Tantangan Perempuan Kepala Keluarga
Aspek kesejahteraan masih menjadi tantangan rumah tangga yang dikepalai perempuan di Indonesia. Upaya pemberdayaan perempuan kepala keluarga harus berjalan beriringan dengan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Aspek kesejahteraan masih menjadi tantangan rumah tangga yang dikepalai perempuan di Indonesia. Upaya pemberdayaan perempuan kepala keluarga harus berjalan beriringan dengan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Kepala keluarga adalah seorang dari sekelompok anggota rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari, atau yang dianggap/ditunjuk sebagai kepala rumah tangga. Acuan senada digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan mengasumsikan ada satu orang dalam keluarga yang memegang otoritas utama, terutama ekonomi rumah tangga.
Definisi itu tidak menyebutkan secara khusus siapa sosok kepala keluarga, baik dari aspek jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, maupun hubungan kekerabatan. Artinya, siapa saja bisa menjadi kepala keluarga, sejauh dia mampu bertanggung jawab atas kebutuhan keluarganya.
Baca juga: Perempuan Kepala Keluarga Kesulitan Mengakses Layanan Publik
Publikasi ”Patterns and Trends in Household Size and Composition: Evidence from a United Nations Dataset 2019” yang dikeluarkan UN DESA menunjukkan riset tentang proporsi rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan di 153 negara di dunia.
Negara-negara di Afrika Utara dan Asia Barat cenderung memiliki tingkat kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga yang rendah dengan proporsi rata-rata 13 persen. Proporsi lebih tinggi ditemukan di wilayah Asia. Perempuan yang menjadi kepala keluarga di Asia Tengah dan Selatan rata-rata mencapai 22 persen, sedangkan di wilayah Asia Timur dan Tenggara sekitar 20 persen.
Proporsi rata-rata rumah tangga yang dikepalai wanita lebih tinggi terjadi di wilayah Afrika sub-Sahara, yaitu 28 persen. Sementara tingkat rata-rata kepemimpinan perempuan di 34 negara wilayah Eropa mencapai 35 persen.
Baca juga: Potret Tangguh Perempuan Kepala Keluarga
Data yang dikeluarkan UN DESA pada 2017 itu juga menunjukkan persentase perempuan yang jadi kepala keluarga di Indonesia yaitu sebesar 15 persen. Data terbaru keberadaan kepala keluarga perempuan terlihat dari publikasi Profil Perempuan Indonesia 2019 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Disebutkan, sebanyak 15,17 persen perempuan pada 2018 tercatat menjadi kepala keluarga di Indonesia. Jika pada tahun yang sama terdapat 67.945,5 juta rumah tangga, setidaknya terdapat 10,3 juta perempuan yang menjadi kepala keluarga di Indonesia.
Proporsi perempuan yang menjadi kepala keluarga di Indonesia menunjukkan peningkatan. Pada 2009, sebesar 13,92 persen rumah tangga dikepalai perempuan. Artinya, dari 100 kepala rumah tangga, sebanyak 14 kepala rumah tangga adalah perempuan. Jumlah ini terus meningkat jadi 14,73 persen pada 2014 dan naik ke 15,17 persen pada 2018.
Baca juga: Menepis Stigma dengan Berdaya
Wilayah dengan rata-rata persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga selama periode 2011-2018 adalah Nusa Tenggara Barat (21,7 persen), Aceh (20,11 persen), DI Yogyakarta (19,07 persen), Sulawesi Selatan (18,61 persen), dan Jawa Timur (17,31 persen).
Di Indonesia, keberadaan perempuan kepala rumah tangga ini tak bisa dilepaskan dari meninggalnya pasangan hidup atau suami. Enam dari 10 perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga ini disebabkan cerai mati. Selain cerai mati, penyebab lain yang membuat perempuan menjadi kepala keluarga adalah cerai hidup. Keberadaan perempuan yang diceraikan suaminya tersebut sebanyak 14,46 persen.
