Ketika zaman semakin kompleks, pakaian justru menjadi lugas dan sederhana. Perhatian pencinta mode pun kemudian ditarik ke pakaian sederhana dengan kegunaan untuk aktivitas keseharian dan berumur pakai panjang.
Oleh
Mawar Kusuma
·5 menit baca
Ketika zaman semakin kompleks, pakaian justru menjadi lugas dan sederhana. Perhatian pencinta mode pun kemudian ditarik ke pakaian sederhana dengan kegunaan untuk aktivitas keseharian dan berumur pakai panjang. Kesederhanaan berbalut era lampau itu yang disuguhkan beberapa rumah mode kenamaan di Italia.
Rumah mode seperti Gucci, Prada, Zegna, Etro, dan Dolce & Gabbana kembali melongok masa lalu untuk menghadirkan kesederhanaan masa kini di zaman pandemi nan kompleks. Mereka menyuguhkan karya dalam format digital di ajang Milan Digital Fashion Week yang digelar Camera Nazionale della Moda Italiana pada 14-17 Juli lalu.
”Milan Digital Fashion Week merupakan respons dinamis terhadap kompleksitas hari ini. Ini adalah alat yang sangat inspiratif, dirancang untuk mendukung, alih-alih menggantikan, kalender mode fisik yang akan dilanjutkan pada September,” ujar Carlo Capasa, Chairman of Camera Nazionale della Moda Italiana, dalam sambutan yang dimuat di laman CNMI.
Penyuguhan secara virtual dilakukan sungguh-sungguh oleh Gucci dengan video yang menampilkan proses panjang adegan pemotretan mode selama 12 jam yang seluruhnya ditampilkan secara streaming langsung di kanal media sosial ataupun halaman web. Video pemotretan itu ditutup dengan suguhan koleksi bertajuk Epilogue yang bermakna babak akhir dan sekaligus ditampilkan sebagai penutup Milan Digital Fashion Week.
Dalam Epilogue, Direktur Kreatif Gucci Alessandro Michele bereksperimen menyuguhkan proses kreatif tanpa landasan peraga. Semua model yang memperagakan 76 tampilan busana pria dan perempuan itu adalah para desainer Gucci. Nama dan peran mereka lantas dicantumkan dalam label pada setiap foto tampilan.
”Ini merupakan upaya untuk menggunakan mode sebagai ruang, khususnya sebagai laboratorium eksperimental. Mengisahkannya dengan cara ini dan menyajikannya dengan cara ini, kepada pers, ke dunia luar... melepaskan narasi mode dari pertunjukan, dari presentasi itu sendiri,” ujar Alessandro dalam video Epilogue.
Desainer busana pria siap pakai Min Yu Park berperan sebagai model yang mengenakan jaket bunga manik-manik, gaun renda bunga, dan kalung pirus yang cocok dengan tas Jackie-nya. Perancang sulaman Alexandra Muller memodelkan gaun panjang bermotif cetakan bunga berkilau dengan payet bening yang menangkap cahaya.
Berbalut kesederhanaan
Cetakan motif tanaman dalam ukuran besar hingga garis-garis pelangi sebagai motif ini bersumber dari arsip desainer asal Amerika, Ken Scott, yang tinggal di Milan pada tahun 1960-an hingga 1970an.
Siluet seluruh busana terinspirasi kesederhanaan masa lalu, tepatnya era 1970-an. ”Periode pembebasan terbesar yang saya jalani ketika masa kanak-kanak adalah tahun ’70-an, yang benar-benar merupakan tahun keemasan dari label tempat saya bekerja, dan saya terus kembali ke sana karena, bagi saya pribadi, mereka adalah benih perubahan yang sejati,” kata Alessandro di laman Gucci.
Merujuk inspirasi dari masa lampau ini pula, jenis tampilan Epilogue tergolong koleksi yang bakal mengingatkan pada pakaian yang dikenakan seorang pria tua, memori guru matematika, hingga keanggunan seorang nenek yang memakai gaun kemeja.
