Dalam kondisi harus tinggal bersama di rumah selama beberapa bulan ini, ternyata banyak pasangan yang makin sering bertengkar. Terasa sekali perlunya memperhatikan komunikasi yang lebih berkualitas dengan orang terdekat
Oleh
AGUSTINE DWIPUTRI
·5 menit baca
Dalam kondisi harus tinggal bersama di rumah selama beberapa bulan ini, ternyata banyak pasangan yang makin sering bertengkar. Terasa sekali perlunya memperhatikan komunikasi yang lebih berkualitas dengan orang terdekat saat ini. Apa saja yang perlu dicermati?
Banyaknya masalah yang terjadi dalam relasi dengan pasangan ternyata benar-benar merupakan suatu lingkaran berulang yang tidak jelas intinya. Sebagai contoh kasus yang terjadi pada Bayu dan Tatik. Mereka terus bertengkar tentang berbagai hal. Bayu sering mengomel, bahkan cenderung berteriak kasar melihat piring kotor di dapur atau pakaian yang belum disetrika. Ia menuduh Tatik terlalu sibuk sendiri, tidak mengurus rumah dengan benar.
Tatik kemudian menangis, mendiamkan Bayu beberapa hari. Ada pola melingkar, yakni ternyata sebenarnya Bayu merasa diabaikan, yang mendorong kemarahannya; Tatik merasa diremehkan dan tidak terima dengan serangan kata kasar dari Bayu, yang membuatnya makin menarik diri. Demikian lingkaran tak berhenti, padahal mereka terpaksa terus bertemu di rumah sepanjang hari. Kondisi ini tentunya perlu segera diatasi.
Lingkaran disfungsional
Menurut Robert Taibbi (2020), banyak pasangan yang terus bertengkar selama bertahun-tahun, berulang-ulang, memiliki akar/inti yang sama, tetapi tidak disadari, menggerakkan berbagai pola kebutuhan dan reaksi yang saling bertentangan. Lingkaran pertengkaran yang bersifat disfungsional ini harus dapat diputus agar relasi terjalin secara lebih baik. Untuk itu, pasangan perlu mengidentifikasi dan menemukan akar masalah maupun pola disfungsional dalam hubungan mereka masing-masing.
Berikut empat langkah yang dianjurkan Taibbi.
1. Identifikasi kebutuhan inti/utama Anda
Ini mudah, cukup langsung tanyakan kepada diri sendiri apa yang paling hilang dari hubungan Anda atau hal apa yang lebih Anda butuhkan. Bagi Bayu, ternyata perlu perhatian verbal dan fisik; bagi Tatik, merasa aman dengan berkurangnya kemarahan pasangan.
2. Identifikasi apa yang Anda lakukan untuk mengatasi ketika kebutuhan itu tidak terpenuhi
Bayu awalnya mencoba menahan perasaan diabaikan, tetapi akhirnya meledak. Tatik, yang telah belajar mengatasi dengan selalu berhati-hati bertindak, cenderung menarik diri; dan ketika serangan Bayu yang tak terhindarkan datang, ia makin menarik diri dan diam.
3. Gunakan reaksi pihak lain untuk mengidentifikasi lingkaran
Bayu perlu menyadari bahwa ledakan amarahnya tidak produktif, hanya membuat Tatik lebih menarik diri dan tidak dapat melihat dan memahami apa yang sesungguhnya dibutuhkan Bayu. Tatik mengakui bahwa sementara dia terus menangis dan menarik diri yang mungkin melindunginya, justru membuat Bayu merasa tidak dicintai dan diabaikan sehingga memicu kemarahannya.
4. Tentukan dua hal yang paling perlu diubah untuk memutus siklus
Agar tidak memicu Tatik, Bayu perlu mengendalikan amarahnya dan sebaliknya membantu Tatik memahami apa yang dibutuhkan darinya dengan cara yang tenang sebelum sakit hatinya terbentuk. Dengan melakukan ini, Tatik dapat merasa aman, santai, dan mudah-mudahan melangkah maju dan berfokus pada apa yang dibutuhkan Bayu.
Jadi, berhentilah mempermasalahkan piring dan pakaian kotor. Namun, cobalah berfokus pada pola relasi yang lebih besar.
Di samping itu, perlu juga dicermati bagaimana proses pertengkaran terjadi. Nancy Dreyfus, PsyD, psikoterapis untuk pasangan dengan pengalaman lebih dari dua dekade (2011), mengatakan, saat terjadi pertengkaran tidak mudah menahan diri untuk menyakiti hati pasangan dengan mengeluarkan berbagai ucapan.
