Saya mengalami kecelakaan lalu lintas tujuh tahun yang lalu. Lengan kanan saya harus diamputasi. Sungguh berat bagi saya yang waktu itu baru berumur 32 tahun dan jenjang karier saya sedang menanjak di suatu perusahaan
Oleh
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
·5 menit baca
Saya mengalami kecelakaan lalu lintas tujuh tahun yang lalu. Lengan kanan saya harus diamputasi. Sungguh berat bagi saya yang waktu itu baru berumur 32 tahun dan jenjang karier saya sedang menanjak di suatu perusahaan swasta. Atasan saya menganjurkan saya agar tidak menjadi pegawai, tetapi sebaiknya berbisnis. Semula saya merasa bahwa beliau tak lagi memerlukan tenaga saya, tetapi kemudian saya menyadari bahwa saya lebih leluasa mengatur waktu dan kegiatan sewaktu menjadi pebisnis.
Pengalaman menjadi karyawan ternyata bermanfaat untuk membangun bisnis saya yang bergerak di bidang penyediaan sayuran yang bermutu untuk restoran dan hotel berbintang. Saya sebenarnya lebih banyak menghubungkan produsen dengan pembeli. Namun, saya harus menjamin suplai sayuran yang dibutuhkan jangan sampai putus. Keuntungan yang diperoleh lumayan karena harga beli mereka cukup bagus. Saya hanya menjaga semua berjalan dengan lancar.
Setelah tiga tahun berbisnis, penghasilan saya sudah jauh melampaui gaji saya dulu. Bahkan, saya mempunyai lima karyawan yang membantu di bidang administrasi keuangan, pengumpulan sayur, serta pengantaran sayur. Saya sendiri tidak banyak lagi terlibat. Saya hanya mencoba mengembangkan bisnis dengan mencari pelanggan baru. Waktu luang saya gunakan untuk kerja sosial, terutama bersama sesama teman-teman disabilitas fisik. Saya semula hanya membantu, tetapi lama-kelamaan terlibat jauh, bahkan sekarang menjadi salah satu pengurus di sebuah cabang.
Selama aktif di perhimpunan disabilitas, saya merasakan banyak penyempurnaan yang perlu diadakan. Pertama adalah pendataan. Jumlah penyandang disabilitas, menurut WHO, dapat mencapai 15 dari setiap 100 orang. Namun, pendataan di negeri kita menunjukkan angka yang masih amat kecil. Masih banyak disabilitas yang belum terdata. Kepedulian dan layanan publik terhadap disabilitas masih amat kurang. Perhatian masyarakat maupun pemerintah masih minim. Bahkan, sikap bahwa disabilitas perlu dikasihani masih kuat.
Kami sudah berusaha untuk menunjukkan bahwa kami mampu mandiri. Namun, kami belum mendapat dukungan untuk melaksanakan kemandirian tersebut baik dukungan peraturan, infrastruktur, maupun ajakan berpartisipasi. Transportasi umum dapat menjadi contoh bagaimana pengelola belum memikirkan kepentingan penyandang disabilitas fisik. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan untuk disabilitas juga masih belum sepenuhnya memenuhi harapan.
Saya merasa senang konferensi pers tim gugus tugas Covid sudah melengkapi informasi dengan bahasa isyarat. Namun, masih banyak jenis disabilitas lain yang memerlukan penyampaian informasi yang khusus. Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia hampir sama banyaknya dengan jumlah pemilih partai besar. Namun, suara mereka belum terdengar nyaring. Bahkan, mereka jarang diikutsertakan dalam musyawarah dan pengambilan keputusan dalam layanan publik, termasuk layanan kesehatan.
Kami amat berharap penyandang disabilitas di Indonesia mampu berkontribusi dalam membangun negeri ini. Berilah ruang dan kesempatan bagi disabilitas untuk mengembangkan produktivitasnya. Mohon penjelasan Dokter bagaimana kebijakan kalangan kesehatan terhadap layanan disabilitas di Indonesia. Terima kasih.
M di J
Wah, Anda mengangkat topik yang penting. Memang jumlah penyandang disabilitas di setiap negara menurut WHO berkisar 10-15 persen. Jika 10 persen saja, berarti sudah 27 juta saudara kita disabilitas. Memang sebagian besar masyarakat beranggapan disabilitas harus dikasihani dan ditolong. Padahal, mereka ingin berkembang dan mandiri. Hanya untuk mengerjakan sesuatu mereka kerjakan dengan cara berbeda dari penyandang bukan disabilitas.
