Tujuh tahun bekerja sebagai tenaga pemasaran, Achmad Syaugie (38) memutuskan berhenti demi menjadi pembuat konten. Jalan itu mengantarnya mencintai ondel-ondel Betawi.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Impian berkarya sebagai pembuat konten mengantar Achmad Syaugie (38) sukses mengenalkan budaya Betawi di media sosial. Dia ikut berjuang menjaga eksistensi ondel-ondel di tengah kekayaan ragam budaya. Menjaga kemurnian ondel-ondel artinya menjaga identitas Jakarta.
Di masa kecil hingga perguruan tinggi, lelaki yang akrab disapa Yogie itu lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar tentang agama. Situasi itu tidak terlepas dari ketokohan ayahnya sebagai ulama yang memiliki pondok pesantren, aktif berceramah, dan mengajar di sejumlah tempat. Yogie kecil tak jauh berbeda dengan remaja seusianya yang tak begitu tertarik mengenal kebudayaan tradisional, termasuk budaya sendiri, budaya Betawi.
Sikap itu masih terus berlangsung hingga ia bekerja sebagai tenaga pemasaran di salah satu perusahan properti di Jakarta pada 2010. Tujuh tahun bekerja di perusahan itu, pemuda Betawi itu memutuskan berhenti sebagai tenaga pemasaran setelah berdiskusi dan mendapat dukungan dari sang istri. Tujuannya sederhana, yakni fokus mengembangkan kanal media sosial demi sukses menjadi Youtuber. Kini, dia dikenal lewat kanal Vidio Unik. Di kanal tersebut, dia mengenalkan ondel-ondel dengan video-video yang menarik.
”Akun saya waktu itu baru (memiliki) sekitar 50.000 pengikut. Pendapatan dari Youtube tidak ada artinya dengan gaji saya sebagai tenaga pemasaran,” katanya, Kamis (23/7/2020), di Jakarta.
Keputusan penting pada 2017 itu tak hanya mengubah statusnya sebagai salah satu Youtuber sukses dengan jumlah sekitar 781.000 pengikut. Sebab, memilih jalan sebagai Youtuber membawa dia ke asalnya sebagai orang Betawi yang ikut memiliki tanggung jawab moral menjaga onde-ondel.
Konten yang diunggah ke akun media sosialnya pada awalnya tak berkarakter. Hal apa pun yang menarik ia bagikan dengan harapan banyak peminatnya. Namun, pada suatu waktu, saat ia ke Setu Babakan, Jakarta Selatan, keponakannya tampak bahagia bermain dan menyentuh ondel-ondel yang ada di sana.
Yogie merekam momen itu dan membagikannya ke kanal Youtube. Video itu rupanya mendapat respons baik dari pengguna media sosial karena banyak penonton. Menyadari potensi itu, ia konsisten untuk terus mencari konten yang berkaitan dengan aktivitas kesenian atau pentas ondel-ondel. Tempat paling mudah menemukan atraksi ondel-ondel saat itu ada pada hari Minggu, ketika pelaksanaan hari bebas kendaraan bermotor.
”Waktu itu, saya juga belum paham ondel-ondel Betawi yang sesuai pakemnya itu seperti apa. Jadi, tiap kali ada pentas, apa pun bentuk ondel-ondelnya saya rekam,” katanya.
Rutinitas itu perlahan membuat Yogie menyukai dan mencintai ondel-ondel. Tak sekadar membuat konten, Yogie pun mulai aktif berdiskusi dengan seniman-seniman Betawi untuk semakin dalam mengenal ondel-ondel. Berbagai diskusi yang sering ia ikuti membuka cakrawalanya dalam memahami ondel-ondel Betawi.
Atraksi ondel-ondel yang sering ditemui di jalanan Ibu Kota dinilai merusak tatanan nilai Betawi. Ondel-ondel jalanan yang dimanfaatkan sejumlah warga untuk meraup penghasilan dengan mengamen sejatinya bukan gambaran ondel-ondel kebudayaan Betawi.
Ondel-ondel jalanan itu dinilai mengabaikan pakem ondel-ondel Betawi dan melunturkan kesakralan serta nilai luhur dari ondel-ondel. Gambaran jati diri ondel-ondel Betawi selalu ditampilkan berpasangan, dihias dengan rapi, dan dalam atraksinya selalu diiringi musik khas Betawi.
