Warga Perlu Terus Diingatkan soal Dampak Pencemaran Kali Surabaya
›
Warga Perlu Terus Diingatkan...
Iklan
Warga Perlu Terus Diingatkan soal Dampak Pencemaran Kali Surabaya
Masyarakat di Jawa Timur perlu terus diingatkan akan pencemaran Kali Surabaya yang melintasi Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya, terutama saat musim kemarau dan wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Masyarakat di Jawa Timur perlu terus diingatkan akan pencemaran Kali Surabaya yang melintasi Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Musim kemarau dan wabah Covid-19 diyakini mendorong masyarakat abai terhadap ancaman pencemaran. Padahal, Kali Surabaya masih menjadi sumber utama bahan baku bagi perusahaan daerah air minum.
Peringatan ini disampaikan oleh kalangan mahasiswa Program Studi Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, yang kurun 10 Juli-3 Agustus lalu melaksanakan penilaian cepat untuk kontaminasi mikroplastik di ekosistem Kali Surabaya. Mereka membentuk Environmental Green (Evigreen) Society atau komunitas peneliti dari mahasiswa Biologi UIN Maulana Malik Ibrahim.
Kami menemukan 100 persen sampel ikan dan udang yang diteliti ada mikroplastik dalam sistem pencernaannya.
Menurut mahasiswa peneliti Alaika Rahmatullah, Selasa (4/8/2020), hasil penilaian cepat memperlihatkan kualitas ekosistem Kali Surabaya buruk. Kondisi ini ditandai dengan dominasi jenis plankton dan serangga air yang toleran terhadap polutan di Kali Surabaya, percabangan Sungai Brantas dari wilayah Mojokerto.
”Kami menemukan 100 persen sampel ikan dan udang yang diteliti ada mikroplastik dalam sistem pencernaannya,” ujar Alaika.
Mikroplastik dalam sistem pencernaan ikan dan udang mengindikasikan bahwa partikel polutan yang berukuran kurang dari 5 milimeter (mm) itu dianggap sebagai ”makanan” oleh biota sungai. Selain itu, dilihat dari rantai makanan, plankton dan serangga air yang menjadi makanan biota sungai ternyata toleran terhadap polutan atau zat pencemar.
Mahasiswa peneliti, Aan Alfin Pamungkas, menambahkan, plankton dan serangga air yang toleran terhadap kondisi sungai tercemar akan bertahan, sedangkan yang sensitif akan binasa. Di Kali Surabaya wilayah Gunungsari (Surabaya) didominasi plankton Oscillatoria sp dan Pediastrum sp yang mampu bertahan hidup pada perairan tercemar timbal.
Plankton adalah jasad renik yang melayang pasif dalam air bergantung pada arus yang merupakan sumber makanan bagi biota sungai dan bisa berperan sebagai indikator kualitas air.
Cemaran membesar
Mahasiswa memastikan, semakin ke hilir, kandungan cemaran mikroplastik dalam air Kali Surabaya membesar. Di Sungai Brantas wilayah Kediri, kandungan mikroplastik dalam 100 liter air adalah 8-9 partikel. Bergeser ke hilir di wilayah Jombang, kandungan cemarannya 11 partikel per 100 Liter. Kian ke hilir di Mojokerto, kandungannya 14 partikel per 100 liter. Di Surabaya, kandungannya lebih dari 20 partikel per 100 Liter.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan, dalam penelitian 2018 lalu, biota Kali Surabaya yang diketahui mengonsumsi polutan mikroplastik ditemukan pada 72 persen dari sampel ikan dan udang. Penelitian lanjutan oleh Evigreen Society tahun ini, 100 persen sampel biota Kali Surabaya mengonsumsi pakan mengandung mikroplastik.
”Situasi ini bisa diyakini bahwa pencemaran tidak teratasi,” kata Prigi.
Dalam situasi wabah Covid-19 (coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2), menurut peneliti mikroplastik Ecoton, Eka Chlara Budiarti, keberadaan klorin sebagai bahan utama disinfektan, cairan pembersih lantai, dan pemutih pakaian meningkat dalam kandungan air Kalimas yang merupakan terusan dari Kali Surabaya.
”Pencemaran klorin bisa diyakini akibat peningkatan pemakaian produk di rumah tangga, lalu dibuang ke sungai atau menjadi limbah domestik,” kata Eka Chlara.
Di masa wabah, penggunaan produk pensanitasi dipastikan meningkat terkait dengankeinginan publik untuk melindungi diri dari penularan virus korona. Penggunaan produk pensanitasi juga sebagai konsekuensi penerapan protokol kesehatan dalam konteks perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Kali Surabaya dan Kalimas memegang peranan amat penting dalam kehidupan warga di seluruh wilayah lintasan batang air tersebut. Suplai air bagi sekitar 3 juta populasi warga Surabaya, ibu kota Jatim, bergantung juga pada pasokan dari titik-titik pengambilan di Kali Surabaya dan Kalimas. Jika pencemaran tidak diatasi, keselamatan dan kesehatan masyarakat terancam.
Direktur Utama PDAM Surya Sembada Surabaya Mujiaman mengatakan, penanganan pencemaran di Kali Surabaya dan Kalimas menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten/kota, pengelola sungai (Jasa Tirta), dan masyarakat harus berperan. Jika sumbernya amat tercemar, proses penjernihan sebelum didistribusikan ke masyarakat terpaksa memakai penambahan bahan-bahan kimia.
”Air yang kian tercemar akan memaksa kami menambah pemakaian bahan-bahan kimia dalam proses penjernihan,” ujar Mujiaman.
Untuk itu, penting bagi masyarakat dan semua pihak untuk mengubah perilaku konsumtif pemakaian bahan kimia mengandung mikroplastik. Pemerintah disarankan memulihkan ekosistem dengan pendidikan kepada publik.
Produsen atau pabrik-pabrik didorong untuk turut bertanggung jawab terhadap sampah yang akan dihasilkan, menyediakan sarana pembuangan dan pengolahan sampah, dan redesain plastik kemasan produk. Masyarakat agar mengurangi pemakaian plastik dan zat kimia.