Di tengah pertengkaran, seseorang biasanya terlalu sibuk memikirkan pernyataan selanjutnya sehingga tidak mendengar tawaran perdamaian dari lawan bicaranya. Pesan verbal acap kali tidak dihargai sebagai suatu ketulusan karena nada sengit yang digunakan. Nada suara dan bahasa tubuh yang terdengar dan tampil bisa membuat pihak yang tersinggung mengabaikan pesan damai yang disampaikan.
Rasanya sangat tidak mengenakkan saat kita terjebak dalam suatu percakapan yang berujung pertengkaran dengan orang yang kita kasihi. Nada suara mulai meninggi, kemarahan memuncak, kata-kata menyakitkan pun mulai bertebaran. Dalam situasi genting seperti ini, kita kadang kala sulit menemukan kata-kata pamungkas yang dapat menenangkan hati dan meredam pertengkaran. Padahal, kunci penting untuk memperbaiki keretakan hubungan adalah meningkatkan kepekaan.
Pernyataan tertulis
Pada saat semacam ini, menurut Nancy Dreyfus, pernyataan tertulis tampaknya dapat dimanfaatkan. Format visual dari pernyataan tertulis membuat lebih mudah diterima dan dihargai. Pengirim pesan berani mengalahkan keengganan untuk menjadi pihak pertama yang ”menyerah”. Pernyataan tertulis berupa kalimat bertuah juga sedikit mengurangi ketakutan akan tidak didengar atau dianggap serius. Justru dapat lebih ditangkap sebagai bentuk ketulusan dan dirasakan sangat pribadi. Pernyataan tertulis memiliki kekuatan untuk mengekspresikan apa yang diharapkan dapat kita katakan kepada orang yang kita cintai, tetapi dalam pertengkaran sengit kita tidak dapat menemukan kata atau nada yang tepat untuk menyampaikannya.
Dia menyusun buku berisi lembar petunjuk untuk kehidupan nyata berupa berbagai pesan yang jujur dan tidak defensif. Kalimat bertuah ini secara perlahan akan mengubah interaksi yang buruk dan mengarah langsung ke inti terciptanya koneksi. Salah satu pihak memutuskan untuk mengubah arah pertengkaran yang tengah terjadi, dari isi pertengkaran seperti piring kotor dan hal remeh lainnya ke konteks pertengkaran.
Di sini hubungan diuji, bagaimana cara memperlakukan satu sama lain pada saat-saat tersebut. Pengirim pesan menawarkan dua hal penting untuk meredakan pertengkaran, yaitu memberi dan menerima sebagai landasan dari cinta.
Saya kutipkan sembilan tujuan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan pasangan, berikut contoh kalimat bertuahnya. Berbagai kalimat bertuah lainnya dapat dilihat dalam buku Nancy Dreyfus (2011) yang terkenal, berjudul Talk to Me Like I’m Someone You Love.
I. Mengubah Haluan: ”Aku tak tahu harus berbuat apa sekarang, selain memberi tahumu bahwa aku sangat terluka. Aku tahu kamu pun begitu. Aku tak ingin kita bertengkar.”
II. Menetapkan Batasan: ”Bicaralah kepadaku layaknya aku orang yang kamu cintai.”
III. Merasa Rentan: ”Aku takut sekali saat menyadari betapa berbedanya sudut pandang kita. Aku takut jika aku minta maaf, kamu akan menganggap semua ini kesalahanku.”
IV. Bertanggung Jawab: ”Aku tahu kemarahanku merusak dan aku sudah sangat menyakitimu.”
V. Memberi Informasi: ”Rasanya aku selalu salah di hadapanmu. Aku tahu aku agak menutup diri saat ini, aku janji akan kembali seperti dulu lagi.”
VI. Meminta Penjelasan: ”Apa yang bisa kukatakan agar kamu merasa dimengerti?”
VII. Meminta Maaf: ”Aku tahu sudah sangat menyakitimu. Apa yang dapat kulakukan agar kamu memercayaiku lagi?”
VIII. Mencintai: ”Aku mencintaimu dan aku tidak tahan melihatmu sangat tidak bahagia.”
IX. Berbaikan: ”Aku merasa sangat tidak enak mengenai apa yang telah terjadi. Bisakah kita berbaikan saja?”