Kedalaman dan kecepatan resesi bergantung pada tingkat ketergantungan suatu negara pada perdagangan global dan aktivitas ekspor-impor. Dengan menilik faktor itu, perekonomian Indonesia diyakini bisa lebih cepat pulih.
Oleh
Agnes Theodora/Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tidak bisa menghindari resesi sebagaimana telah terjadi di sejumlah negara. Kendati demikian, melihat sejumlah indikator dan arah kebijakan ke depan, resesi diperkirakan tidak akan berlangsung lama.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics Piter Abdullah, kendati Indonesia berpotensi mengalami resesi, masyarakat tidak perlu panik. Di tengah pandemi seperti ini, resesi merupakan sebuah kenormalan baru yang lambat laun akan menimpa tiap negara.
”Hampir semua negara mengalami resesi, tinggal menunggu waktu saja untuk secara resmi menyatakannya. Bedanya hanya masalah kedalaman resesi dan seberapa cepat pemulihannya,” kata Piter.
Secara teknis, resesi berarti situasi di mana perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua triwulan berturut-turut. Pertandanya adalah keterbatasan aktivitas ekonomi, penurunan konsumsi, investasi, dan perdagangan. Keterpurukan dunia usaha itu pada akhirnya berdampak pada semakin sedikitnya lapangan kerja dan bertambahnya angka pengangguran.
Menurut Piter, Indonesia sejatinya sudah menjalani proses resesi itu dalam beberapa bulan terakhir. Prosesnya sudah dimulai sejak awal tahun, ketika Covid-19 mulai melanda China, sehingga memengaruhi beberapa perdagangan, investasi, dan pariwisata Indonesia.
”Tidak ada lagi istilah dampak resesi karena saat ini kita sudah ada di dalamnya. Resesi itu sendiri hanya semacam stempel untuk menandakan kontraksi ekonomi yang dirasakan selama enam bulan ke belakang,” katanya saat dihubungi, Selasa (4/8/2020).
Beberapa pertanda resesi itu secara nyata terlihat dari semakin sedikitnya lapangan pekerjaan dan sulitnya mencari kerja. Hal itu membuat angka pengangguran diprediksi meningkat hingga 7-8 juta orang akibat pandemi Covid-19.
Meski demikian, Piter meyakini, resesi yang dialami Indonesia tidak akan berlangsung terlalu lama. Kedalaman dan kecepatan resesi bergantung pada tingkat ketergantungan suatu negara pada perdagangan global dan aktivitas ekspor-impor.
Sebagai negara yang tingkat keterbukaan dagangnya tidak setinggi negara lain, seperti Singapura, Indonesia diyakini bisa lebih cepat pulih. ”Negara yang bergantung pada ekspor akan mengalami double hit sehingga kontraksi ekonominya jauh lebih dalam seperti Singapura,” kata Piter.
Ekonom sekaligus Rektor Unika Atma Jaya A Prasetyantoko berpendapat, dampak resesi akan terefleksi pada rumah tangga dan sektor riil. Jika resesi terjadi, angka pengangguran dan kemiskinan dipastikan naik sementara pendapatan masyarakat turun. Resesi akan menurunkan kualitas hidup masyarakat.
Indonesia berpeluang mengalami resesi. Untuk antisipasi, pemerintah mesti mendorong penyerapan belanja untuk meningkatkan daya tahan masyarakat dan sektor riil.
Industri manufaktur
Beberapa indikator menunjukkan perekonomian Indonesia masih bergerak. Indeks Manufaktur Indonesia (PMI) yang dikeluarkan IHS Markit menunjukkan, peningkatan konsisten selama empat bulan terakhir. Sejak anjlok ke poin 27,5 pada April 2020, PMI Indonesia naik ke angka 46,9 pada Juli 2020, nyaris mendekati batas aman di angka 50.
Hal itu dinilai menunjukkan masih ada geliat aktivitas produksi manufaktur dan masih adanya kepercayaan investor global terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Sejalan dengan itu, studi lembaga riset Mckinsey menunjukkan, Indonesia akan menjadi salah satu negara yang pemulihan ekonominya paling cepat dibandingkan negara lainnya di Asia.
”Indonesia diprediksi sudah akan pulih pada periode triwulan IV-2021, di mana negara lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand, baru akan pulih pada triwulan IV-2022 dan Singapura pada triwulan I-2023,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Akan tetapi, negara yang tidak secara cepat merespons dampak pandemi dari aspek kesehatan pun berpotensi jatuh ke jurang krisis lebih lama. Oleh karena itu, untuk menghindari resesi berkepanjangan, penanganan Covid-19 tetap menjadi kunci terpenting untuk memulihkan ekonomi.
”Dengan berbagai kebijakan yang diambil pemerintah untuk menggerakkan dunia usaha agar tidak sampai bangkrut, dan berita baik perkembangan produksi vaksin, resesi Indonesia seharusnya tidak akan lama,” ujar Piter.