Integrasi Antarmoda Dorong Penggunaan Angkutan Umum
›
Integrasi Antarmoda Dorong...
Iklan
Integrasi Antarmoda Dorong Penggunaan Angkutan Umum
Pada 2019, Bank Dunia menyebutkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta Rp 65 triliun per tahun. Untuk itu, peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum merupakan keniscayaan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemacetan lalu lintas di perkotaan merupakan salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi. Integrasi antarmoda menjadi salah satu cara mendorong penggunaan angkutan umum.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu (5/8/2020), mengatakan, pada 2019, Bank Dunia menyebutkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta Rp 65 triliun per tahun. Untuk itu, peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum merupakan keniscayaan.
Pemerintah terus berupaya membangun infrastruktur transportasi umum massal perkotaan yang terintegrasi. ”Selain itu keterpaduan perpindahan antarmoda, transit, juga berperan penting karena dapat memengaruhi preferensi masyarakat untuk memilih angkutan umum sebagai moda angkutan utama perjalanan,” ujarnya.
Budi Karya Sumadi menyatakan hal itu saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi virtual bertajuk ”Peranan Transportasi Daring dalam Penggunaan Transportasi Massal: Gagasan untuk Integrasi Antarmoda dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru”. Acara ini digelar School of Business and Management Institut Teknologi Bandung (SBM ITB).
Pada 2019, Bank Dunia menyebutkan, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta Rp 65 triliun per tahun. Untuk itu, peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum merupakan keniscayaan.
Menurut Budi, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2019, pangsa angkutan umum di Jakarta, Bandung, dan Surabaya di bawah 20 persen. Pangsa ini masih di bawah kota-kota di negara tetangga.
Pangsa angkutan umum di Kuala Lumpur dan Bangkok berkisar 20-50 persen. Sementara di Singapura, Hong Kong, dan Tokyo pangsanya lebih dari 50 persen.
”Untuk mendorong peningkatan penggunaan angkutan umum, salah satunya adalah melalui integrasi antarmoda,” kata Budi.
Integrasi antarmoda itu tidak hanya menyangkut fisik moda transportasi, tetapi juga jadwal operasional dan tiket. Integrasi tersebut penting karena dapat memberikan kepastian bagi pengguna transportasi umum.
Budi menjelaskan, integrasi antarmoda itu tidak hanya menyangkut fisik moda transportasi, tetapi juga jadwal operasional dan tiket. Integrasi tersebut penting karena dapat memberikan kepastian bagi pengguna transportasi umum.
Mereka tidak perlu menunggu terlalu lama, berjalan jauh, atau membayar berkali-kali untuk berpindah dari moda satu ke moda lain. Realisasi hal ini membutuhkan pengembangan fasilitas integrasi yang memadai, sinkronisasi sistem operasional antarmoda, dan pengelolaan data secara rapat dan cepat (real time).
”Selain itu, diperlukan juga pemanfaatan teknologi tepat guna dan keterlibatan para pemangku kepentingan terkait,” ujarnya.
Menurut Budi, di tengah adaptasi normal baru akibat pandemi Covid-19, masyarakat tentunya masih merasa waspada untuk menggunakan angkutan umum. Mereka cenderung menghindari interaksi dengan para pengguna yang lain.
Pemerintah berupaya keras memulihkan dengan memastikan ketersediaan dan layanan angkutan umum massal yang menerapkan protokol kesehatan. Penerapan protokol itu, mulai dari lokasi keberangkatan, sepanjang perjalanan, dan di tempat kedatangan.
Dalam kesempatan tersebut, peneliti SBM ITB, Yos Sunitiyoso, menyampaikan hasil survei tentang penggunaan transportasi umum terhadap 5.064 komuter di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Survei ini digelar dua tahap, yaitu pada 12-20 Desember 2019 dan 13 Februari-4 Maret 2020.
Yos menyatakan, sebanyak 48 persen responden menggunakan layanan transportasi daring sebagai bagian dari perjalanan multimoda mereka ke lokasi aktivitas harian. Ada lima faktor utama yang memengaruhi keputusan perjalanan multimoda, yaitu waktu perjalanan yang dapat diprediksi, kenyamanan moda transportasi, tarif perjalanan terjangkau, kemudahan melanjutkan dengan transportasi daring, dan kejelasan titik penjemputan transportasi daring.
Sebanyak 48 persen responden menggunakan layanan transportasi daring sebagai bagian dari perjalanan multimoda mereka ke lokasi aktivitas harian.
Sementara itu, President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, multimoda adalah konsep yang sudah digunakan di negara lain dan kini diadopsi di Indonesia. Khusus di Jakarta, para regulator atau pembuat kebijakan sangat memberi perhatian khusus terhadap transportasi umum.
Meski begitu, Ridzki berpendapat, tidak ada satu moda transportasi yang dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Apalagi kebutuhan masyarakat metropolitan yang sangat kompleks dengan bermacam kepentingan.
”Intermoda penting karena membantu seseorang melakukan perjalanan dengan target, tujuan, dan batasan-batasan tertentu. Dia bisa leluasa memilih moda transportasi dan kombinasinya,” ujarnya.