Joko Tjandra Jalani Vonis Sekaligus Diperiksa sebagai Saksi Surat Jalan Palsu
›
Joko Tjandra Jalani Vonis...
Iklan
Joko Tjandra Jalani Vonis Sekaligus Diperiksa sebagai Saksi Surat Jalan Palsu
Joko Tjandra telah menjadi warga binaan LP Salemba Cabang Rutan Bareskrim. Dia ditempatkan di sana guna memudahkan pemeriksaan terkait dugaan pembuatan surat jalan palsu dengan tersangka Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penahanan terhadap Joko Tjandra, buron cessie Bank Bali dilakukan dalam konteks pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap terpidana. Joko Tjandra kini berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Joko Tjandra yang ditangkap di Malaysia dan dibawa kembali ke Tanah Air diserahkan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ke Kejaksaan, Jumat (31/7/2020) malam. Ia dieksekusi untuk menjalankan vonis yang telah dijatuhkan MA, yaitu 2 tahun penjara.
Kuasa hukum Joko Tjandra, Otto Hasibuan, menyampaikan, penahanan kliennya, Joko Tjandra, oleh Kejaksaan Agung tidak sah. Pandangan ini muncul salah satunya karena dalam amar putusan Joko pada 2009 tidak memuat perintah penahanan terhadap Joko.
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Senin (3/8/2020), mengatakan, yang dilakukan jaksa adalah pelaksanaan eksekusi terhadap putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009. Amar putusan tersebut, antara lain, menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra terbukti bersalah dan dia dinyatakan dijatuhkan pidana 2 tahun penjara.
”Hal ini tentu berbeda dengan pengertian penahanan, yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya menurut undang-undang,” kata Hari.
Hari mengatakan, dengan putusan PK yang telah berkekuatan hukum tetap, setelah terpidana ditangkap, jaksa kemudian melaksanakan eksekusi pada Jumat, 31 Juli 2020. Berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor Print-693/M.1.14/fd.1/05/2020 tanggal 20 Mei 2020, eksekusi dilakukan dengan cara memasukkan terpidana ke Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Pusat.
Menurut Hari, dengan telah dilaksanakannya eksekusi tersebut, tugas jaksa eksekutor telah selesai. Adapun penempatan terpidana menjalani pidananya telah menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Sementara untuk eksekusi uang Rp 546 miliar yang dirampas untuk negara telah dilaksanakan jaksa tahun 2009.
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, sejak 31 Juli, Joko Tjandra telah menjadi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Salemba Cabang Rutan Bareskrim. Dengan demikian, status Joko bukanlah tahanan penyidik.
”Ditempatkan di Rutan Bareskrim Polri agar mempermudah pemeriksaan yang bersangkutan terkait kasus surat jalan palsu dan kemungkinan adanya kasus lain, termasuk dugaan aliran dana dalam kasus JST tersebut. Pada intinya mempermudah, mendekatkan dengan penyidik,” kata Awi.
Terkait dengan kasus dugaan pembuatan surat jalan palsu dengan tersangka Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, kata Awi, Joko telah diperiksa sebagai saksi. Dalam kasus tersebut, Joko Tjandra menunjuk Otto Hasibuan sebagai kuasa hukum meski sampai saat ini penyidik belum melihat surat kuasa hukum tersebut.
Masih terkait dengan kasus dugaan pembuatan surat jalan palsu, lanjut Awi, penyidik akan memanggil tersangka lain, yakni Anita Kolopaking yang merupakan pengacara Joko dalam pengajuan PK di PN Jakarta Selatan. Dijadwalkan Anita akan diperiksa Selasa (4/8/2020) pagi di Bareskrim.
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat pemanggilan kedua untuk Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu dengan Joko Tjandra di Malaysia. Pemanggilan kedua dijadwalkan dilakukan pada Rabu.
Menurut Barita, Komisi Kejaksaan bermaksud mengklarifikasi dan mendengarkan penjelasan langsung dari jaksa tersebut. Sementara yang bersangkutan dapat memberikan penjelasan, termasuk pembelaan, terkait dengan dugaan pertemuannya dengan Joko Tjandra di Malaysia.
”Masalahnya bukan hanya terletak pada persoalan pergi ke luar negeri, yang terpenting adalah bertemu dengan terpidana buron. Maka, kami ingin penjelasan yang clear dari yang bersangkutan,” kata Barita.
Selain klarifikasi dari jaksa, lanjut Barita, Komisi Kejaksaan juga masih menunggu laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung. LHP itu menjadi bahan analisis Komisi Kejaksaan untuk memberikan jawaban terhadap pengaduan masyarakat yang masuk ke Komisi Kejaksaan.