Normalisasi Aturan Perdagangan Pasar Modal Belum Akan Dilakukan
›
Normalisasi Aturan Perdagangan...
Iklan
Normalisasi Aturan Perdagangan Pasar Modal Belum Akan Dilakukan
Otoritas Jasa Keuangan belum melihat pasar modal pulih sepenuhnya setelah anjlok akibat pandemi Covid-19 di periode triwulan II-2020. Aturan baru saat ini masih dipertahankan supaya volatilitas pasar tidak terlalu besar.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan belum akan menormalkan kembali raturan perdagangan di pasar modal dalam waktu dekat ini. Keputusan ini diambil meski Indeks Harga Saham Gabungan telah bangkit dari level terendahnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai, kondisi pasar saham saat ini belum sepenuhnya pulih. Indeks harga saham masih di level 5.000 setelah sebelumnya ada di level 6.000.
”Kami masih memberi ruang sampai pasar benar-benar pulih. Aturan baru saat ini masih dipertahankan supaya volatilitas pasar tidak terlalu besar,” ujarnya dalam telekonferensi pers tentang ”Perkembangan Kebijakan dan Kondisi Terkini Sektor Jasa Keuangan”, Selasa (4/8/2020).
Kami masih memberikan ruang sampai pasar benar-benar pulih. Aturan baru saat ini masih dipertahankan supaya volatilitas pasar tidak terlalu besar.
Wimboh juga mengemukakan, pertumbuhan ekonomi secara global pada triwulan II-2020 tidak terlalu positif sehingga masih mengganggu persepsi pelaku pasar modal. Sejumlah negara mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi, bahkan beberapa negara mengalami resesi.
Dalam rangka menahan volatilitas tinggi di pasar modal akibat Covid-19, OJK telah mengeluarkan sejumlah perubahan dan relaksasi. Dari sisi perdagangan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengubah batas penolakan transaksi otomatis (autoreject) bawah dari angka maksimal 10 persen menjadi 7 persen dalam satu hari perdagangan. Adapun pelaksanakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) dilakukan apabila IHSG terkoreksi 5 persen dalam satu hari perdagangan.
Selain itu, terdapat juga aturan mulai dari perubahan jam perdagangan. Pada Maret 2020, OJK meminta BEI mempersingkat jam perdagangan. Sesi pertama berlangsung pukul 09.00-11.30 dan sesi kedua pukul 13.30-15.00.
Wimboh menambahkan, meski pasar modal belum pulih sepenuhnya, sejumlah sentimen positif sudah mulai menghampiri pasar modal Indonesia belakangan ini. Penguatan pasar modal dalam beberapa waktu terakhir didorong investor domestik, khususnya investor ritel dan nonresiden yang melakukan aksi beli bersih senilai total Rp 1,5 triliun.
Hingga Selasa kemarin, IHSG ditutup menguat 1,3 persen ke level 5075. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih senilai Rp 73 miliar, dengan total nilai transaksi di pasar reguler menyentuh Rp 8,5 triliun. Sejak awal tahun hingga hari perdagangan terakhir, IHSG tercatat sudah anjlok sebanyak 19,44 persen.
Analis Indo Premier Sekuritas, Mino, menilai, penguatan IHSG dipicu menghijaunya indeks global seiring laporan keuangan emiten yang tidak terlalu buruk. Sementara dari dalam negeri, penguatan IHSG didukung sentimen harga komoditas yang kompak menguat, kecuali batu bara.
”Secara sektoral, sembilan sektor meningkat, saham pertanian naik paling tinggi yaitu 1,99 persen, diikuti industri dasar sebesar 1,86 persen dan sektor manufaktur sebesar 1,75 persen,” ujarnya.
Secara sektoral, sembilan sektor meningkat, saham pertanian naik paling tinggi yaitu 1,99 persen, diikuti industri dasar sebesar 1,86 persen dan sektor manufaktur sebesar 1,75 persen.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen meyakini, sentimen positif akan terbentuk di pasar modal seiring meredanya pandemi dengan ditemukannya vaksin. Sejumlah kebijakan yang akan diambil ke depannya akan berkaitan erat dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia.
OJK juga masih terus memantau perkembangan sejumlah kebijakan yang diluncurkan untuk industri pasar modal pada masa pandemi. ”Kebijakan itu masih akan tetap seperti ini dulu sambil kita melihat ke depan, apakah perlu kebijakan baru atau kembali ke normal,” kata Hoesen.