Houston Rockets menebar ancaman bagi tim-tim NBA lewat revolusi permainan barunya. Harden dan rekan-rekannya tampil menawan meski tanpa seorang ”center” murni. Tak ayal, mereka bak tim ”kurcaci” di NBA saat ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
ORLANDO, SENIN — Tinggi badan bukan faktor utama dalam permainan basket. Prinsip itu ditunjukkan Houston Rockets pada kelanjutan NBA musim ini. Skuad ”kurcaci” asuhan pelatih Mike D’Antoni itu menjadi ancaman bagi lawan-lawannya.
Rockets telah menelan dua korban, yaitu kuda hitam Dallas Mavericks, dan tim dengan rekor terbaik di liga, Milwaukee Bucks. Keduanya dikalahkan James Harden dan rekan-rekan hanya dalam rentang dua hari.
Di laga itu, tidak ada pemain berposisi center di skuad utama Rockets. Mereka tampil dengan rata-rata tinggi hanya 1,96 meter. Pemain paling tinggi dalam tim itu adalah Robert Convington (2,01 meter). Jangankan untuk posisi center, tinggi pemain itu bahkan ada di bawah standar power forward.
Kemenangan Rockets atas Bucks, 120-116, kemarin, di Orlando, membuktikan bahwa tinggi badan bukanlah hal utama dalam basket. Dalam hal rebound, Rockets memang kalah hampir dua kali lipat dari catatan Bucks, yaitu 36 kali berbanding 65 kali.
Meski begitu, kekalahan dalam rebound itu tidak terlepas dari revolusi permainan menyerang Rockets yang memprioritaskan lemparan tiga angka. Saat menyerang, kelima pemain mereka hampir selalu berada di area luar. Situasi ini membuat mereka kesulitan menghasilkan offensive rebound, tetapi di sisi lain bisa memperbanyak opsi lemparan tiga angka.
D’Antoni berkata, strategi ini menyesuaikan kondisi karena mereka tidak memiliki center setelah Clint Capela ditukar dengan Covington pada Februari lalu. ”Ini hebat, tetapi satu-satunya rencana yang kami miliki. Kami harus bisa terus melaju dengan gaya ini,” ucapnya.
Gaya ini sangat cocok dengan kelebihan skuad Rockets dalam tiga angka, terutama Harden. Terbukti 67 persen atau 61 dari total 91 lemparan mereka berasal dari tiga angka ketika melawan Bucks. Jumlah lemparan tiga angka Rockets itu hampir dua kali lipat lebih banyak dari milik Bucks (35).
Sementara itu, pemain yang berada di area luar membuat pertahanan lawan tidak terpusat ke dalam. Hal itu menguntungkan guard Rockets, seperti Harden dan Russel Westbrook, yang punya kelebihan di duel satu lawan satu. Mereka bisa menerebos menuju keranjang lawan lebih mudah.
Itulah alasan kami melakukan ini (taktik tanpa center murni) karena akan membuka ruang bagi Harden dan Westbrook. Mereka bisa menerobos atau menciptakan peluang tiga angka.
”Itulah alasan kami melakukan ini (taktik tanpa center murni) karena akan membuka ruang bagi Harden dan Westbrook. Mereka bisa menerobos atau menciptakan peluang tiga angka. Rotasi bola dan lemparan jauh menjadi pilihan kami,” lanjut D’Antoni.
Subsidi agresivitas
Dari sisi bertahan, kekurangan tinggi tubuh bisa disubsidi dengan agresivitas pemain. Agresivitas Rockets terbukti efektif memancing kesalahan lawan, baik Mavericks maupun Bucks. Kedua tim itu masing-masing melakukan lebih dari 20 kali turnover. Sementara itu, Rockets melakukan tidak lebih dari 10 kali turnover.
D’Antoni melihat peluang untuk mengeksploitasi kekuatan menyerang timnya yang punya rekor kedua terbaik di NBA, selain tim ini juga hanya memiliki satu center, Tyson Chandler (37). Kualitas Chandler di bawah rata-rata karena sudah termakan usia.
Menurut Harden, skuad kurcaci ini sangat cocok bagi timnya. ”Kami bisa memaksimalkan kemampuan sebagai salah satu tim terbaik dalam serangan. Untuk bertahan, jika kami bisa solid di akhir pertandingan, saya rasa akan sulit bagi tim lain mengalahkan kami. Sejauh ini, semua berjalan sangat baik,” tutur pemain yang membuat 49 poin saat melawan Mavericks tersebut.
Bak perjudian
Gaya bermain ini bisa diibaratkan sebagai perjudian. Akurasi tembakan pemain, terutama tiga angka, harus terjaga karena mereka jarang mendapat kesempatan kedua dari offensive rebound. Dalam bertahan, mereka belum teruji melawan tim ”raksasa” dengan kekuatan di area dalam, seperti LA Lakers.
Namun, D’Antoni tidak punya pilihan lain. Musim ini merupakan perjudian terakhirnya. Dalam empat tahun kepemimpinannya, Rockets selalu masuk play off. Akan tetapi, mereka tidak pernah mencapai Final NBA. Jika gagal lagi mempersembahkan gelar kepada Houston, pelatih berusia 69 tahun itu kemungkinan besar akan digantikan.
Rockets, yang sudah memastikan diri ke play off, pun mengancam tim unggulan di Wilayah Barat, seperti Lakers dan Clippers. James Harden dan rekan-rekan bisa merusak final wilayah ideal yang diprediksi menciptakan duel derbi LA.
Pelatih Bucks Mike Budenholzer menilai, Harden bisa menjadi faktor X bagi Rockets dengan gaya terbarunya. Pemain dengan berewok tebal itu semakin sulit dijaga. ”Harden pemain hebat. Kami menghabiskan banyak waktu untuk bisa mencari cara bagaimana mempersulitnya. Itu mempersulit ketika bertemu tim dengan gaya unik (seperti Rockets),” ujarnya.
Skuad kurcaci sebelumnya pernah sukses ditampilkan Golden State Warriors dalam era bersama Kevin Durant. Mereka menurunkan skuad utama tanpa center murni. Hasilnya sangat efektif, yaitu meraih dua gelar juara NBA.
Namun, bedanya dengan Rockets, Warriros punya Durant yang cukup tinggi (2,08 meter) dan jangkauan tangan yang panjang. Durant bersama dua forward lain, Draymon Green dan Andre Iguodala, cukup untuk mengganti peran pemain center. Di sisi lain, kekurangan tinggi badan bisa diakali karena mereka punya duet penembak paling andal sepanjang sejarah NBA, Stephen Curry dan Klay Thompson. (AP)