Waspadai Kluster Penularan Baru di Sektor Pariwisata
›
Waspadai Kluster Penularan...
Iklan
Waspadai Kluster Penularan Baru di Sektor Pariwisata
Sejumlah daerah tujuan wisata mulai dibuka meski kasus baru Covid-19 masih relatif tinggi. Penerapan protokol kesehatan tak bisa ditawar untuk menghindari munculnya kluster penularan baru di sektor pariwisata.
Oleh
Agnes Theodora/C Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah destinasi wisata mulai dibuka kembali meski penyebaran virus korona masih relatif tinggi dan penanganannya belum optimal. Penerapan protokol kesehatan dengan ekstraketat tidak bisa ditawar untuk menghindari munculnya kluster penularan baru sektor pariwisata.
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Azril Azahari, Senin (3/8/2020), menilai, pariwisata seharusnya tidak perlu dibuka secara terburu-buru. Sebab, masih banyak aspek protokol kesehatan belum tersosialisasi dengan baik ke semua lini pelaku wisata. Pembukaan secara gegabah berpotensi memunculkan kluster penularan baru.
Menurut dia, ketidaksiapan tak hanya dari aspek sosialisasi protokol kesehatan, tetapi juga kesanggupan biaya pelaku usaha untuk menerapkan protokol itu. Beberapa pengelola destinasi wisata besar bisa menerapkan protokol dengan ketat karena secara finansial sanggup menyediakan fasilitas.
Akan tetapi, mayoritas pelaku sektor pariwisata, khususnya skala mikro dan kecil, tidak sanggup menerapkannya. Kondisi arus kas mereka sudah tergerus sejak Februari 2020. Beberapa pemerintah daerah menawarkan bakal menanggung biaya fasilitasi protokol kesehatan. Namun, tidak semua daerah melakukannya.
Penerapan protokol tidak bisa ditawar dengan alasan apa pun. Bisnis pariwisata sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat serta penanganan Covid-19. ”Kita belum siap menerapkan protokol kesehatan secara merata,” ujarnya.
Sebelumnya, pariwisata Bali mulai dibuka untuk kunjungan domestik, Jumat (31/7/2020). Menurut rencana, pada September 2020, Bali akan dibuka untuk kunjungan turis asing.
Langkah itu mengikuti sejumlah destinasi wisata utama dunia yang mulai beroperasi kembali di tengah pandemi. Namun, pengalaman negara lain menunjukkan, kunjungan tetap sepi. Kepercayaan masyarakat internasional untuk berwisata belum pulih dan masih banyak negara menetapkan larangan bepergian karena pandemi belum reda.
Upaya ekstra
Di Indonesia, berdasarkan Indeks Pariwisata dan Transportasi Nasional yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (3/8/2020), geliat perjalanan orang mulai terlihat sepanjang Juni 2020 seiring relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dibandingkan Mei 2020, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada Juni 2020 menunjukkan peningkatan di sejumlah pintu masuk Indonesia melalui jalur udara.
Kenaikan jumlah wisman terpantau terjadi di sejumlah bandara, kecuali Bandara I Ngurah Rai, Bali, yang masih turun 70,59 persen. Persentase kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, yakni 9.400 persen (95 kunjungan); diikuti Bandara Sultan Badarudin II, Sumatera Selatan, 750 persen (17 kunjungan); dan Bandara Juanda, Jawa Timur, 708,3 persen (97 kunjungan). Di Bandara Soekarno-Hatta, kunjungan meningkat 130,13 persen (909 kunjungan).
Indikator lain yang menunjukkan geliat adalah kenaikan tingkat hunian kamar hotel klasifikasi bintang. Pada Juni 2020, tingkat hunian kamar hotel mencapai 19,7 persen, naik 5,25 poin dibandingkan Mei 2020 yang tercatat 14,45 persen. ”(Data) Ini menunjukkan, wisman mulai berdatangan, mulai ada pergerakan, meski posisinya masih jauh dari posisi normal,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Akan tetapi, kunjungan wisman itu ditengarai bukan untuk tujuan wisata, melainkan tujuan nonrekreasi, seperti urusan pekerjaan atau pulang mengunjungi keluarga.
Menurut Suhariyanto, diperlukan upaya keras untuk menarik wisman kembali datang, terutama di tengah penanganan Covid-19 yang belum optimal. Penurunan indeks pariwisata yang konsisten sejak Februari sampai Juni 2020 menunjukkan, sektor pariwisata terpukul parah akibat pandemi.
Sejumlah kementerian memberikan dukungan bagi sektor pariwisata. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, misalnya, meneruskan penataan kawasan wisata. Sementara Kementerian Perhubungan mendukung pariwisata melalui penerapan protokol kesehatan dalam bertransportasi.