Kompas, 17 Juli 2020, sangatlah istimewa. Saya menemukan definisi ideal seorang aparatur negara pada sosok Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
Ia mengendarai sepeda ke kantor, lihai menjalankan pemerintahan. Ia telah berkuasa 10 tahun, tetapi tetap hidup sederhana. Masih tinggal di flat yang ia beli setelah selesai kuliah. Jika tak bersepeda, ia ”hanya” mengendarai mobil Saab bekas miliknya. Saat senggang, ia memilih menjadi guru sukarelawan.
Kepribadian yang ceria membuat ia mudah berteman dan membangun koalisi di panggung politik. Ia terbuka, tetapi teguh memegang konsensus di perundingan.
Lagi dan lagi, ini hanya terjadi di negara kecil, tetapi nilai moral, kebangsaan, dan bahkan nilai-nilai dari Pancasila kita sudah mereka amalkan.
Lalu di negara kita bagaimana?
Buka lagi halaman lain. Pada halaman utama ada judul: ”Joko Nyaman di Malaysia”. Buron kasus hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra, itu bisa mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan, datang ke Indonesia dari Malaysia, dan balik lagi tanpa terpantau imigrasi. Bahkan, Polri menerbitkan surat jalan Joko Tjandra ke Pontianak. Belum lagi terhapusnya red notice dan munculnya surat kesehatan yang tertulis sebagai konsultan.
Masih di halaman utama, ada kisah Sofia yang tertunduk sedih jika teringat Aska, putra bungsunya. Sudah dua bulan Sofia mendekam di dalam tahanan karena diduga menjadi buruh tambang liar, sementara pemodal besar yang bisa menggalang puluhan ekskavator tetap bebas.
Pada halaman 3 ada antiklimaks drama reshuffle kabinet karena masyarakat mulai kecewa terhadap kinerja kabinet yang seakan gagap mengatasi persoalan.
Pada halaman 3 juga ada foto kekosongan kursi anggota DPR dalam Rapat Paripurna DPR. Masih soal DPR, pada halaman 8 tampak DPR tak berpihak kepada rakyat dengan gagalnya usulan RUU tentang asisten rumah tangga.
Pada halaman 9 ada kebijakan pemerintah membuka izin ekspor benih bening lobster yang membuat kondisi pembudidaya lobster terjepit.
Sebagai bangsa Indonesia yang berjiwa Pancasila, saya cuma bisa bilang, ”Salam ambyar, bro....”
Djoko Madurianto Sunarto
Jalan Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Mencontoh Australia
Saya menemani saudara membeli mobil bekas di Australia melalui perorangan (bukan dealer mobil). Setelah harga disetujui, serah terima mobil tersebut disertai surat selembar 5 cm x 10 cm tanpa perlu cek nomor mesin dan nomor rangka. Prosesnya sangat cepat. Tidak ada surat STNK dan BPKB.
Esok harinya baru didaftarkan secara daringuntuk asuransi pihak ketiga yang merupakan keharusan. Semua daring, termasuk perpanjangan biaya per tahun.
Di Australia tidak ada orang yang kehilangan kendaraan, berbeda dengan di Indonesia yang persyaratannya berbelit, tetapi tetap saja kasus kehilangan mobil/motor cukup tinggi.
Mungkinkah persyaratan yang berbelit di Indonesia dihilangkan dan proses administrasi berlangsung secara daring?
Halim
Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat
Terganggu Promosi
Sudah beberapa hari saya terganggu oleh telepon, yang berasal dari telemarketing, menawarkan program Proteksi Alodokter.
Saya memang tidak pernah angkat, tetapi telepon dari nomor yang berbeda-beda dengan keterangan yang sama ini sudah mengganggu. Dalam 3-4 hari terus menelepon.
Tolonglah, kalau mau menawarkan produk atau jasa, jangan seperti ini. Tidak semua orang bersedia diganggu.
Kalaupun mau promosi program, bisa lewat notifikasi aplikasi, lewat surel, atau metode lain yang lebih baik.
Rinaldo Maharditama
Cengkareng, Jakarta Barat