Sensasi Naik V-22 Osprey, Pesawat yang Lepas Landas dan Mendarat seperti Helikopter
›
Sensasi Naik V-22 Osprey,...
Iklan
Sensasi Naik V-22 Osprey, Pesawat yang Lepas Landas dan Mendarat seperti Helikopter
Indonesia diberitakan hendak membeli pesawat V-22 Osprey. Bagaimana sensasi naik pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat layaknya heli ini? Wartawan ”Kompas” berkesempatan menjajalnya beberapa tahun lalu.
Oleh
Iwan Santosa
·5 menit baca
Indonesia disebut berencana membeli pesawat buatan Boeing, V-22 Osprey. Hal itu diketahui setelah Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan pesawat itu kepada militer asing atas delapan pesawat tilt-rotor tersebut.
Total estimasi harga pembelian pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat layaknya helikopter itu mencapai 2 miliar dollar AS. Harga itu tidak hanya untuk pesawat saja, tetapi juga meliputi pelatihan, suku cadang, dan peralatan terkait, seperti radar. Jika pembelian itu terlaksana, Indonesia akan menjadi negara ketiga setelah AS dan Jepang yang menggunakan pesawat tersebut.
Bagaimana rasanya sensasi naik pesawat unik ini?
Pada Kamis, 4 Agustus 2016, wartawan Kompas berkesempatan menumpang V-22 Osprey yang dioperasikan Korps Marinir Amerika Serikat (USMC) dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, menuju kapal perang jenis amphibious transport dock USS New Orleans (LPD-18) yang sedang berlayar di Laut Jawa.
Perjalanan dilakukan pergi-pulang dari Lanud Halim-USS New Orleans-kembali ke Lanud Halim setelah mendengar paparan para pejabat Kementerian Pertahanan AS, AL AS, dan mengunjungi USS New Orleans, sebuah kapal perang kelas San Antonio.
Sebelum berangkat, di Base Ops Lanud Halim, Kompas dan rombongan mendapat pengarahan dari staf Kedutaan Besar Amerika Serikat. Pelindung telinga (ear muffler), rompi pelampung, dan helm pelindung dibagikan kepada setiap peserta acara.
Sekitar 30 menit Kompas dan undangan menunggu di Base Ops. Tidak lama kemudian, sepasang Osprey berwarna abu-abu mendekat dan mendarat di Halim, seperti pesawat fixed wing, dan meluncur mulus di landasan. Sepasang Osprey tersebut kemudian mendekat ke tarmac dan melakukan cut engine (mematikan mesin). Bagian ramp—pintu belakang—diturunkan, Kompas dan rombongan diminta naik dipandu juru muat atau load master.
Kompas duduk di sebelah load master persis di sebelah ramp. Para undangan lain masuk ke dalam duduk di belakang kokpit dekat pilot dan kopilot, lalu melihat pemandangan kokpit serta kabin penumpang yang disusun berhadapan khas angkutan udara militer.
Sabuk pengaman dipasang dan dipandu oleh awak Osprey yang memastikan sabuk pengaman yang dipasang melintang dengan empat titik mampu menahan penumpang dengan baik. Ketika itu, salah satu undangan VIP yang ikut adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi memang rutin mengikuti acara yang diadakan Angkatan Laut Amerika Serikat yang Kompas juga hadir.
Sejurus kemudian, pilot dan kopilot melakukan cek dan menghidupkan mesin. Suara bising terdengar meski sudah mengenakan pelindung telinga. Ternyata ramp tidak diangkat dan bagian belakang pesawat terbuka lebar.
Osprey pun pelan-pelan bergerak naik seperti helikopter. Setelah cukup tinggi, Osprey bergerak maju. Meluncur pesat, dan dari bagian belakang terlihat Osprey kedua seperti yang ditumpangi Kompas, mengubah posisi mesin dari vertikal ke mendatar yang menghasilkan daya dorong ke depan lebih laju!
Sepanjang penerbangan ke USS New Orleans, Osprey kedua bermanuver lincah dan terlihat jelas dari pesawat yang ditumpangi Kompas. Para undangan pun merekam ataupun memotret berbagai manuver lincah yang dilakukan Osprey.
Momen menarik lainnya adalah prosedur pendaratan di heli dek USS New Orleans. Seperti halnya di kapal induk, pesawat atau helikopter yang akan mendarat di geladak pendaratan mencari arah melawan angin untuk membantu menghentikan laju ketika mendarat.
