Pengadilan PBB Menangkan Qatar dalam Kasus Blokade Udara oleh Kuartet Arab
›
Pengadilan PBB Menangkan Qatar...
Iklan
Pengadilan PBB Menangkan Qatar dalam Kasus Blokade Udara oleh Kuartet Arab
Upaya gugatan terkait kasus boikot wilayah udara kuartet Arab terhadap Qatar gagal di Mahkamah Pengadilan Internasional. Ditegaskan, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) berwenang memutus sengketa tersebut.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
DEN HAAG, RABU — Panel 16 hakim lembaga pengadilan tertinggi PBB, Mahkamah Pengadilan Internasional (ICJ), memutuskan menolak banding yang diajukan empat negara Timur Tengah terhadap sejumlah keputusan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau ICAO, Selasa (14/7/2020). Mahkamah juga menegaskan bahwa ICAO-lah yang memiliki yurisdiksi atas wilayah udara.
Presiden Mahkamah Pengadilan Internasional Abdulqawi Ahmed Yusuf menyatakan bahwa mahkamah secara bulat ”menolak banding” negara-negara atas putusan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang mendukung Qatar atas wilayah udara yang berdaulat.
Putusan tersebut merupakan perkembangan terbaru dari boikot udara oleh empat negara Arab terhadap Qatar. Dengan demikian, putusan ini memberikan jalan bagi ICAO untuk memutuskan kasus tiga tahun silam ini.
Pada musim panas 2017, empat negara Arab, yakni Mesir, Bahrain, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) memutus hubungan politik, perdagangan, dan seluruh jalur transportasi dengan Qatar. Mereka menuduh Doha mendukung kelompok teroris dan Iran. Tuduhan itu berulangkali ditepis Qatar.
Keempat negara itu juga melarang maskapai Qatar Airways menggunakan wilayah udara mereka, menutup perbatasan Qatar dengan Arab Saudi, melarang kapal-kapal Qatar menggunakan pelabuhan di empat negara itu, dan mengusir warga Qatar.
Doha menyangkal tuduhan mendukung terorisme. Qatar menyatakan bahwa embargo tersebut bertujuan melemahkan kedaulatan mereka dan melanggar konvensi internasional yang mengatur jalur bebas pesawat komersial melalui wilayah udara asing. Qatar kemudian menyampaikan keberatan atas boikot udara tersebut ke ICAO, dan sejak saat itu proses hukum berlanjut.
Tahun 2018 ICAO menyatakan bahwa mereka memiliki yurisdiksi untuk menangani sengketa wilayah udara yang dibawa oleh Qatar. ICAO menyatakan bahwa boikot udara ini melanggar konvensi penerbangan internasional.
ICAO yang bermarkas di Montreal, Kanada, tidak mengeluarkan keputusan peraturan yang mengikat. Namun, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini berwenang menerapkan kekuatannya melalui standar keselamatan dan keamanan yang biasanya diikuti oleh 193 negara anggotanya.
Selain itu, ada juga mekanisme penyelesaian sengketa menurut Konvensi Chicago 1944 yang diawasi oleh ICAO.
Akan tetapi, empat negara Teluk yang menerapkan boikot tidak sependapat. Menurut mereka, ICAO bukan lembaga yang tepat untuk menilai sengketa ini. Karena itu, keputusan ICAO ”cacat dan melanggar prinsip-prinsip dasar proses hukum dan hak untuk didengar”. Keempat negara itu lalu meminta Mahkamah Pengadilan Internasional menyatakan bahwa keputusan yang dibuat ICAO ”batal demi hukum dan tanpa akibat”.
Melanggar hukum
Qatar menyambut baik putusan Mahkamah Pengadilan Internasional yang menegaskan bahwa ”Qatar memiliki hak untuk menentang pembatasan wilayah udara oleh Arab Saudi, UEA, Bahrain, dan Mesir atas nama badan dunia dalam penerbangan udara”.
Menteri Transportasi dan Komunikasi Qatar Jassim Saif Ahmed Al-Sulaiti mengatakan, ”Kami percaya bahwa ICAO pada akhirnya memutuskan bahwa boikot udara ini melanggar hukum,” kata Jassim.
”Ini merupakan perkembangan terakhir dari serangkaian putusan terhadap negara-negara yang memblokade yang mengabaikan hukum internasional. Sedikit demi sedikit argumen mereka dipatahkan, dan posisi Qatar dibenarkan.”
Duta Besar UEA di Belanda, Hissa Abdullah Al Otaiba, mengatakan bahwa putusan tersebut ”bersifat teknis dan terbatas pada masalah prosedur dan yurisdiksi, itu tidak mempertimbangkan manfaat dari kasus ini”. Otaiba menambahkan bahwa UEA akan menjelaskan kepada ICAO mengapa mereka menerapkan boikot terhadap pesawat Qatar.
Sementara UEA mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bertekad terus memperjuangkan penutupan wilayah udara dari pesawat Qatar di ICAO.
Washington yang memiliki ikatan erat dengan semua negara yang terlibat dalam perselisihan ini, termasuk Qatar yang jadi pangkalan militer AS terbesar di kawasan, melihat keretakan negara-negara Teluk ini sebagai ancaman misi mereka untuk menahan Iran. Washington terus mendorong agar negara-negara Teluk dan Arab itu bersatu.
Para diplomat dan sumber menyebutkan bahwa Amerika Serikat telah berupaya menyakinkan Arab Saudi dan sekutunya kembali membuka wilayah udaranya untuk Qatar. Namun, upaya mediasi sejak awal tahun 2020 ini belum membuahkan hasil. (AP/REUTERS/AFP)