Indonesia bisa menempati posisi ke-12 dan Nigeria yang kini di posisi 28 naik ke posisi ke-10. Pada akhir abad ini, dunia akan multipolar dengan India, Nigeria, China, dan AS yang menjadi dominan.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Pertambahan jumlah penduduk dunia akan melambat. Pada 2100, jumlah total penduduk di seluruh dunia diperkirakan ”hanya” mencapai 8,8 miliar jiwa atau dua miliar lebih sedikit dari proyeksi PBB saat ini.
Penyebabnya, antara lain, menurunnya tingkat kesuburan dan meningkatnya populasi penduduk yang menua. Jumlah penduduk di sekitar 20 negara seperti Jepang, Spanyol, Italia, Thailand, Portugal, Korea Selatan, dan Polandia akan berkurang hingga setengah.
Hasil penelitian internasional di The Lancet, Rabu (15/7/2020), menyebutkan, pada akhir abad ini, 183 dari 195 negara akan kesulitan mempertahankan jumlah populasinya pada tingkat kebutuhan ideal. China, misalnya, dari jumlah penduduk yang kini mencapai 4 miliar jiwa akan bisa tersisa 730 juta dalam 80 tahun mendatang.
Sebaliknya, jumlah penduduk di sub-sahara Afrika justru akan meningkat tiga kali lipat menjadi 3 miliar jiwa. Di Nigeria saja jumlahnya akan naik hingga 800 juta jiwa pada tahun 2100 atau di bawah India yang mencapai 1,1 miliar jiwa.
”Prediksi ini justru kabar baik bagi lingkungan hidup karena produksi pangan terkendali dan tingkat emisi karbon lebih rendah. Perekonomian di sebagian wilayah sub-Sahara Afrika juga akan lebih baik,” kata ketua tim peneliti Christopher Murray yang juga Direktur Institut Metrik Kesehatan dan Evaluasi (IHME) di University of Washington, Amerika Serikat.
IHME didirikan tahun 2007 dan didukung oleh Yayasan Bill dan Melinda Gates. Lembaga ini menjadi rujukan global untuk statistik kesehatan, khususnya untuk laporan tahunan Beban Penyakit Global.
Meski demikian, lanjut Murray, ini bukan kabar baik bagi sebagian besar negara lain di luar Afrika. Pasalnya akan muncul masalah kekurangan jumlah penduduk produktif yang tentu berdampak buruk pada perekonomian.
Hasil studi itu menyimpulkan solusi terbaik bagi negara-negara berpendapatan tinggi untuk mempertahankan tingkat populasi dan pertumbuhan ekonomi adalah dengan membuat kebijakan imigrasi yang fleksibel dan memberi dukungan sosial bagi keluarga yang menginginkan anak.
”Namun, ada kenyataan yang mengancam populasi penduduk karena adanya sejumlah negara yang mempertimbangkan kebijakan membatasi akses ke layanan kesehatan reproduksi. Kebebasan dan hak perempuan tetap menjadi agenda pembangunan utama di setiap pemerintah,” sebut hasil studi itu.
Karena jumlah penduduk yang menua semakin banyak, maka setiap negara harus memastikan peningkatan jaminan layanan sosial dan kesehatan. Ketika tingkat kesuburan menurun dan harapan hidup meningkat di seluruh dunia, jumlah balita diperkirakan akan menurun hingga 40 persen dari 681 juta jiwa pada 2017 menjadi 401 juta pada 2100.
Pada saat yang bersamaan, 2,37 miliar penduduk, lebih dari seperempat jumlah populasi dunia, akan mencapai usia lebih dari 65 tahun. Penduduk yang berusia 80 tahun ke atas akan naik dari 140 juta tahun ini menjadi 866 juta. Ini berarti dunia akan kehilangan banyak tenaga kerja produktif.
”Banyak negara yang akan sulit berkembang karena minim tenaga kerja produktif yang menyumbang pajak,” kata Guru Besar di Institut Metrik Kesehatan dan Evaluasi di University of Washington, AS, Stein Emil Vollset.
Sebagai gambaran, jumlah tenaga kerja produktif di China akan berkurang hingga 62 persen atau dari 950 juta orang saat ini menjadi hanya 350 juta pada akhir abad ini. India juga akan mengalami penurunan tajam dari 762 juta menjadi 578 juta jiwa. Sebaliknya, di Nigeria, tenaga kerja produktif justru akan naik dari 86 juta jiwa menjadi lebih dari 450 juta jiwa pada 2100.
Pergeseran besar-besaran ini dikhawatirkan akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia. Produk domestik bruto China, misalnya, akan melebihi AS pada tahun 2050, tetapi akan kembali turun ke urutan kedua pada tahun 2100.
Sementara India akan naik ke posisi ketiga dan Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris akan tetap berada di kelompok 10 negara dengan perekonomian terkuat.
Adapun Brasil diperkirakan akan turun dari peringkat kedelapan menjadi ke-13. Rusia dari posisi ke-10 menjadi ke-14. Sementara Italia dan Spanyol akan turun dari posisi ke-15 menjadi ke-25 dan ke-28.
Indonesia bisa menempati posisi ke-12 dan Nigeria yang kini di posisi ke-28 naik di posisi ke-10. Pada akhir abad ini, dunia akan multipolar dengan India, Nigeria, China, dan AS yang menjadi dominan.
Beda cara hitung
PBB memperkirakan penambahan jumlah penduduk menjadi 8,5 miliar jiwa pada tahun 2030, 9,7 miliar jiwa pada 2050, dan 10,9 miliar jiwa pada 2100.
Perbedaan cara berhitung PBB dengan IHME ada pada tingkat kesuburan atau fertilitas. Untuk mencapai jumlah populasi yang stabil, perhitungan IHME didasari 2,1 kelahiran per perempuan.
Adapun perhitungan PBB mengasumsikan negara-negara dengan tingkat kesuburan rendah akan ada peningkatan sekitar 1,8 anak per perempuan.
Analisis studi ini menyebutkan, semakin berpendidikan perempuan dan semakin terbuka akses layanan kesehatan reproduksi yang diperoleh, maka mereka semakin memiliki pilihan untuk bereproduksi. Ini yang membuat rata-rata kelahiran hanya 1,5 anak per perempuan. (AFP)