Etos perempuan
Atribut sebagai kepala keluarga membuat perempuan memiliki tanggung jawab ganda, yaitu menjadi ibu yang mengasuh keluarga sekaligus pencari nafkah. Sebagai kepala keluarga, perempuan harus mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Upaya mencari nafkah yang banyak dilakukan perempuan kepala rumah tangga di Indonesia adalah berusaha sendiri/wirausaha. Kegiatan usaha mandiri tersebut dilakukan oleh 40 persen perempuan kepala keluarga. Mata pencarian lain yang juga banyak dilakukan adalah menjadi buruh, karyawan, atau pegawai.
Hal ini menggambarkan tanggung jawab dan etos perempuan untuk dapat mandiri dalam bidang ekonomi, yaitu dengan berusaha membiayai kebutuhan hidup keluarganya dengan penghasilan sendiri. Di kota besar, seperti ibu kota Jakarta, perjuangan perempuan kepala rumah tangga yang berusaha mandiri memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga terlihat dari sektor-sektor usaha yang dimasukinya.
Atribut sebagai kepala keluarga membuat perempuan memiliki tanggung jawab ganda.
Tanggung jawab dengan bekerja mencari nafkah menjadi modal kepemimpinan perempuan sebagai kepala keluarga. Etos kerja tersebut menjadi daya saing perempuan di pucuk rumah tangga. Profil Perempuan Indonesia 2019 menyebutkan, sebanyak 60 persen perempuan yang menjadi kepala keluarga bekerja untuk meningkatkan taraf kehidupan.
Dalam konteks menjaga kualitas keluarga, upaya perempuan kepala rumah tangga bisa dilihat sebagai daya juang perempuan menghadirkan keluarga yang berkecukupan dan sejahtera. Ada beberapa indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, yaitu tingkat pendapatan, komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan dan nonpangan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan kondisi perumahan, serta fasilitas yang dimiliki rumah tangga.
Dari kelima indikator tersebut, capaian laki-laki sedikit lebih baik daripada perempuan. Profil Perempuan Indonesia 2019 menunjukkan, angka melek huruf laki-laki (97 persen) lebih tinggi dibandingkan perempuan (93 persen). Demikian pula dengan rata-rata upah gaji bersih sebulan pekerja laki-laki (Rp 3,06 juta) lebih tinggi daripada perempuan (Rp 2,39 juta).
Baca juga: Perempuan Kepala Keluarga Kian Terpuruk
Kepemilikan aset rumah tangga juga menunjukkan hal yang sama. Rumah tangga yang dikepalai perempuan lebih sedikit memiliki aset transportasi, aset rumah tangga, serta aset lainnya, seperti komputer, laptop, emas, dan tanah.
Temuan senada muncul dari kajian UN DESA yang mencontohkan, di beberapa negara, rumah tangga yang dikepalai wanita, termasuk rumah tangga ibu tunggal, cenderung lebih rentan terhadap kemiskinan daripada rumah tangga yang ditopang dua orangtua.
Upaya pemberdayaan
Melihat kondisi ini, modal sosial perempuan kepala keluarga berupa etos kerja harus dilengkapi dengan upaya pemberdayaan untuk lebih mendorong kemandirian dan daya saing kepala rumah tangga perempuan.
Studi pemberdayaan perempuan kepala keluarga di Jamaika, Afrika, Thailand, dan Vietnam menemukan tantangan masih banyaknya kemiskinan di rumah tangga yang dikepalai perempuan. Fenomena yang sama terjadi di Indonesia. Publikasi Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro di Indonesia 2019 memperlihatkan, persentase perempuan sebagai kepala rumah tangga banyak ditemui di rumah tangga miskin dibandingkan rumah tangga tidak miskin.
Karena itu, upaya pemberdayaan perempuan kepala keluarga tidak dapat dilepaskan dari program dan kebijakan terkait pengentasan rakyat dari kemiskinan. Akses-akses kesejahteraan, seperti lapangan pekerjaan, bantuan atau subsidi pangan dan nonpangan, jaminan pendidikan, fasilitas kesehatan, serta ketersediaan perumahan menjadi prioritas yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup keluarga Indonesia.