupang jenis giant bisa dijual seharga Rp 200.000. Ikan cupang jenis giant umumnya memiliki ukuran lebih besar ketimbang plakat.
Pelatihan daring
Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Jakarta Selatan juga mengadakan pelatihan daring bertajuk ”Meningkatkan Keahlian dan Peluang Usaha di Sektor Budidaya Ikan Hias” pada Rabu pagi. Dalam kesempatan tersebut, pegiat budidaya ikan cupang dari JP Beta Jakarta, Ari Wahyudi, membagikan cara lain budidaya ikan cupang.
Alat yang digunakan Ari dalam melakukan pembiakan adalah baskom berdiameter 30 sentimeter dan botol bekas minuman mineral 1,5 liter. Selain itu, ada styrofoam berukuran 10 cm x 20 cm x 15 cm kubik untuk menampung burayak.
Pertama-tama, cupang jantan diletakkan di dalam baskom yang sudah diisi air, sedangkan betina diletakkan di dalam botol bekas yang juga sudah diisi air. Botol bekas tersebut kemudian ditempatkan di tengah-tengah baskom.
Setelah satu hari, betina dipindahkan ke dalam baskom bersama si jantan. Baskom tersebut kemudian ditutup menggunakan papan untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada pasangan tersebut.
”Setelah satu dua hari biasanya betina akan bertelur,” katanya.
Hasil produksi telur betina, menurut Ari, turut dipengaruhi oleh cuaca. Jika cuaca stabil, artinya suhunya tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, biasanya telur yang dihasilkan akan optimal.
Segera setelah betina bertelur, harus dipindahkan ke wadah yang lain. Adapun si jantan harus dibiarkan untuk menjaga telurnya selama dua atau tiga hari hingga menetas. Pada hari keempat, burayak dipindahkan ke styrofoam atau tempat yang lebih besar.
”Ada yang mematok usia indukan harus enam bulan. Kalau saya, 4,5 bulan. Hasilnya maksimal. Satu pasang bisa mencapai 500-600 telur,” katanya.
Untuk burayak yang berumur empat hingga lima hari, Ari sudah memberikan pakan berupa kutu air halus. Setelah berusia tiga minggu, makanan yang diberikan adalah cacing sutra. Ada juga yang memberi pakan kutu air hingga berusia 1,5 bulan.
”Bebas, kalau cupang berusia lebih dari satu bulan bisa diberi makan apa saja. Bisa kutu air, daphnia, cacing sutra, hingga pelet. Yang rentan adalah usia empat hari sampai tiga minggu,” katanya.
Budidaya ikan cupang di Indonesia, menurut Ari, cukup menjanjikan. Bahkan, ikan cupang Indonesia tidak kalah bersaing dengan ikan cupang dari luar negeri. Dengan kualitas yang sama, harga cupang lokal bisa lebih murah dari cupang impor.