Penularan Meningkat, Perancis-Inggris Wajibkan Pakai Masker di Ruang Tertutup
›
Penularan Meningkat,...
Iklan
Penularan Meningkat, Perancis-Inggris Wajibkan Pakai Masker di Ruang Tertutup
Siapa saja warga yang tidak mengenakan masker di Inggris akan didenda hingga sekitar Rp 1,8 juta. Muncul wacana agar warga yang tak mengenakan masker dicap antisosial, seperti halnya mengemudi dalam kondisi mabuk.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
PARIS, RABU — Pandemi Covid-19 tak kunjung mereda. Bahkan, sejumlah negara mulai memberlakukan kembali karantina untuk menekan laju penyebaran virus gelombang kedua. Melihat kasus positif Covid-19 yang terus bertambah, Perancis akan mewajibkan warganya mengenakan masker di ruang publik yang tertutup. Sebelumnya, selama beberapa bulan terakhir, masker hanya wajib dikenakan warga di negara itu saat naik angkutan umum.
”Mulai 1 Agustus mendatang, masker harus digunakan saat (warga) masuk ke pertokoan, perkantoran, dan ruang tertutup lain,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron di Paris, Selasa (14/7/2020) waktu setempat.
Imbauan Macron itu muncul setelah para dokter mengingatkan adanya potensi gelombang kedua penularan virus korona baru beberapa pekan ke depan. Jika ini terjadi, rumah sakit-rumah sakit di Perancis akan kembali kewalahan menangani pasien, dan pemerintah harus memberlakukan karantina lagi serta pada akhirnya akan menggoyang perekonomian kembali.
”Tolong kenakan masker ke mana pun pergi, terutama di dalam ruang publik,” kata Macron.
Selama ini Macron dituding tak serius menangani Covid-19, bahkan terkesan meremehkan, sehingga menyebabkan lebih dari 30.000 orang tewas di Perancis akibat penyakit tersebut.
Sama seperti Perancis, Inggris juga akan mewajibkan warganya mengenakan masker di pertokoan dan supermarket mulai 24 Juli mendatang. Selama beberapa pekan terakhir, efektivitas penggunaan masker dipertanyakan di Inggris.
Denda Rp 1,8 juta
Namun, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock menegaskan, pemerintah hanya ingin warga yakin merasa aman saat berbelanja di toko sekaligus melindungi karyawan pertokoan. ”Kedua hal ini bisa dilakukan dengan (warga) mengenakan masker," ujarnya.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang pernah terinfeksi Covid-19 dan dirawat selama beberapa hari di ruang perawatan intensif rumah sakit, mengatakan bahwa kebijakan mengenakan masker itu semacam tambahan jaminan melawan Covid-19. ”Sangat penting memakai masker jika (warga) berada di ruangan tertutup demi melindungi diri dan orang lain,” kata Johnson.
Ketentuan baru di Inggris itu disertai dengan sanksi pada orang tidak mengenakan masker. Siapa saja yang tidak memakai masker akan didenda hingga sekitar Rp 1,8 juta.
Selama beberapa pekan terakhir, Pemerintah Inggris didesak memberikan panduan yang jelas dalam penggunaan masker di pertokoan setelah kebijakan karantina diberlakukan selama lebih dari tiga bulan.
Sejak 15 Juni lalu, di Inggris masker hanya wajib dikenakan saat warga naik angkutan umum. Menteri Lingkungan Hidup Inggris George Eustice menjelaskan, perubahan kebijakan tentang masker ini berubah karena adanya perkembangan terbaru terkait persebaran wabah korona.
David Strain dari Asosiasi Medis Inggris menegaskan, masker akan membantu menahan laju persebaran korona. ”Sudah terbukti masker bisa mengurangi hingga 84 persen persebaran tetesan yang menjadi sumber penularan Covid-19,” ujarnya.
Beda pendapat
Sebagian masyarakat di London menilai kebijakan baru itu akan memberikan keamanan dan perlindungan, tetapi mereka mengkhawatirkan sanksi dendanya jika lupa memakai masker. Meski demikian, sebagian warga menilai sanksi itu sudah tepat karena orang biasanya akan lebih patuh jika aturan disertai denda yang tinggi.
Inggris termasuk salah satu negara yang paling parah terdampak pandemi korona dengan jumlah korban tewas mencapai 45.000 orang. Jika pemerintah tidak mengambil tindakan tegas dan cepat, gelombang kedua korona diperkirakan bisa menewaskan 120.000 orang.
Tak semua orang setuju mengenakan masker karena alasan-alasan tertentu. Padahal, banyak penelitian membuktikan efektivitas penggunaan masker dalam mencegah penularan Covid-19. Menurut Kepala Jurnal Sains, Royal Society, Venki Ramakrishnan, orang yang tidak mau mengenakan masker selama pandemi mestinya diberi stigma seperti pengemudi yang mabuk.
”Mengemudi setelah minum-minum dan tanpa mengenakan sabuk pengaman sama-sama dianggap antisosial. Mestinya, tidak mengenakan masker juga dianggap antisosial,” ujarnya.
Namun, menurut Direktur Pusat Ilmu Demografi Leberhulmr di University of Oxford, Melinda Mills, bukan salah masyarakat Inggris jika mereka tidak mengenakan masker. Wajar jika ada sebagian masyarakat yang tidak mau mengenakan masker karena kebijakan pemerintah tidak konsisten. Sosialisasi informasi dari pemerintah juga harus jelas dan tegas.
”Masyarakat di Italia, Amerika Serikat, dan Spanyol cepat patuh mengenakan masker karena pemerintah memberikan mereka panduan yang jelas dan pemahaman, kenapa kita harus memakai masker,” kata Mills. (REUTERS/AFP)