Dari situasi dan kondisi apa pun, termasuk dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, temukanlah sensasi bermain. Pemain musik tradisional Sunda, Dewi Kanti (45), memiliki resep itu.
Oleh
NAWA TUNGGAL
·2 menit baca
Dari situasi dan kondisi apa pun, termasuk dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, temukanlah sensasi bermain. Pemain musik tradisional Sunda, Dewi Kanti (45), memiliki resep itu.
”Karena pandemi Covid-19 ini masih takut keluar rumah, saya bermain-main dengan musik gamelan yang ada di paseban,” kata Dewi Kanti, yang tinggal di Paseban Tri Panca Tunggal di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, Kamis (30/7/2020).
Paseban itu tempat tinggal sesepuh penghayat Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusuma. Dewi Kanti merupakan salah satu putri Pangeran Djatikusuma.
”Ketika memasuki peralihan ke musim kemarau seperti sekarang ini, di luar rumah banyak yang bermain layang-layang. Teringat di masa kecil dulu, saya itu tomboi sekali dan suka bermain layang-layang,” ujar Dewi Kanti.
Ketika ingin menerbangkan layang-layang, sampai-sampai Dewi Kanti naik
ke lantai dua paseban. Ia menyebutnya loteng paseban. Dewi Kanti merasakan
sensasi ketika terus mengulur benang dan layang-layang terus membubung
tinggi.
”Di situlah sensasi bermain layang-layang saya temukan dan terkenang sampai sekarang,” ujar Dewi Kanti, yang belakangan disibukkan menerima banyak tamu akibat bangunan bakal makam untuk ayahandanya ditolak sebagian warga dan disegel satuan polisi pamong praja setempat.
”Penolakan itu karena cara pandang yang berbeda. Tetapi, persoalannya lebih jauh dari itu, karena kita mulai kehilangan akar tradisi dan jati diri kita,” ujar Dewi.
Mempertahankan akar tradisi dan jati diri ini mungkin saja seperti sensasi yang ditemukan Dewi Kanti saat bermain. Namun, ia membutuhkan ketahanan batin yang luar biasa untuk menghadapi konflik sosial yang lebih luas dan terbuka.
”Semoga kami terus kuat untuk bertahan,” ujar Dewi Kanti.