Lagi, Satu Meninggal dari Kluster Keluarga di Kota Bogor
›
Lagi, Satu Meninggal dari...
Iklan
Lagi, Satu Meninggal dari Kluster Keluarga di Kota Bogor
Kasus kematian di kluster keluarga di Kota Bogor terus bertambah. Ketidakpatuhan pada protokol kesehatan mengancam keluarga.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Setelah kasus meninggalnya ayah dan anak dari kluster keluarga Pasir Mulya, satu pasien lagi meninggal dari kluster keluarga Bantarjati, Kota Bogor. Disiplin pada protokol kesehatan sangat penting di tengah pelonggaran berbagai aktivitas yang meningkatkan risiko penularan virus Covid-19.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, dari kluster keluarga Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, satu dari delapan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 meninggal setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Azra dan Rumah Sakit Umum Daerah Bogor pada Minggu (2/8/2020).
”Setelah ayah dan anak meninggal dari kluster keluarga Pasir Mulya, kini satu lagi ayah dari kluster keluarga Bantarjati meninggal dunia. Hasil tes usap, total delapan orang di keluarga itu positif karena ada kontak erat. Mereka dalam perawatan saat ini,” kata Dedie, Senin (3/8/2020).
Dedie mengatakan, pasien dirawat sekitar empat hari di RS Azra dalam kondisi koma sebelum akhirnya dirawat ke RSUD Bogor selama empat hari. Dari hasil pemeriksaan, pasien mengalami fase akhir akut respiratory distractsyndrome atau gagal napas karena Covid-19
Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor menduga, awal kasus berawal dari resepsi ngunduh mantu di restoran milik pasien yang meninggal tersebut pada 5 Juli 2020. Pemilik restoran itu diduga tertular Covid-19 dari orang yang menghadiri acara tersebut.
”Dari informasi yang tim kumpulkan, kami tanya, ternyata keluarga itu sebelumnya mengadakan ngunduh mantu di restoran. Beberapa hari kemudian pemiliknya sakit dan dinyatakan positif setelah dites usap pada 21 Juli 2020. Kami masih melacak. Sementara ada 17 orang yang kontak erat dengan keluarga itu,” tutur Dedie.
Kasus tersebut menambah jumlah kasus kluster keluarga di Kota Bogor. Seperti diberitakan sebelumnya, tidak hanya kluster keluarga Bantarjati, penyebaran Covid-19 dari kluster keluarga juga terjadi di Semplak dengan total 14 kasus. Ini menjadi kluster keluarga tertinggi.
”Kluster Semplak awalnya 3 kasus bertambah menjadi 11 kasus. Enam di antaranya merupakan warga Kabupaten Bogor. Kemudian, kluster keluarga Rimba Mulya bertambah satu orang menjadi tujuh kasus. Kluster ini mengakibatkan ayah dan anak meninggal dunia,” tutur Dedie.
Sementara kluster keluarga Cimanggu City dari semula berjumlah 3 orang bertambah 1 orang menjadi 4 kasus.
”Kasus kluster di kota Bogor cukup tinggi. Kita tak bisa meremehkan pandemi Covid-19 dan jangan abai. Kita jaga keluarga dengan patuh protokol kesehatan. Ketidakpatuhan kita akan berdampak buruk untuk keluarga dan sekitarnya,” lanjut Dedie.
Selain kluster keluarga, ada penambahan delapan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dari imported case atau penularan dari luar, Sabtu (1/8/7/2020). Tim Gugus Tugas saat ini masih memetakan dan melacak penularan dari luar tersebut dari mana.
Penambahan kasus juga terjadi di kluster fasilitas kesehatan, yakni sebanyak sepuluh orang pada Jumat (31/7/2020). ”Terjadi ledakan pemaparan (Covid-19) di RS Azra dengan enam orang positif Covid-19, sedangkan empat warga Kabupaten Bogor. Mereka yang terpapar terdiri dari security, penerima tamu, dan petugas parkir. Saat ini kami masih melacak,” kata Dedie.
Delapan rumah sakit rujukan di Kota Bogor memang memiliki risiko tinggi penularan. Tidak hanya di dalam ruang perawatan atau ruang operasi, tetapi juga di kantin, parkir, ruang tunggu, dan wilayah keseluruhan rumah sakit memiliki tingkat risiko yang sama.
”Perlu ada antisipasi dini di seluruh area rumah sakit, termasuk tempat parkir juga. Ini jadi catatan bahwa antisipasi dini sangat penting ketika masuk area rumah sakit. Dari mulai masuk hingga ruang perawatan harus steril. Ini sangat berisiko dalam kondisi sekarang, terutama ada pelonggaran-pelonggaran. Inilah konsekuensi dari pelonggaran, oleh karena itu kepatuhan ketat protokol kesehatan,” tutur Dedie.
Terkait kluster fasilitas kesehatan, saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Jawa Barat untuk mengambil tindakan atau rekomendasi operasional rumah sakit.
Aktif dan jujur
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengajak masyarakat untuk saling terlibat aktif lebih dalam memerangi pandemi Covid-19 setelah muncul kluster keluarga, kluster fasilitas kesehatan, serta tingkat penularan dari luar yang masih tinggi.
Menurut Bima, kluster itu disebabkan sejumlah faktor, seperti sikap egois dan ketidakjujuran saat proses pemeriksaan. Terlebih, ada ancaman persebaran Covid-19 melalui orang tanpa gejala (OTG).
”OTG itu berbahaya sekali, ada Covid-19, tapi mereka masih jalan-jalan. Memegang orang, tetapi kalo orangnya punya komorbit (penyakit penyerta), bisa meninggal. Jadi jangan egois,” ujarnya.
Bima menyatakan akan terus mengupayakan deteksi dini melalui tes usap secara massif. Sampai saat ini, sekitar 7.000 warga sudah melakukan tes usap. ”Target kami 8.000 akan segera terlampaui, bisa lebih. Keluarga di es usap, perkantoran dites usap, orang keluar kota dites usap,” ucapnya.
Bima mengatakan, pelonggaran aktivitas pada masa pandemi Covid-19 tak terelakan karena dampak ekonomi yang begitu memukul semua lapisan masyarakat. Kebijakan pelonggaran perlu diambil mengingat penaganan Covid-19 masih panjang dan diprediksi hingga pertengahan 2021.
Namun, pelonggaran ini bukan berarti pelonggaran terhadap protokol kesehatan. Jika tidak ada kesadaran bersama untuk patuh protokol kesehatan, pandemi Covid-19 sulit reda dan untuk mencapai zona hijau akan sulit. Jika ini terjadi, situasi ke depan tentu akan semakin sulit.
Tilang masker di Depok
Sejak 23 Juli 2020, Pemerintah Kota Depok mengumpulkan sekitar Rp 20 juta dari hasil operasi Gerakan Depok Bermasker sebagai upaya kepatuhan ptotokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19. Warga yang terjaring razia mendapat saksi administrasi Rp 50.000.
Kepala Satuan Pamong Praja Kota Depok Lienda Ratnanurdianny mengatakan, mereka mengumpulkan sekitar Rp 20 juta. Uang hasil razia tersebut langsung masuk kas Pemkot Depok
”Ada 1.759 pelanggaran, sebanyak 417 orang diberi sanksi teguran lisan, 471 orang diberi teguran tertulis, 468 orang memilih membayar denda, dan 403 orang memilih sanksi sosial,” kata Lienda.