Permintaan Melonjak, Harga Sawit di Sumsel Merangkak Naik
›
Permintaan Melonjak, Harga...
Iklan
Permintaan Melonjak, Harga Sawit di Sumsel Merangkak Naik
Dalam dua minggu terakhir, harga komoditas kelapa sawit di Sumatera Selatan merangkak naik. Lonjakan harga ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan kelapa sawit di tengah terbatasnya hasil sawit.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam dua minggu terakhir, harga komoditas kelapa sawit di Sumatera Selatan merangkak naik. Tren positif ini terjadi karena meningkatnya permintaan kelapa sawit di tengah terbatasnya hasil sawit. Hal ini juga dipengaruhi mulai diproduksinya bahan bakar solar berbasis sawit D-100 di Kilang Dumai, Riau.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian, Selasa (4/8/2020), mengatakan, dalam dua minggu terakhir, kenaikan harga sawit mulai terasa. Per Selasa ini, harga tandan buah segar (TBS) menyentuh angka Rp 1.600 per kilogram (kg), sementara harga minyak sawit mentah (CPO) sudah mencapai Rp 8.100 per kg.
Jumlah ini jauh lebih baik dibandingkan dengan harga Mei lalu, yakni Rp 1.400 per kg untuk TBS dan Rp 7.200 per kg untuk CPO. Namun, angka ini belum menyentuh posisi terbaik seperti pada Januari 2020 sebelum pandemi Covid-19 melanda. Saat itu harga TBS menyentuh angka Rp 2.000 per kg dan harga CPO Rp 9.500 per kg. ”Namun, ini sudah menunjukkan tren positif,” ucapnya.
Ini sudah menunjukkan tren positif. (Rudi Arpian)
Rudi menyebutkan, kenaikan harga itu disebabkan oleh meningkatnya permintaan sawit setelah dibukanya keran impor di sejumlah negara pasar, seperti China, sebagian negara Eropa, dan India.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumsel, nilai ekspor CPO dan turunannya di Sumsel pada Juni 2020 mencapai 15,33 juta dollar AS atau meningkat dibandingkan dengan bulan Mei yang hanya 2,31 juta dollar AS. Adapun sepanjang Januari-Juni 2020, total ekspor CPO dan turunannya di Sumsel mencapai 49,75 juta dollar AS atau meningkat dibandingkan dengan periode Januari-Juni 2019, yakni 28,28 juta dollar AS.
Di sisi lain, produksi sawit di sektor hulu menurun signifikan, yakni sekitar 40 persen. Penurunan produksi ini disebabkan oleh musim kemarau panjang pada 2019. ”Alhasil, ketika permintaan bertambah, tetapi produksi menurun sehingga terjadi kenaikan harga di pasar,” ujar Rudi.
Di Sumsel, ungkap Rudi, ada 10 perusahaan sawit yang berperan dalam penentuan harga TBS. Untuk harga sawit pada Agustus ini akan ditetapkan pada 7 Agustus mendatang. ”Semoga harganya bisa lebih baik lagi,” ucapnya. Saat ini perusahaan sedang menawarkan harga terbaik sehingga petani mau menjual sawitnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Selatan Alex Sugiarto berujar, harga kelapa sawit menunjukkan tren kenaikan walau masih bersifat fluktuatif. ”Harga sawit kadang naik kadang turun,” ujarnya.
Kenaikan harga sawit ini, menurut Alex, dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya meningkatnya konsumsi dalam negeri karena berproduksinya bahan bakar nabati D-100 atau solar menggunakan produk turunan kelapa sawit di Kilang Dumai Pertamina, Riau. Kapasitas kilang mencapai 1.000 barel per hari.
Adapun konsumsi sawit di Indonesia pada periode Januari-Mei 2020 sekitar 7,3 juta ton atau naik 3,6 persen dari periode yang sama tahun lalu. Secara nasional, papar Alex, produksi CPO dan minyak inti sawit (PKO) Indonesia pada periode Januari-Mei 2020 mencapai 19 juta ton, turun sekitar 14 persen dibandingkan dengan produksi pada periode Januari-Mei 2019.
Sementara volume ekspor CPO pada Januari-Mei 2020 sebesar 12,7 juta ton atau turun 13,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Walau volume ekspor turun, nilai ekspor Indonesia naik dari 7,9 miliar dollar AS menjadi 8,4 miliar dollar AS. ”Kontribusi Sumsel sekitar 10 persen dari capaian nasional tersebut,” ucapnya.
Selain itu, lonjakan harga sawit ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya harga komoditas minyak nabati lain, seperti kedelai dan biji bunga matahari, yang menyebabkan sejumlah negara beralih ke minyak kelapa sawit. Alex berharap kenaikan harga ini dapat terus berlanjut sehingga memberikan nilai tambah bagi petani.
Menaikkan daya beli
Kepala Kantor Bank Indonesia Wilayah Sumatera Selatan Hari Widodo mengutarakan, perbaikan harga komoditas ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat di Sumsel. Seperti diketahui, konsumsi masyarakat masih menjadi penyokong pertumbuhan ekonomi di Sumsel.
Bank Indonesia memprediksi, pada triwulan II, pertumbuhan ekonomi di Sumsel berkisar 2,7-2,9 persen, turun dari triwulan I, yakni 4,9 persen. Penurunan ini disebabkan adanya kebijakan pengurangan impor sejumlah negara dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar.
Namun, dengan pulihnya kegiatan ekonomi, pada triwulan III pertumbuhan ekonomi di Sumsel diprediksi berada pada kisaran 3 persen sampai 3,2 persen. ”Pada akhir tahun diperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumsel berada pada kisaran 3-4 persen,” ucap Hari.