”(Dari) Keseharian saya bertemu tokoh-tokoh Betawi dan teman-teman sanggar, mulai timbul rasa cinta. Akhirnya muncul ide untuk merapikan dan membina teman-teman sanggar di DKI Jakarta. Tujuannya agar lebih terorganisasi, terprogram, dan terarah,” ucapnya.
Niat baik itu kemudian disampaikan Yogie kepada pegiat seni ondel-ondel untuk membentuk komunitas. Gagasan itu disambut positif pegiat seni ondel-ondel. Yogie pun dipercaya sebagai Ketua Komunitas Ondel-ondel DKI Jakarta sejak 2018. Anggota sanggar yang tergabung dalam komunitas itu hingga saat ini sebanyak 22 sanggar dengan jumlah anggota aktif lebih dari 300 orang.
Mengemban amanah sebagai Ketua Komunitas Ondel-Ondel DKI Jakarta, Yogie aktif membangun relasi dengan banyak pihak, termasuk Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, untuk mengenalkan komunitasnya. Dukungan luar biasa dari Dinas Kebudayaan membantu akses komunitas itu dalam mendapatkan kesempatan pentas. Undangan untuk tampil di berbagai acara, mulai dari festival hingga karnaval, mengalir deras. Beberapa panggung besar, baik di tingkat nasional maupun di DKI Jakarta, yang berhasil ditembus komunitas itu adalah Pekan Raya Jakarta dan Jakarnaval.
Kampanye budaya
Selain membina sanggar ondel-ondel, Yogie pun terus aktif mengampanyekan ondel-ondel Betawi sesuai pakemnya di akun Youtube. Sebagai bagian dari edukasi, ia hanya mengunggah video ondel-ondel yang digelar berpasangan serta didandani dengan rapi dan cantik. Pentas ondel-ondel juga tak cukup hanya dengan musik Mp3, tetapi dilengkapi dengan alat musik tehyan, gong, dan kenong.
”Fenomena ondel-ondel ngamen tidak sesuai pakem sudah sangat menjamur di setiap sudut Ibu Kota. Tampilan ondel-ondel yang hanya satu, kondisinya memprihatinkan, lusuh, dan sering mengganggu arus lalu lintas, itu juga dilarang Pemerintah DKI Jakarta,” ujarnya.
Di Youtube, kata Yogie, penonton kanal Vidio Unik banyak berasal dari anak kecil. Hal ini menjadi momentum untuk mengenalkan ondel-ondel yang sesungguhnya kepada generasi penerus bangsa yang kian dekat dengan kehidupan digital.
Yogie pun dalam perjalanannya menghimpun sejumlah pegiat media sosial yang tertarik membuat konten tentang ondel-ondel. Jumlah anggotanya kini mencapai 28 orang.
”Saya bertemu mereka saat buat video di setiap pentas ondel-ondel. Kami kemudian saling mengenal, bertukar informasi, dan berbagi pengalaman tentang cara membuat konten ondel-ondel yang baik dan yang bisa menarik penonton,” tuturnya.
(Dari) Keseharian saya bertemu tokoh-tokoh Betawi dan teman-teman sanggar, mulai timbul rasa cinta. Akhirnya muncul ide untuk merapikan dan membina teman-teman sanggar di DKI Jakarta. Tujuannya agar lebih terorganisasi, terprogram, dan terarah.
Mereka kemudian bergabung dalam sebuah grup Whatsapp untuk berbagi informasi tentang pentas seni ondel-ondel dan sama-sama belajar membuat video yang layak dan menarik. Mereka juga sering bertemu untuk berdiskusi mengenai berbagai hal, termasuk sejarah, nilai, dan pesan di balik ondel-ondel.
Achmad Syaugie
Lahir: Jakarta, 25 Februari 1982
Istri: Siti Fatimah
Orangtua
Ayah: H Dzikrullah Rodjali
Ibu: Hj Sukmayatie
Pendidikan:
- TK Kartini, Jakarta Barat (1988)
- SDN 02 Pagi, Grogol Utara, Jakarta Selatan (1994)
- MTsN Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat (1997)
- MAN 4 Jakarta, Pondok Pinang, Jakarta Selatan (2000)