Bermain untuk Anak Tak Sekadar Mengisi Waktu Luang
Anak-anak bermain bisa menjadi strategi mengatasi masalah. Banyak hal bisa dimanfaatkan dari proses bermain untuk mendukung tumbuh kembang anak baik fisik dan mental.
Saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 15.00, Fedrick (5) sudah gelisah. Dia sudah mengintip dari celah pagar rumah, menanti panggilan tetangganya, Poldo (8). Setelah sekian lama terkurung di rumah masing-masing akibat pandemi Covid-19, bermain bersama di sekitar rumah menjadi rutinitas sore yang ditunggu-tunggu.
Kode panggilan nama dan bunyi bel sepeda jadi penanda mereka siap bermain. Dengan masker di wajah, kedua anak lelaki ini pun berkeliling kompleks perumahan di kawasan Jakarta Timur dengan sepeda masing-masing. Terkadang juga berlari-lari dan main petak umpet. Tentunya, orangtua ikut mengawasi anak-anak yang bermain.
Anak-anak lain bersama teman sebayanya juga menikmati saat bermain. Berbagai permainan anak atau sekadar berlari-larian memunculkan tawa dan teriakan gembira dari anak-anak. Terkadang ada anak yang bertengkar karena tidak sepakat pada suatu hal atau berebut mainan. Namun, tak lama mereka terlihat bermain bersama-sama lagi tanpa menyisakan rasa marah.
Beda persepsi
Banyak orangtua masih menganggap kegiatan bermain sebagai sesuatu yang hanya membawa kesenangan tanpa manfaat lainnya. Tidak jarang orangtua memandang bermain justru memberikan dampak buruk pada performa anak di sekolah sehingga sering membatasi anak bermain.
Di suatu tayangan video singkat di acara webinar bertajuk #Main Yuk Dari Rumah Bareng Paddle Pop, Rabu (22/7/2020), terlihat orangtua dan anak punya persepsi yang berbeda soal bermain. Saat anak mengisahkan soal bermain, muncul banyak kesan positif, mulai dari merasa gembira, berpetualang, mengeksplorasi, hingga belajar banyak hal. Sebaliknya, orangtua lebih banyak mengisahkan dalam nuansa negatif, anak yang kotor, buang waktu, berbahaya, dan lupa waktu belajar.
Psikolog dan Ketua Ikatan Psikologi Klinis Jakarta Anna Surti Ariani membenarkan masih banyak orangtua berpikir anak-anak maunya terus bermain. ”Orangtua lebih mikir anak jadi kotor, jorok, buang waktu, dan bikin susah orangtua karena banyak bonyok-bonyok di tubuh. Padahal, dari begitu banyak penelitian dan nasihat para ahli, bermain itu bisa memberikan banyak manfaat yang bahkan tidak diajarkan di sekolah, saat anak hanya mengejar nilai akademis,” kata Anna.
Anna memaparkan bermain bisa memperkaya wawasan anak soal mencari solusi masalah. Ketika anak sedang bertengkar dengan temannya ketika bermain, anak bisa punya ide cara mengatasi masalah.
”Dengan bermain, anak juga bisa meningkatkan rasa keberhasilan. Ketika mereka membuat menara tinggi, lalu berikutnya bisa membuat lebih tinggi lagi, anak merasa berhasil. Hal sederhana dari bermain ini bisa meningkatkan rasa percaya diri anak,” ujar Anna.
Oleh karena itu, tambah Anna, bermain jangan dianggap sekadar mengisi waktu luang ketika tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan anak. Sebab, banyak manfaat bermain yang belum dipahami orangtua. Dengan bermain koordinasi motorik kasar (tangan dan kaki) dan halus (jari-jari) anak jadi terlatih.
”Bermain bola melatih motorik kasar. Bermain membuat manik-manik itu mengasah motorik halus. Kalau bermain bersama teman-teman akan mengasah kemampuan sosial,” ujar Anna..
Penelitian menemukan ketika anak bermain justru jadi strategi untuk mengatasi masalah. Jadi, banyak hal bisa dimanfaatkan dari proses bermain untuk mendukung tumbuh kembang anak baik fisik dan mental.
Melihat kenyataan orangtua yang masih belum sepenuhnya positif mendukung anak bermain, ujar Memoria Dwi Prasita selaku Head of Marketing Ice Cream, Unilever Indonesia, mengatakan, pihaknya menjadikan momentum Hari Anak Nasional 2020 dengan mengampanyekan #Main Yuk Dari Rumah. ”Kami kembali mengajak orangtua untuk memahami pentingnya bermain bagi tumbuh kembang anak sehingga dapat membebaskan anak bermain dan meluangkan waktu untuk bermain bersama anak,” ujar Memoria.
Memoria mengatakan, Paddle Pop telah menginspirasi imajinasi anak-anak lewat berbagai cerita petualangan dan film animasi. Pihaknya percaya bahwa segala sesuatu yang baik dapat dimulai dengan bermain.
