Sejumlah Obat Timbulkan Harapan Besar Melawan Covid-19
›
Sejumlah Obat Timbulkan...
Iklan
Sejumlah Obat Timbulkan Harapan Besar Melawan Covid-19
Para ilmuwan bekerja keras untuk meneliti dan menguji berbagai obat untuk mengatasi Covid-19. Sejauh mana kemajuan yang dicapai?
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·3 menit baca
Lebih dari 150 jenis obat sedang diteliti di sejumlah negara terkait efektivitasnya terhadap virus penyebab Covid-19. Obat-obatan itu merupakan obat lama yang sebelumnya digunakan untuk terapi penyakit lain. Sejumlah obat menunjukkan potensi yang menimbulkan harapan besar.
Menurut BBC, 22 Juli 2020, Inggris melaksanakan uji klinis terbesar di dunia yang disebut Recovery dengan melibatkan lebih dari 12.000 pasien. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjalankan uji Solidaritas (Solidarity trial) di sejumlah negara untuk menilai efektivitas obat yang dianggap potensial. Selain itu, sejumlah perusahaan farmasi melakukan uji untuk produk obat mereka.
Dari berbagai obat yang diuji, baru satu yang terbukti menyelamatkan nyawa, yakni deksametason. Obat kortikosteroid itu telah digunakan bertahun-tahun untuk mengatasi peradangan dan sejumlah kondisi, seperti autoimun dan alergi. Obat ini termasuk yang diuji klinis dalam Recovery di Inggris.
Sebuah siaran pers menyatakan, pemberian dosis rendah deksametason menurunkan angka kematian pada 2.104 pasien yang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19 dibandingkan 4.321 pasien yang tidak mendapatkan obat tersebut.
Deksametason sangat membantu pasien yang sedang dirawat dengan ventilator (35 persen penurunan kematian), atau yang memerlukan tambahan oksigen (20 persen penurunan kematian). Namun, obat ini tidak bermanfaat bagi pasien Covid-19 yang tidak berat.
Remdesivir
Obat yang paling maju dalam uji klinis untuk mengatasi Covid-19 adalah remdesivir. Menurut laman Goodrx, 15 Juli 2020, obat baru antivirus yang diberikan secara intravena ini belum disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat. Namun, telah diberi otorisasi untuk penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) pada 1 Mei lalu sehingga lebih mudah diakses.
Obat ini menunjukkan efektivitas terhadap virus penyebab SARS, MERS, serta ebola pada sel dan binatang percobaan. Pada penelitian di laboratorium (di cawan petri dan tabung percobaan), remdesivir mampu mencegah sel manusia dari infeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Hasi awal dari uji terhadap 1.063 pasien menunjukkan, mereka yang mendapat remdesivir sembuh lebih cepat (11 hari) dibanding yang mendapat plasebo (15 hari). Angka kematian pada kelompok remdesivir hanya 7 persen dibanding plasebo (12 persen).
Obat ini bermanfaat bagi pasien dengan Covid-19 yang parah. Namun, para peneliti menyatakan, pengobatan dengan remdesivir saja tidak cukup mengingat angka kematian masih tinggi.
Fierce Pharma, 28 Juli 2020, memberitakan, Kanada juga memberikan izin bersyarat bagi remdesivir untuk mengobati pasien Covid-19 yang parah. Demikian pula Singapura, Jepang, serta sejumlah negara lain.
Hasil awal menunjukkan, interferon mencegah pasien menjadi parah.
Sementara itu, interferon beta, obat seperti protein yang diproduksi tubuh untuk meredam peradangan, juga diuji klinis. Obat yang dulu digunakan sebagai obat multiple sclerosis ini diberikan dalam bentuk aerosol atau uap kepada pasien Covid-19. Hasil awal menunjukkan, interferon mencegah pasien menjadi parah.
Obat lain yang sedang diuji klinis adalah hidroksikhlorokuin dan khlorokuin, azitromisin, plasma konvalens, tocilizumab, Kaletra (lopinavir/ritonavir), Tamiflu (oseltamivir), Avigan (favipiravir), dan obat antiviral lain, serta colchicine, obat antiradang yang daya kerjanya mirip tocilizumab.
Meski demikian, sejauh ini belum ada obat yang mendapat persetujuan secara resmi untuk dipakai sebagai obat Covid-19. Karena itu, protokol kesehatan harus tetap dilaksanakan secara disiplin.