Jenuh dan bosan merupakan kendala yang kerap ditemui saat anak menjalani pendidikan secara daring. Orangtua agar sabar menghadapi keluhan itu untuk mengurangi tekanan pada anak.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga pikiran dan perasaan sebagai orangtua sangat penting dalam mendampingi anak di masa pandemi. Pikiran dan emosi yang stabil dari orangtua akan tersalurkan ke anak sehingga membuat anak tidak jenuh ataupun mengeluh dalam menjalani aktivitas selama pandemi.
Praktisi neuroparenting skill Aisah Dahlan mengemukakan, jenuh dan bosan merupakan kendala yang kerap ditemui saat anak menjalani pendidikan secara daring. Hal ini juga terkadang membuat anak mengeluh kepada orangtuanya.
Justru saat anak mengutarakan kebosanan, otak emosi mereka akan terkendali. (Aisah Dahlan)
”Kalau anak mengeluh bosan saat belajar, tolong dengarkan saja. Jangan sampai kita juga terprovokasi. Justru saat anak mengutarakan kebosanan, otak emosi mereka akan terkendali,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Solusi Cerdas Mendampingi Anak Masa Pandemi”, Selasa (4/8/2020).
Saat menerima keluhan anak tersebut, kata Aisah, orangtua harus dapat mengendalikan emosi agar anak tidak tegang. Orangtua harus selalu berada pada level emosi yang stabil dan positif serta menyadari bahwa perubahan pembelajaran tersebut terjadi karena adanya pandemi di seluruh dunia.
Ia juga menyarankan agar orangtua membolehkan anak untuk beristirahat dan bermain ketika mereka mulai jenuh saat melakukan pembelajaran secara daring. Namun, harus ada kesepakatan waktu istirahat agar anak tidak terlena dalam bermain dan tetap menjalankan kewajibannya untuk belajar.
”Menjaga perasaan dan pikiran sangat penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan vitalitas. Cara paling mudah menjaga memperbaiki level emosi ini adalah dengan duduk sebentar dan tarik napas berulang-ulang,” tutur Aisah.
Selain itu, orangtua juga harus mengetahui treatment atau cara memperlakukan anak perempuan dan laki-laki. Sebab, menjaga dan meredakan emosi antara anak perempuan dan laki-laki cenderung berbeda.
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hendarman mengatakan, adanya pandemi Covid-19 membuat sistem pendidikan berubah dan menuntut orangtua untuk mengawasi anak secara langsung. Hal ini membuat orangtua tidak siap dan mengeluh terhadap sistem pembelajaran daring di rumah.
Menurut Hendarman, alasan kesibukan membuat mayoritas orangtua di kota-kota besar menyerahkan sepenuhnya proses belajar anak ke sekolah. Bahkan, banyak juga orangtua yang tidak mengenali karakter anak karena kurangnya waktu untuk berinteraksi secara langsung.
”Padahal, seharusnya orangtua menjadi guru pertama bagi anak. Pandemi dan perubahan sistem pendidikan ini membuat orangtua baru menyadari betapa sulitnya peran guru di sekolah,” ujarnya.
Ia pun mengimbau proses pembelajaran daring di rumah yang melibatkan orangtua dapat dilakukan dengan sejumlah prinsip, di antaranya mengedepankan kesehatan dan keselamatan, adaptif dan fleksibel terhadap kurikulum, realistis, menyenangkan, serta menggembirakan.