Jangan Ambil Risiko, Perjalanan Dinas Rentan Disalahgunakan
›
Jangan Ambil Risiko,...
Iklan
Jangan Ambil Risiko, Perjalanan Dinas Rentan Disalahgunakan
Pencabutan larangan perjalanan dinas rentan disalahgunakan. Tahun lalu, BPK menemukan penyimpangan realisasi perjalanan dinas senilai Rp 102,75 miliar dan 444 dollar AS pada 43 kementerian/ lembaga.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencabutan larangan perjalanan dinas yang didorong untuk menggerakkan roda perekonomian justru rentan disalahgunakan. Anggaran perjalanan dinas sebaiknya direalokasikan untuk program pemerintah berbasis padat karya yang mempunyai dampak berganda lebih besar.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan realisasi perjalanan dinas dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun anggaran 2019. Penyimpangan belanja perjalanan dinas ditemukan dalam mata uang rupiah dan dollar AS, yaitu Rp 102,75 miliar dan 444 dollar AS pada 43 kementerian/ lembaga.
Dalam LKPP 2019, penyimpangan perjalanan dinas berupa belum adanya bukti pertanggungjawaban senilai Rp 20,25 miliar, belum sesuai dengan ketentuan/kelebihan pembayaran Rp 15,93 miliar dan 444 dollar AS, harga tiket tidak sesuai dengan sebenarnya Rp 9,5 miliar, perjalanan dinas rangkap Rp 196,44 juta, perjalanan dinas fiktif Rp 715,23 juta, serta penyimpangan belanja dinas lainnya Rp 56,16 miliar.
Anggota III BPK, Achsanul Qosasi, yang dihubungi Kompas pada Senin (3/8/2020), mengatakan, penyimpangan realisasi perjalanan dinas terjadi setiap tahun, tak tertutup kemungkinan juga terjadi pada masa pandemi. Modus penyimpangan anggaran umumnya perjalanan ganda, fiktif, atau dialokasikan, tetapi tidak berangkat, dan lebih lama dari surat perintah perjalanan dinas (SPPD).
”Penyimpangan anggaran perjalanan dinas juga kerap berupa pertanggungjawaban yang melebihi hak seharusnya, terutama untuk biaya hotel dan pesawat,” kata Achsanul.
Pekan lalu, pemerintah telah mencabut larangan bepergian atau pergerakan aparatur sipil negara (ASN) melalui Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 64 Tahun 2020. Surat edaran yang ditandatangani 13 Juli 2020 ini berlaku untuk seluruh ASN di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam regulasi tersebut, perjalanan dinas dapat dilakukan dengan memperhatikan peraturan dan atau kebijakan pemerintah daerah asal dan tujuan perjalanan, serta menerapkan protokol kesehatan. ASN dapat melaksanakan perjalanan dinas dalam rangka mencapai target kinerja dan atau sasaran kinerjanya. Perjalanan dinas harus disetujui oleh atasan.
Menurut Achsanul, penyimpangan anggaran perjalanan dinas kerap melibatkan atasan. Mereka mengaitkan perjalanan dinas dengan indikator kinerja pegawai dan kinerja atasan untuk kenaikan pangkat atau promosi. BPK tidak punya kewenangan eksekutif untuk mengatasi lobi-lobi di internal kementerian/lembaga.
”Penyimpangan perjalanan dinas terjadi setiap tahun dan (modusnya) berulang seperti itu. Bagaimanapun, penyimpangan harus diungkap karena merupakan pelanggaran,” ujar Achsanul.
Sejauh ini, rekomendasi temuan BPK sebatas mengembalikan sebesar nominal penyimpangan belanja perjalanan dinas yang dilakukan ASN. BPK tidak berwenang mengubah skema perjalanan dinas karena tanggung jawab eksekutif.
Evaluasi perjalanan dinas
Menanggapi temuan BPK, Direktur Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, evaluasi atas temuan penyimpangan perjalanan dinas merupakan tanggung jawab setiap kementerian/lembaga. Evaluasi dilakukan berdasarkan temuan masalah. Kemenkeu hanya bertugas mengalokasikan anggaran.
Realisasi perjalanan dinas pemerintah dari hasil audit BPK terus meningkat. Belanja perjalanan dinas dalam negeri naik dari Rp 39,49 triliun pada 2018 menjadi Rp 41,16 triliun pada 2019. Adapun realisasi belanja dinas luar negeri naik dari Rp 3,19 triliun menjadi Rp 3,54 triliun.
Tahun ini, alokasi anggaran perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri sebesar Rp 43,1 triliun. Jumlah anggaran itu turun dari Rp 49,9 triliun dalam UU APBN 2020. Perjalanan dinas menjadi salah satu pos anggaran yang terus dipangkas.
”Realisasi anggaran perjalanan dinas akan sesuai dengan pagu,” kata Askolani.
Sebelumnya, Kemenkeu memangkas anggaran kementerian/lembaga untuk merespons biaya penanganan Covid-19 yang cukup besar dan risiko penurunan pendapatan negara. Pemangkasan belanja dilakukan pada belanja modal, belanja barang, belanja pegawai, serta menunda beberapa belanja program strategis nasional.
Tahun ini, alokasi anggaran perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri sebesar Rp 43,1 triliun.
Penghematan belanja barang, antara lain untuk barang non-operasional (honor, bahan, dan alat tulis kantor), perjalanan dinas, serta paket rapat di luar kantor. Pemanfaatan hasil efisiensi untuk penguatan reformasi birokrasi, termasuk sinkronisasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat, jangan sampai perjalanan dinas dijadikan celah oleh pemerintah daerah untuk menggenjot belanja. Realisasi belanja pemerintah seharusnya diutamakan untuk bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan bantuan dunia usaha.
”Penyerapan anggaran tidak selalu identik dengan belanja yang sifatnya mobilitas fisik,” kata Robert.
Ketimbang digunakan untuk perjalanan dinas, anggaran lebih baik untuk program padat karya. Saat ini, program padat karya lebih dibutuhkan untuk memutar roda ekonomi daerah serta mengatasi lonjakan penganggur akibat pandemi Covid-19. Program padat karya bisa berupa pembangunan infrastruktur atau pembinaan usaha.
Pemerintah Indonesia memproyeksikan kenaikan jumlah penganggur akibat Covid-19 berkisar 2,92 juta-5,23 juta orang dan jumlah penduduk miskin naik 1,16 juta-3,78 juta orang.