Vonis Hakim terhadap Penyerang Novel Baswedan Melebihi Tuntutan Jaksa
›
Vonis Hakim terhadap Penyerang...
Iklan
Vonis Hakim terhadap Penyerang Novel Baswedan Melebihi Tuntutan Jaksa
Dua oknum polisi penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, divonis melebihi tuntutan jaksa. Atas vonis itu, kedua terdakwa menerimanya. Adapun jaksa penuntut umum masih pikir-pikir.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua oknum polisi penyerang penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, divonis melebihi tuntutan jaksa. Atas vonis tersebut, kedua terdakwa menerimanya. Adapun jaksa penuntut umum masih pikir-pikir.
Vonis atas Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam persidangan yang digelar selama 8,5 jam, Kamis (16/7/2020). Rahmat divonis hukuman 2 tahun penjara, sedangkan Ronny dihukum 1 tahun 6 bulan penjara.
Sidang dipimpin ketua majelis hakim Djuyamto dengan hakim anggota Taufan Mandala dan Agus Darwanta. Dalam sidang tersebut, penasihat hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum hadir di ruang sidang, sedangkan kedua terdakwa mengikuti persidangan secara daring dari Markas Komando Korps Brigade Mobil, Depok, Jawa Barat.
Vonis untuk keduanya tersebut lebih berat dibandingkan dengan tuntutan dari jaksa, yaitu pidana 1 tahun penjara.
”Menyatakan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama penganiayaan terlebih dahulu yang mengakibatkan luka berat. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun,” kata Djuyamto.
Djuyamto menjatuhkan hukuman tersebut sesuai dengan dakwaan subsider yaitu Pasal 353 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Hal serupa diputuskan untuk Ronny. Namun, Ronny divonis lebih ringan karena perannya hanya turut membantu dan tidak mencoba melarang niat Rahmat menyerang Novel.
Hakim dalam putusannya menegaskan, terdakwa melakukan perbuatannya dengan unsur kesengajaan yang menyebabkan korban luka berat.
Hal tersebut berbeda dengan pernyataan jaksa yang mengatakan dalam tuntutannya bahwa terdakwa melakukan perbuatannya secara tidak sengaja untuk melukai korban. Hakim juga menolak pleidoi penasihat hukum terdakwa untuk membebaskan keduanya.
Hal lainnya, hakim melihat, sesuai fakta-fakta hukum, perbuatan terdakwa diawali rasa benci karena ia muak dengan Novel yang merasa sok hebat. Hakim memandang, terdakwa melakukan perbuatannya secara sengaja yang menyebabkan korban luka berat.
Selain itu, dalam putusan hakim, keduanya dinilai telah mencederai citra Polri. Ini jadi salah satu pertimbangan hakim yang memberatkan terdakwa.
Adapun yang meringankan, keduanya dinilai telah berterus terang mengakui perbuatannya, juga telah meminta maaf kepada Novel dan keluarganya, masyarakat Indonesia, dan Polri. Selain itu, kedua terdakwa belum pernah dihukum.
Seusai putusan dibacakan, kedua terdakwa dan penasihat hukum mereka menerima putusan dari majelis hakim. Sementara itu, jaksa penuntut umum memilih untuk pikir-pikir.
Peristiwa 2017
Peristiwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017 sekitar pukul 05.10. Novel diserang setelah beribadah di Masjid Al-Ikhsan, Kelapa Gading. Lokasi masjid itu tidak jauh dari tempat tinggal Novel.
Berbagai upaya dilakukan untuk bisa menangkap pelaku penyerangan sampai dibentuk tim gabungan pencari fakta. Namun, pelaku baru ditangkap polisi 26 Desember 2019.
Tim gabungan pencari fakta menduga, Novel diserang terkait dengan kasus-kasus besar korupsi yang ditanganinya. Megakasus itu di antaranya korupsi KTP elektronik, korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, korupsi mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi, korupsi Wisma Atlet, dan diduga terkait terungkapnya ”buku merah”, salah satu bukti catatan aliran uang dalam kasus suap hakim MK Patrialis Akbar (Kompas, 30/12/2019).