Enggan Merencanakan Wisata karena Pandemi Covid-19
›
Enggan Merencanakan Wisata...
Iklan
Enggan Merencanakan Wisata karena Pandemi Covid-19
Banyak orang enggan berwisata di tengah ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 berakhir. Kalaupun ada, sebagian orang lebih memilih berlibur ke lokasi sekitar tempat tinggal atau mengunjungi kerabat.
Oleh
Budiawan Sidik A (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Gambaran demikian terungkap dari hasil jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan akhir Juni lalu. Lebih kurang 64 persen responden belum memikirkan rencana untuk berwisata atau berlibur seandainya pandemi Covid-19 sudah berakhir. Sementara itu, sekitar 34 persen responden lainnya mengaku mempunyai kerinduan bertamasya pascapandemi berakhir nanti.
Dari semua responden yang berencana liburan tersebut, sekitar 13 persen berencana untuk berlibur atau berwisata di dalam kota saja. Sementara lebih kurang seperlima responden yang lain yang merencanakan tamasya mengaku sudah rindu untuk melakukan perjalanan keluar dari kota tempat tinggalnya. Hanya sedikit sekali responden yang berencana liburan ke luar negeri, yakni tidak sampai 1 persen.
Tidak sedikit juga responden yang merindukan suasana berlibur atau beriwsata di alam terbuka. Hampir separuh responden berminat mengunjungi kawasan alam.
Namun, ada hal yang menarik dari pendapat sekitar seperlima responden yang merencanakan berwisata atau berlibur ke luar kota sesudah pandemi berakhir. Mereka memilih tujuan di luar kota karena bermaksud mudik. Ada 20,7 persen responden yang merencanakan berlibur atau berwisata ke luar kota memilih untuk pulang ke kampung halaman.
Hal ini sangat bisa dipahami karena pada tahun ini aktivitas mudik Lebaran dilarang pemerintah. Pada masa Lebaran beberapa waktu berselang, banyak juga warga perantau yang akhirnya menunda kepulangannya mereka ke tanah kelahiran.
Manakala pandemi berangsur surut dan pemerintah melonggarkan aturan pembatasan sosial, pilihan untuk pulang kampung banyak dilakukan masyarakat. Terutama masyarakat migran yang menetap di kota-kota besar.
Jumlah penularan virus Covid-19 di Indonesia yang sudah menyentuh angka 100.000 jiwa dan penambahan kasus baru per hari mencapai ribuan orang menyebabkan aspek kesehatan menjadi prioritas utama. Pun halnya dengan sektor pariwisata, sebagian masyarakat Indonesia sadar bahwa memutus mata rantai penularan korona adalah melalui kepatuhan pada aturan kesehatan.
Oleh sebab itu, ketika merencanakan akan berwisata, mayoritas masyarakat (lebih dari 80 persen responden) sadar untuk mendahulukan aturan protokol kesehatan dari pemerintah. Patuh mengenakaan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, sesering mungkin mencuci tangan, dan juga menjaga kesehatan serta kebersihan pribadi menjadi prioritas utama.
Tingginya kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan ini merupakan modal penting dalam memulai segala aktivitas tatanan hidup baru. Tidak hanya di bidang pariwisata semata, tetapi juga di sektor-sektor lainnya yang lebih luas. Disiplin kesehatan kini menjadi syarat utama dalam berkegiatan. Kenyamanan, biaya, akomodasi, dan sebagainya bukan prioritas utama lagi untuk sementara ini. Terpenting adalah keamanan dari sisi kesehatan.
Dalam bidang pariwisata, kondisi tersebut disikapi oleh sejumlah pelaku wisata dengan mematuhi protokol kesehatan. Misalnya saja, sejumlah obyek wisata unggulan, seperti di Candi Borobudur dan Prambanan, membatasi jumlah kunjungan wisatawan maksimal 50 persen dari kapasitasnya. Semua pengunjung harus memesan tiket jauh hari dengan pembayaran non-tunai.
Selain itu, pengelola obyek wisata tersebut juga melakukan monitoring kesehatan wisatawan, mewajibkan semua pengunjungnya menjaga kebersihan diri, dan juga bermasker. Para petugas di lokawisata ini sesering mungkin melakukan disinfeksi di sejumlah titik demi mencegah penularan virus korona.
Upaya-upaya mendisiplinkan protokol kesehatan ini juga berlaku umum di hampir semua obyek wisata di seluruh Indonesia. Maka, tak berlebihan jika lebih dari dua pertiga responden yakin bahwa penyelenggara wisata mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah. Hanya saja, para pengelola wisata dihadapkan pada tantangan dari para wisatawan untuk selalu menerapkan dispilin dan patuh pada pedoman pencegahan penularan Covid-19 saat berwisata.
Para pengelola wisata dihadapkan pada tantangan dari para wisatawan untuk selalu menerapkan dispilin dan patuh pada pedoman pencegahan penularan Covid-19 saat berwisata.
Dalam konteks tersebut, responden justru lebih percaya bahwa penyelenggara wisata lebih menaati protokol kesehatan ketimbang para wisatawan. Hal ini terungkap dari sikap terbelah responden menanggapi ketaatan masyarakat menjalankan protokol kesehatan di tempat wisata. Separuh lebih (52,7 persen) responden menyangsikan ketaatan wisatawan dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19, sementara sekitar 44 persen responden lainnya berpendapat sebaliknya.
Tak bisa dimungkiri, suasana tamasya yang menyenangkan rentan membuat sebagian pengunjung terlena dan akhirnya mengabaikan pada aturan pencegahan Covid-19. Padahal, tempat wisata demikian sangat berpotensi menjadi tempat penyebaran virus secara masif karena menjadi titik konsentrasi massa dalam jumlah banyak dan dari berbagai tempat.
Bagaimanapun, aktivitas berwisata di masa pandemi ini akan berjalan aman dan nyaman dengan ketegasan dan kepatuhan semua pihak. Protokol kesehatan wajib dijalankan tanpa kecuali mulai dari penyelenggara obyek wisata, pemerintah, hingga masyarakat sendiri.