Sekali lagi, posisi rotor Osprey pun berubah ke arah vertikal dan pelan-pelan mendekat ke geladak pendaratan di USS New Orleans yang terus melaju berlayar. Dalam hitungan menit, Osprey yang ditumpangi Kompas mendarat dan sejenak kemudian Osprey kedua mendarat dengan mulus.
Di dunia, hanya beberapa jenis pesawat yang memiliki kemampuan teknis operasional seperti helikopter—tinggal landas vertikal dengan tubuh (fuselage) pesawat terbang. Salah satunya adalah MV-22 Osprey buatan pabrikan Boeing, Amerika Serikat, yang menggunakan mesin tilt-rotor.
Mesin tilt-rotor membuat Osprey bisa tinggal landas vertikal dengan posisi mesin vertikal seperti laiknya helikopter, lalu setelah mencapai ketinggian operasi, posisi mesin berputar mendatar sehingga memberikan daya dorong ke belakang seperti pesawat bermesin baling-baling pada umumnya.
Pesawat Osprey dengan kemampuan helikopter tersebut memang cocok dioperasikan dalam medan yang terbatas dengan keterbatasan untuk operasional pesawat fixed wing dengan kemampuan short take off and landing (STOL) sekalipun. Hal ini dipandang cocok dengan kondisi Indonesia di mana banyak daerah tidak memiliki landasan untuk pesawat biasa.
Jika pembelian itu terlaksana, akan mendukung operasi ke daerah yang tak terjangkau pesawat biasa, dengan kecepatan dan daya angkut lebih besar dari helikopter. Osprey memiliki kecepatan hingga 351 mil per jam atau sekitar 569 kilometer per jam, sedangkan helikopter, seperti Mi-17 yang dioperasikan TNI, hanya memiliki kecepatan sekitar 155 mil per jam.
Dari sisi Boeing, itu akan menjadi kemenangan karena perusahaan yang berbasis di Seatle, Washington, ini mengalami berbagai kemalangan dalam beberapa tahun terakhir setelah pesawat paling populernya, B737 Max, dilarang terbang menyusul kecelakaan beruntun. Bukan hanya itu, juga pada industri pertahanan AS.
Dari rilis Kementerian Luar Negeri AS, disebut pembelian itu mencakup pesawat dan semua pendukungnya, termasuk pelatihan, persenjataan, serta suku cadang. Pembelian itu meliputi: 24 mesin AE 1107C Rolls Royce; 20 radar AN/AAQ-27 Forward Looking InfraRed; 20 Sistem Peringatan Rudal AN/AAR-47; 20 penerima peringatan radar AN/APR-39; 20 sistem dispenser antiserangan AN/ALE-47; dan 20 Sistem Identifikasi Teman atau Musuh (IFF) AN/APX-117.
Juga dibeli 20 AN/APN-194 Radar Altimeter; 20 AN/ARN-147 VHF Omni Directional Range (VOR) Instrument Landing System (ILS) Sistem Navigasi Suar; 40 ARC-210 629F-23 Radio Multi-Band (Non-COMSEC); 20 AN/ASN-163 Receiver (MAGR) Miniatur Airborne Global Positioning System (GPS); 20 Sistem Navigasi Lintas Udara Taktis AN/ARN-153; 20 Sistem Penghindaran Tabrakan Lalu Lintas (TCAS II); 20 senapan mesin M-240-D 7,64 mm; dan 20 senapan mesin GAU-21.
Tak ketinggalan dalam pembelian itu Sistem Perencanaan Misi Gabungan (JMPS) dengan komponen perencanaan unik; publikasi dan dokumentasi teknis; suku cadang pesawat terbang dan suku cadang perbaikan; perbaikan dan pengembalian; layanan feri; dukungan tanker; peralatan pendukung dan uji; pelatihan dan personel peralatan pelatihan; perangkat lunak, logistik, dan layanan dukungan teknis; serta elemen pendukung teknis dan program lainnya.
Apakah pesawat itu cocok untuk digunakan di Indonesia? Apa pun pesawat angkut yang dipilih TNI untuk mendukung operasional, termasuk Osprey, tentu diharapkan dapat digunakan sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan operasional di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara!