Andreas Pati Jumat (25), seorang ayah di Desa Baleweling Niten, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tega membunuh dua anak kandungnya, YBO (3) dan ABD (2), di dalam rumah sendiri.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Andreas Pati Jumat (25), seorang ayah di Desa Baleweling Niten, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tega membunuh dua anak kandungnya, yaitu YBO (3) dan ABD (2), di dalam rumah. Pelaku saat ini sudah ditahan di Polsek Waiwerang. Pembunuhan ini sementara bermotif ekonomi rumah tangga.
Kepala Kepolisian Resor Flores Timur Ajun Komisaris Besar Polisi I Putu Suka Arsa dihubungi di Larantuka, Rabu (5/8/2020), mengatakan, kasus pembunuhan ini menggegerkan seluruh warga Desa Balaweling Niten dan masyarakat Adonara umumnya. Peristiwa pembunuhan terjadi Selasa (4/8/2020) di dalam rumah milik pelaku.
Menurut Putu, tidak jelas pembunuhan dimulai pukul berapa, tetapi penemuan kasus ini pada pukul 17.30 Wita oleh ibu kandung pelaku, Yuliana Ose (52), dan adik kandung pelaku, Hendrik Boli (20). Saat itu keduanya pulang dari ladang.
Biasanya kedua bocah menyambut kedatangan neneknya dari ladang selalu gaduh, ribut, begitu mendengar suara neneknya. (Putu Suka Arsa)
Mereka melihat pintu dan jendela rumah tertutup, kemudian memanggil pelaku dan kedua anaknya, tetapi tidak ada yang menyahut. ”Biasanya kedua bocah itu selalu gaduh, ribut, ketika mendengar suara neneknya pulang dari ladang,” katanya.
Kedua saksi mulai curiga dengan situasi dalam rumah. Mereka mengintip dari luar, dan menyaksikan pelaku sedang duduk diam dengan pandangan tajam, ganas, dan sadis mengarah ke lubang rumah, tempat kedua saksi mengintip. Sementara kedua bocah tidak kelihatan.
Yuliana kemudian memanggil warga sekitar untuk membuka pintu rumah. Setelah berhasil mendobrak pintu, pelaku melarikan diri melalui pintu belakang dan langsung memanjat pohon kelapa, yang letaknya sekitar 20 meter dari rumah pelaku.
Sementara dua bocah malang sudah tak bernyawa, tergeletak di lantai, di dalam kamar tidur. Tampak luka menganga di leher kedua bocah itu akibat sabetan benda tajam. Pelaku kemudian mengambil darah kedua bocah dan mengoleskan di bagian perut dan punggung kedua korban. Keduanya tewas dalam kondisi telanjang.
Kedua bocah laki-laki, yakni YBO (3) dan ABD (2), diletakkan sejajar di lantai kamar tidur oleh pelaku setelah tak bernyawa. Beberapa potong kain sarung di dalam kamar tidur tampak dipenuhi bercak darah kedua korban.
Bersembunyi di pohon
Sementara pelaku tetap bertahan di puncak pohon kelapa. Pelaku duduk bersembunyi dan bermalam di atas pohon kelapa setinggi 30 meter itu. Aparat kepolisian datang dari Polsek Waiwerang sekitar 25 km dari Desa Balaweling Niten meminta pelaku turun pun tidak berhasil.
Motif pembunuhan ini untuk sementara karena tekanan ekonomi rumah tangga. Ada juga menyebutkan dia stres berat, tetapi saat ditanya polisi dia jawab normal. Penampilan secara keseluruhan memperlihatkan dia normal. Kalau benar stres pun harus dibuktikan dengan pemeriksaan kesehatan pelaku oleh dokter ahli jiwa di rumah sakit.
Saat kejadian istri pelaku tidak berada di tempat. Namun, soal keberadaan istri pelaku, polisi belum mendalami. Apakah pelaku sudah menikah resmi dengan istri tersebut, atau belum. Namun, yang jelas, mereka memiliki dua anak laki-laki yang menjadi korban pembunuhan ayah kandungnya.
Menebang pohon kelapa
Aparat kepolisian dan warga setempat sepakat menebang pohon kelapa, Rabu (5/8) pukul 15.00 Wita, setelah itu pelaku ditangkap dan diamankan polisi. Pelaku saat ini sedang dalam tahanan Polres Flores Timur di Larantuka setelah menumpang KM Suka Jadi, dari Adonara-Larantuka, 2 jam perjalanan, dikawal aparat kepolisian.
Tokoh masyarakat Adonara Flores Timur Johanes Tuba Helan mengatakan, pembunuhan seperti itu disebut ”Mei Nawa”, artinya darah memanggil. Diduga, orangtua atau nenek moyang dari pelaku pernah melakukan pembunuhan serupa tetapi tidak diselesaikan secara adat. Darah yang ditumpahkan nenek moyang terus merasuk anak cucu.
Saat pembunuhan, hati dan pikiran pelaku dikuasai roh jahat, kerasukan roh dari orang yang pernah dibunuh pada masa lalu. Kejadian seperti ini dalam adat Adonara, selalu ada kaitan dengan kejahatan masa lalu, yang belum diselesaikan secara adat. (Johanes Tuba Helan)
Ayah membunuh anak kandung itu, sesuai adat Adonara, karena tuntutan darah yang telah tumpah. Pembunuhan ini pun jika tidak diatur secara adat, suatu saat akan terulang lagi, terhadap keluarga besar itu.
”Saat pembunuhan, hati dan pikiran pelaku dikuasai roh jahat, kerasukan roh dari orang yang pernah dibunuh pada masa lalu. Kejadian seperti ini dalam adat Adonara selalu ada kaitan dengan kejahatan masa lalu, yang belum diselesaikan secara adat,” katanya.
Ia mengatakan, istri korban sedang berada di Malaysia, mengikuti ibu kandungnya, yang juga bekerja di negeri jiran sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Mereka kesulitan ekonomi sehingga ibu dari kedua bocah itu menjadi TKW. Sementara kedua bocah selama ini tinggal bersama ayah kandung serta neneknya.