Kelompok tunanetra tak dapat membaca teks biasa, tetapi mereka dapat membaca huruf Braille. Kelompok tunarungu tak dapat mendengar, tetapi mereka dapat menerima informasi melalui bahasa isyarat. Kita cukup banyak melihat para disabilitas yang mandiri, bahkan sukses seperti Anda. Bahkan, jika kita menonton paralimpik, pencapaian atlet disabilitas dapat melebihi non-disabilitas.
Kita sudah mempunyai UU tentang disabilitas. Pemerintah telah memperhatikan warga disabilitas. Hak-hak mereka dihormati dan seharusnya juga dipenuhi. Salah satu peraturan yang harus kita patuhi adalah hak disabilitas untuk mendapat pekerjaan dan berusaha. Memang dalam situasi pencari kerja yang melimpah dan lapangan kerja yang terbatas, pemilik usaha cenderung mencari tenaga kerja yang kompetitif. Namun, hendaknya jangan sampai melupakan hak saudara-saudara kita untuk memperoleh pekerjaan.
Kelompok disabilitas juga mempunyai hak-hak kesehatan. Mereka berhak atas informasi dan berkomunikasi sesuai dengan keadaan mereka. Informasi kesehatan harus dapat menembus hambatan-hambatan yang dipunyai oleh saudara kita kelompok disabilitas.
Sering kita dalam memberikan informasi kesehatan kurang mempertimbangkan kelompok disabilitas yang baru mendapat akses dengan cara mereka. Kita harus memperhatikan kelompok disabilitas baik kelompok disabilitas fisik maupun intelektual. Sumber daya kesehatan juga harus didistribusikan secara merata.
Kelompok disabilitas juga perlu diberi kesempatan untuk memilih layanan kesehatan serta ikut memutuskan tindakan diagnosis serta terapi untuk diri mereka. Mereka berhak memperoleh alat bantu kesehatan yang diperlukan agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Pemerintah pusat atau daerah harus menjamin fasilitas kesehatan terbuka dan dapat diakses kelompok disabilitas.
Khusus pencegahan Covid-19, saya rasa juga ada perhatian khusus untuk kelompok disabilitas. Kelompok disabilitas berisiko tertular Covid-19 apabila tak memahami cara melindungi diri dari penularan Covid-19. Mereka juga harus mampu melaksanakan upaya perlindungan diri seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, serta menghindari kerumunan orang.
Sebagian disabilitas memerlukan pendamping saat di luar rumah, misalnya pendorong kursi roda. Di era pandemi ini mungkin saja pendamping tidak bisa datang sehingga perlu dicarikan pengganti agar dia dapat melakukan kegiatan yang diperlukannya.
Sekolah khusus untuk para disabilitas juga ditutup. Jika diwajibkan belajar dari rumah, harus dicarikan jalan agar siswa disabilitas dapat belajar dengan baik. Mungkin diperlukan alat bantu khusus untuk dapat menjamin berlangsungnya proses belajar-mengajar jarak jauh ini. Pembelajaran jarak jauh mungkin juga memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas karena mereka tak perlu menggunakan transportasi yang kadang-kadang menjadi hambatan. Namun, juga harus diperhatikan alat bantu yang akan digunakan dalam proses belajar dari rumah.
Untuk dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah, maka teman-teman disabilitas harus memperkuat barisan. Menyamakan tujuan dan secara terorganisasi melakukan kegiatan dan advokasi. Saya percaya suara 27 juta orang disabilitas jika diungkapkan dengan jelas akan didengar oleh masyarakat dan pemerintah.
Organisasi disabilitas juga harus meningkatkan kegiatan di bidang bisnis dan kesejahteraan. Teman-teman yang sudah berhasil di bidang bisnis dapat berbagi pengalaman agar lebih banyak disabilitas yang berhasil berbisnis. Komunitas disabilitas merupakan komunitas yang besar dan pasar yang besar pula. Komunitas dapat menentukan kebijakan yang meningkatkan kesejahteraan para disabilitas di seluruh Indonesia. Dengan demikian, saudara-saudara kita disabilitas dapat ikut membangun negeri ini. Semoga Anda tetap sehat dan produktif.