Membangun Integritas dan Kepedulian dari Sebuah Jas Hujan
›
Membangun Integritas dan...
Iklan
Membangun Integritas dan Kepedulian dari Sebuah Jas Hujan
Integritas seorang PK Ojong diharapkan tetap abadi bersama harian ”Kompas”, bahkan melebihi kenangan bersama PK Ojong yang melampaui satu abad lamanya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Jimmy S Harianto, wartawan harian Kompas 1975-2012, masih mengingat kenangan bekerja dengan salah satu pendiri Kompas, Petrus Kanisius Ojong atau PK Ojong. Selama lima tahun awal bekerja, pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, tersebut dilihatnya sebagai sosok yang humanis.
Humanisme PK Ojong diingatnya dari kepeduliannya terhadap karyawan, yang dituangkan dalam peraturan perusahaan. ”Beliau pernah melihat karyawan kehujanan, hingga suatu saat perusahaan memberikan jas hujan tiap tahun untuk karyawan,” ujar pria yang biasa disapa Pak Bo ini dalam acara Kompas Talks, Sabtu (25/7/2020).
Beberapa kebijakan lain juga dibuat PK Ojong saat menjadi penanggung jawab manajemen perusahaan, seperti memberikan uang makan harian bagi seluruh karyawan. Menariknya, uang makan tersebut diberikan dalam jumlah sama tanpa mengenal strata jabatan.
Jimmy juga mengingat inisiatif PK Ojong untuk menyediakan bensin gratis bagi karyawan pengendara sepeda motor serta pengadaan jas untuk wartawan yang mendapatkan peliputan acara formal. Bahkan, hingga saat ini, perusahaan masih memberikan telur mentah untuk setiap karyawan produksi yang biasa bekerja hingga larut malam, sesuai kebijakan PK Ojong dahulu.
”Beliau ini orangnya strict, tetapi manusiawi sekali. Itu sangat menarik. Pak Ojong yang nonkonformis manusiawi sekali perhatikan kesejahteraan karyawan,” katanya.
Ia melanjutkan, perhatian pada kesejahteraan karyawan juga dihadirkan dengan menyediakan uang sekolah bagi karyawan yang ingin kuliah, berbagai bonus penghasilan sepanjang tahun, sampai bantuan pembiayaan rumah.
Perhatian itu nyatanya bukan hanya bentuk kepedulian, melainkan juga upaya untuk menjaga integritas karyawannya. Integritas yang dibentuk perusahaan terhadap para karyawan lewat karakter jujur merupakan cerminan karakter seorang PK Ojong.
Integritas
Integritas yang dimiliki PK Ojong muncul dalam kehidupan berkeluarga dan profesional. Putri bungsu PK Ojong, Mariani Ojong, pernah menceritakan bahwa ayahnya kerap mengingatkan pesan soal kejujuran pada hal-hal kecil.
Misalnya, dalam hal uang kembalian belanja di warung Rp 25 hingga kutipan Kitab Suci yang kerap diulang kepada dirinya, yakni ”Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semua akan ditambahkan kepadamu”.
Dalam biografi karya Helen Ishwara, PK Ojong saat menjadi pemimpin redaksi majalah Star Weekly diceritakan pernah mengecam pembagian sekolah dengan kriteria rasial zaman Hindia Belanda yang mengakibatkan pemisahan di antara sesama anggota masyarakat.
Ia menyebut, ”Sekat dan kecurigaan rasial warisan kolonial tersebut membekas hingga era modern”. Kegamblangan yang ia tuangkan dalam banyak publikasi di media itu pun membuat penguasa menghentikan hak penerbitan majalah tersebut.
Kritiknya terhadap ketidakadilan dan korupsi kemudian disalurkan pada harian Kompas yang didirikannya bersama Jakob Oetama. Sepanjang tahun 1966-1971, ia menulis sendiri rubrik Kompasiana hampir setiap hari. Rubrik itu mengangkat berbagai isu, terutama soal hukum dan keadilan yang menjadi tema sentral gagasan Ojong.
Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo dalam artikelnya juga pernah mengutip tulisan PK Ojong dalam rubrik Kompasiana di harian Kompas pada 6 April 1966. Di sana, ia menulis bahwa ”Tugas pers bukanlah untuk menjilat yang berkuasa, tapi justru untuk mengkritik yang sedang berkuasa. Selama beberapa tahun silam ini, pers sudah terlampau banyak menjilat”.
Catatan-catatan sikap PK Ojong tersebut juga disaksikan Jimmy sampai kepergian pria kelahiran 25 Juli 1920 itu pada 1980. Menurut dia, karakter tanpa kompromi yang ditanamkannya relevan hingga saat ini, khususnya di harian Kompas.
”Sangat relevan sekali hingga saat ini. Untuk jadi wartawan Kompas, nomor satu itu integritas, dua integritas, tiga integritas. Lalu, keempat dan seterusnya boleh intelektualitas, boleh tulisan bagus, tapi kalau enggak jujur, ya, out,” tuturnya.
Bentuk penanaman integritas terhadap karyawan Kompas, yang masih berlaku hingga saat ini, seperti melarang wartawan menerima pemberian uang dari narasumber. Lalu, mengutamakan kejujuran dalam mempertahankan karyawan.
”PK Ojong adalah peletak dasar budaya perusahaan di Kompas,” ucapnya.
Integritas yang dimiliki PK Ojong terbukti bukan hanya sebuah kritik dalam bait-bait tulisan jujurnya di media. Karakter itu dibuktikan dengan hal kecil, seperti menyediakan jas hujan bagi karyawannya. Jas hujan mungkin tidak seberapa nilainya, tetapi daya lindungnya mampu membawa ketenangan, keamanan, hingga meningkatkan produktivitas kerja.
Integritas seorang PK Ojong tentunya diharapkan tetap abadi bersama harian Kompas, bahkan melebihi kenangan bersama PK Ojong yang melampaui satu abad lamanya.