Gucci juga menekankan bahwa Epilogue bukan koleksi Cruise seperti yang biasanya ditampilkan pada musim ini. Di era pandemi, Gucci mengambil arah berbeda dalam kalender mode. Belum lama ini, Gucci mengumumkan bakal mengubah kalender modenya dari lima kali menjadi hanya dua pergelaran busana selama setahun.
Dalam koleksi musim semi/musim panas dan resor 2021 bertajuk ”The Show That Never Happened”, Prada pun menyuguhkan kesederhanaan. Dalam penjelasan koleksi di laman Prada disebut bahwa koleksi mereka berfokus pada inti sari Prada: bagaimana pakaian dipakai, di mana, dan mengapa?
Karya yang multiinterpretasi disuguhkan Prada dalam lima bab. Perbedaan interpretasi itu diwujudkan dengan penafsiran karya secara bebas oleh lima fotografer berbeda, yaitu Terence Nance, Joanna Piotrowska, Martine Syms, Juergen Teller, dan Willy Vanderperre. Setiap bab menawarkan pernyataan, ideologi kreatif, hingga sudut pandang berbeda tentang Prada.
Fotografer Willy Vanderperre dalam bab I menampilkan koleksi Prada yang jujur dalam gagasan keseragaman. Tampilan busana pria, misalnya, terdiri melulu berupa celana panjang yang dipotong presisi lurus dan kemeja putih bersih. Pakaian perempuan terasa lebih bebas dengan gaun yang dipotong berjenjang dan bergelembung, mantel dengan lengan kelelawar, dan sepatu Mary Jane.
Pada bab IV, kepingan koleksi bernuansa tahun 1960-an difilmkan dengan latar bioskop oleh fotografer Martine Syms. ”Saya pikir pekerjaan kita sebagai perancang busana adalah menciptakan pakaian untuk orang-orang, itu adalah kejujurannya,” kata Miuccia Prada yang muncul sekilas di akhir video.
Tidak sabar
Bagi rumah mode Zegna, koleksi musim panas 2021 menandai peringatan 110 tahun Ermenegildo Zegna. Mereka kemudian kembali ke tempat kelahiran label Zegna, yaitu di kawasan Oasi Zegna.
Koleksi Zegna kali ini terinspirasi oleh kecintaan pada alam dengan model yang memperagakan koleksi dengan bahan ramah lingkungan. Jaket lapangan sporty yang diperagakan model berbahan campuran kain daur ulang dan nilon.
Jika Zegna menampilkan model-model yang berjalan dengan tetap menjaga jarak fisik berlatar alam pegunungan, rumah mode seperti Dolce & Gabbana dan Etro seolah tak sabar dan memilih menyuguhkan koleksinya seperti era sebelum pandemi, yaitu langsung di hadapan para pencinta mode.
Dolce & Gabbana menyelenggarakan peragaan busana di halaman Kampus Universitas Humanitas. Pergelaran sekaligus menjadi ajang penggalangan dana untuk mendukung penelitian ilmiah.
Koleksi busananya dominan warna biru laut yang dikombinasikan dengan kain putih ringan. Setiap tampilan memberi penghormatan pada kreativitas, desain Italia, dan suasana musim liburan di kota kecil Sorrento.
Pergelaran busana dengan dihadiri penikmat mode juga digelar Etro di taman Hotel Four Seasons di Milan, yang kemudian disiarkan secara digital. Koleksinya pun menekankan busana ramah lingkungan. Potongan-potongan unik ini, termasuk celana denim tambal sulam dan jaket yang dibuat dari kain vintage, kemeja yang terbuat dari benang eukaliptus, dan kemeja polo, direalisasikan dalam tekstil khusus yang didaur ulang dari botol plastik.
”Kami ingin menekankan bahwa kami adalah keluarga, bahwa Etro adalah keluarga yang hidup di dunia joie de vivre (kenikmatan menjalani hidup), warna dan nilai positif. Musim ini, kami ingin membawa pakaian nyata di atas panggung untuk orang-orang nyata, menemukan keaslian baru, ” ujar desainer Etro, Kean Etro dan Veronica Etro, di laman Etro.