Potensi Penularan Covid-19 Melalui Udara, Apa yang Harus Dilakukan?
›
Potensi Penularan Covid-19...
Iklan
Potensi Penularan Covid-19 Melalui Udara, Apa yang Harus Dilakukan?
Menurut para ahli, virus korona baru kini berpotensi menyebar melalui udara. Apa yang perlu diperhatikan oleh publik untuk terhindar dari Covid-19?
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada awal Juli 2020, ratusan ilmuwan di sejumlah negara memberi peringatan bahwa virus korona baru berpotensi menyebar lewat udara atau airborne. Tetesan (droplet) mikro dan aerosol yang mengandung virus diprediksi melayang di udara dalam jangka waktu tertentu. Penularan rentan terjadi di ruangan tertutup dengan sirkulasi udara yang terbatas.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terbuka dengan teori ini. WHO pun memperbarui panduan tentang pencegahan infeksi Covid-19 pada 9 Juli 2020. Selain droplet dan permukaan benda yang terkontaminasi, WHO menambahkan cara mengantisipasi virus korona yang menyebar secara airborne.
Penularan airborne dapat terjadi melalui prosedur medis yang menghasilkan aerosol, seperti intubasi. Aerosol dimaknai sebagai partikel halus zat padat atau cair dalam gas atau udara.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, Kamis (16/7/2020), mengatakan, penyakit yang menular melalui droplet—seperti campak dan influenza—berpotensi besar menular secara airborne. Protokol kesehatan yang diterapkan tidak jauh berbeda.
Tiga prinsip
Ada tiga prinsip dasar yang perlu dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19, baik dalam konteks penularan melalui droplet maupun secara airborne. Ketiganya ialah mengenakan masker, menjaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain, dan mencuci tangan.
”Covid-19 lebih berbahaya dibandingkan penyakit lain sehingga tidak bisa diabaikan. Publik harus memakai masker, menjaga jarak minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun,” kata Tri saat dihubungi dari Jakarta.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, banyaknya protokol kesehatan membuat publik bingung. Jika masyarakat kesulitan menjalankan semua protokol, tiga prinsip tersebut seharusnya bisa menjadi acuan. Setiap individu diharap paham dan melakukan ketiganya.
Ia menekankan pentingnya bermasker ketika hendak meninggalkan rumah. Adapun masker perlu diganti setiap empat jam, baik masker medis maupun masker kain. Masker yang lembab juga perlu diganti. Publik diimbau untuk membawa masker cadangan saat bepergian.
”Kondisi yang akan kita jalani akan sangat sulit karena virus. Itu sebabnya perlu menjaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan. Dengan itu, setiap individu bisa memenuhi hak hidupnya yang diperoleh sejak lahir, yaitu hidup sehat dan berumur panjang,” kata Ede.
Sirkulasi udara
Sirkulasi udara yang baik diperlukan di dalam ruangan guna mencegah virus. Jendela-jendela harus dibuka untuk pergantian udara. Adapun filter pendingin ruangan (air conditioner/AC) perlu dibersihkan secara berkala.
”Pada prinsipnya, udara bertekanan tinggi yang mengalir ke tekanan rendah akan menghasilkan angin. Jika suatu gedung mengandalkan AC dan punya sedikit jendela, maka bisa memasang exhaust fan (kipas) yang berfungsi menarik udara di dalam ruangan ke luar,” kata Tri.
Juru Bicara WHO Margaret Harris mengatakan, beberapa kasus Covid-19 terindikasi terjadi di dalam ruangan seperti kelab malam. Tempat yang tertutup ditambah keramaian orang membuat pengunjung tidak bisa menerapkan protokol kesehatan yang benar.
”Sebagian besar kasus penyebaran Covid-19 terjadi di dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang buruk dan kerumunan. Itu membuat orang-orang sulit menjaga jarak,” kata Harris dikutip dari Reuters.
Covid-19 lebih berbahaya dibandingkan penyakit lain sehingga tidak bisa diabaikan. Publik harus memakai masker, menjaga jarak minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun.
Ede Surya menambahkan, ruang publik seperti pusat perbelanjaan atau kantor perlu memperhatikan sirkulasi udara di dalam ruangan. Di saat bersamaan, pengelola juga perlu mengatur pergerakan pengunjung dengan membuat jalur berjalan satu arah.
Menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 16 Juli 2020, ada 81.668 kasus positif virus korona di Indonesia atau naik 1.574 kasus dibandingkan kemarin. Ada 40.345 pasien sembuh dan 3.873 pasien meninggal. Suspek Covid-19 ialah 46.727 orang.
Adapun jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai lebih dari 13,7 juta kasus. Data ini dihimpun melalui situs worldometers.info.
Peneliti SMERU, Rizki Fillaili, mengatakan, masyarakat menilai bahwa kondisi sudah aman untuk beraktivitas dengan normal. Ini menunjukkan persepsi risiko Covid-19 di masyarakat menurun dibandingkan pada periode awal pandemi.
”Masyarakat mengalami rasa aman semu. Mereka mengira kondisi aman, padahal belum. Kita perlu mempertahankan agar persepsi risiko masyarakat terhadap Covid-19 tetap tinggi. Sebab, ini memengaruhi kesadaran menerapkan protokol kesehatan,” kata Rizki pada pertemuan virtual, Rabu.
Adapun Ede mengingatkan agar setiap individu saling mengingatkan untuk mematuhi protokol. Warga yang sudah taat dan sadar pentingnya protokol kesehatan diminta untuk tetap taat hingga sedikitnya 1,5 tahun ke depan.
Sementara itu, Tri menekankan pentingnya peran pemimpi negara dan daerah untuk mengedukasi masyarakat terus menerus. Publik perlu diingatkan bahwa pandemi belum berakhir dan akan berlanjut hingga vaksin ditemukan.