”Kami ingin meluruskan mitos dan mengingatkan kembali bahwa bermain membantu anak-anak mendapatkan pengalaman dan mengembangkan kecerdasan majemuk mereka. Tidak hanya membuat mereka bersenang-senang atau hanya mengisi waktu luang saja. Kami ingin mengajak orangtua Indonesia membiarkan anak bermain dan meluangkan waktu bermain bersama anak,” kata Memoria.
Konsep bermain
Anna memaparkan, terdapat tiga konsep penting seputar dunia bermain anak. Mainan, yaitu alat yang digunakan, bisa merupakan hasil karya anak. Lalu, permainan, yaitu aktivitas yang diciptakan, bisa membutuhkan mainan ataupun tanpa mainan. Dan, bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan dan memberikan banyak manfaat bagi anak.
”Yang betul-betul memberikan manfaat buat anak bukanlah mainan atau permainan, tetapi proses bermain yang dilakukan anak. Orangtua bisa membantu anak untuk menciptakan mainan, mengusulkan permainan yang akan dilakukan, dan bermain bersama anak. Dengan demikian, anak bisa mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar untuk mengoptimalkan tumbuh kembangnya,” kata Anna.
Anna melanjutkan apa gunanya mainan mahal kalau hanya bisa dilihat. Atau orangtua tahu ada permainan canggih, tetapi anak tidak mau. ”Jadi yang betul memberi manfaat ya proses bermain yang dilakukan anak. Bermain efektif kalau ada orang lain terlibat seperti orangtua,” kata Anna.
Menurut Anna, bermain bermanfaat bagi anak dan orangtua. Sebagai orangtua jadi bisa membantu anak untuk merasa aman bersama keluarga, yang jadi fondasi yang penting bagi anak.
Ide bermain
Ketika manfaat bermain sudah dipahami, para orangtua tetap masih kebingungan. Apalagi di masa anak-anak bersekolah dari rumah dan terbatas bermain di luar rumah, kreativitas bermain pun dibutuhkan.
”Cari ide bermain dengan anak supaya tidak bosan bagaimana ya. Dalam situasi yang pembatasan sosial begini kan, bermain lebih banyak di rumah saja,” ujar Ibu Niken.
Putri Indonesia 2004 Artika Sari Devi mengatakan, di tengah penerapan sekolah virtual dan anak disarankan untuk tetap di rumah, waktu bermain semakin penting. Tidak hanya sebagai momen istirahat anak di sela-sela sekolah virtual, tetapi juga pengganti manfaat bermain yang biasa mereka dapatkan ketika di sekolah, seperti kreativitas, pembangunan karakter, dan kemampuan bersosialisasi.
”Apalagi sekolah virtual telah menuntut anak selalu on screen, sehingga bermain menjadi momen tepat untuk mengurangi screen time anak. Jadi, saya dan Mas Baim sangat membebaskan anak bermain, bahkan kami yang menginisiasi waktu bermain yang berkualitas bersama anak”, ujar Artika, ibu dari Abbey (10) dan Zoey (7).
Artika mengatakan, orangtua perlu mengatur jadwal anak seperti waktu istirahat, bermain, belajar, berkumpul bersama, dan lainnya dengan proporsi yang cukup. Orangtua bisa mengajak anak bermain dengan do it yourself (DIY) menggunakan barang bekas yang ada di rumah hingga bermain peran. ”Hindari bermain gadget. Kami bebaskan mereka mau bermain apa saja karena dengan bermain saya paham ada manfaat yang mereka dapatkan,” ujar Artika.
Artika menambahkan, saat bermain, apa pun bisa menjadi stimulus kreativitas, termasuk jajanan. Anak bisa diajarkan soal bentuk, rasa, atau warna dari jajanan sehat anak.
Artika berbagi pengalaman soal anak-anaknya di rumah yang tercetus ide memanfaatkan bekas stik es krim. Anak-anaknya membuat puppet atau wayang dari kreasi lukisan yang ditempelkan di bekas es stik es krim. ”Kakak punya ide untuk buat puppet brokoli dari bekas es stik krim. Dia memakainya untuk mengajarkan adiknya agar senang makan sayur. Saya malah jadi terharu,” kisah Artika.
Menurut Anna, orangtua lebih baik membiasakan anak bebas mengemukakan ide bermain yang diinginkan. ”Tapi pada saat anak-anak bosan parah dan mager, sering kali mereka enggak ada ide. Saat itu, kita bisa memberikan bantuan agar mereka bisa mengeluarkan ide. Caranya, dengan bertanya dan mendengarkan jawaban anak-anak. Nah, anak pun merasa didengarkan dan diterima orangtua. Jadi hubungan orangtua-anak lebih baik,” ujar Anna.
Dalam proses bermain, ternyata juga bisa dilakukan sambil belajar. Sebagai contoh bekas stik es krim digunakan Anna untuk membantu anak belajar pengelompokan mahluk hidup herbivora, karnovora, dan omnivora. Di stik es krim dituliskan nama berbagai binatang, lalu disebar. Anak-anak disuruh mencari hewan sesuai kelompoknya.
”Anak-anak jadi bergerak, mereka senang. Terus, mereka jadi lebih mudah nama hewan sesuai kelompoknya. Nah, ini kan membuktikan belajar juga bisa sambil bermain. Anak-anak happy dan lebih mudah paham,” kata Anna.