Pemalang Peringkat Kedua Potensi Kerawanan Pilkada di Jateng
›
Pemalang Peringkat Kedua...
Iklan
Pemalang Peringkat Kedua Potensi Kerawanan Pilkada di Jateng
Kabupaten Pemalang menjadi peringkat kedua se-Jateng pada indeks kerawanan pilkada yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu. Potensi kerawanan tertinggi terjadi pada dimensi politik, yakni ketidaknetralan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
PEMALANG, KOMPAS — Kabupaten Pemalang menduduki peringkat kedua sebagai daerah paling rawan dalam pemilihan umum kepala daerah di Jawa Tengah. Potensi kerawanan paling tinggi terjadi pada dimensi politik, misalnya, ketidaknetralan aparatur sipil negara dan penyelenggara pemilu.
Berdasarkan pemetaan kerawanan pilkada yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pemalang dinyatakan sebagai daerah paling rawan kedua di Jateng. Hal itu dinilai berdasarkan empat dimensi, yakni sosial, politik, dukungan infrastruktur, dan pandemi Covid-19.
Dari empat dimensi yang dinilai, Pemalang mendapatkan skor total kerawanan 230,83. Skor tersebut hanya selisih 1,07 dengan Sukoharjo yang menjadi daerah paling rawan di Jateng.
”Penyumbang skor kerawanan tertinggi di Pemalang berasal dari dimensi politik. Hal-hal yang rawan pada dimensi politik, antara lain, ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN), keberpihakan penyelenggara pemilu, perekrutan penyelenggara pemilu yang bermasalah, dan penyalahgunaan anggaran,” kata Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Pemalang Abdul Maksus, Rabu (15/7/2020).
Untuk menekan kerawanan pada dimensi politik, Bawaslu meminta Bupati Pemalang memastikan ASN Pemalang menjaga netralitasnya. Hal itu bisa diperkuat dengan cara mengeluarkan surat edaran.
Penyumbang skor kerawanan tertinggi di Pemalang berasal dari dimensi politik.
Tidak hanya kepada bupati, surat imbauan untuk menjaga netralitas juga dikirim kepada sejumlah pimpinan partai politik, pimpinan organisasi masyarakat, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Selain dimensi politik, Pemalang juga mendapatkan skor yang tinggi pada dimensi sosial dan dimensi pandemi Covid-19. Hal-hal yang perlu diantisipasi pada dimensi sosial antara lain, gangguan keamanan akibat bencana alam atau bencana sosial dan intimidasi atau kekerasan kepada penyelenggara.
Sementara itu, yang harus diwaspadai pada dimensi pandemi Covid-19 adalah anggaran pilkada setelah pandemi Covid-19, dukungan daerah terhadap pelaksanaan pilkada di masa pandemi, resistensi masyarakat, dan hambatan pengawasan pemilu.
”Penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih harus selalu menerapkan protokol kesehatan serta mengetahui perkembangan pandemi Covid-19 di daerahnya masing-masing. Dukungan anggaran untuk penyediaan alat pelindung diri juga harus dipastikan,” ucap Maksus.
Adapun dari dimensi infrastruktur, Pemalang perlu mewaspadai jangkauan teknologi informasi yang dinilai masih kurang. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pemalang diminta memastikan jaringan teknologi informasi bisa menjangkau desa-desa yang selama ini mengalami kesulitan jaringan internet.
Coklit
Mulai Selasa, tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih digelar serentak di sejumlah daerah yang mengadakan Pilkada. Tahapan itu akan berlangsung hingga 13 Agustus.
Di Kota Pekalongan, 592 petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) memutakhirkan sejumlah 270.000 data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4), Selasa siang. Pemutakhiran data dilakukan dengan cara mendatangi pemilih dari rumah ke rumah.
Sebelum mendatangi calon pemilih, seluruh PPDP sudah mengikuti bimbingan teknis dan menjalani tes cepat. Hal itu dilakukan untuk memastikan PPDP bebas Covid-19.
”Saat bertugas, PPDP dibekali dengan alat pelindung diri berupa masker bedah, pelindung wajah, dan gel pembersih tangan. Kami menekankan semua penyelenggara melaksanakan tahapan-tahapan pilkada dengan protokol kesehatan yang ketat,” kata Ketua KPU Kota Pekalongan Rahmi Rosyada Thoha.
Di Kabupaten Pemalang, tahapan coklit diawasi oleh pengawas kecamatan (panwascam) dan pengawas kelurahan desa (PKD). Saat mengawasi PPDP, 222 pengawas yang bertugas Pemalang juga memakai alat pelindung diri.
”Pada tahapan ini, saya minta panwascam dan PKD untuk mengawasi PPDP yang bertugas. Jadi, potensi-potensi pelanggaran dalam pelaksanaan coklit ini bisa ditekan,” ujar Ketua Bawaslu Pemalang Hery Setyawan.
Hery mengatakan, ada dua kerawanan yang perlu diwaspadai pada tahapan coklit. Dua hal tersebut adalah PPDP tidak datang ke rumah-rumah dan PPDP tidak mematuhi protokol kesehatan dalam proses coklit. Para pengawas berhak mengingatkan dan melapor apabila dua hal tersebut dilakukan oleh PPDP.