Ekonomi Indonesia tumbuh negatif akibat Covid-19. Selain mengucurkan bansos, pemerintah juga janjikan program lainnya guna memperkuat konsumsi untuk menggenjot perekonomian. Efektivitas program akan menentukan performa.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjanjikan sejumlah program guna memperkuat konsumsi masyarakat untuk menggenjot perekonomian di triwulan III-2020. Efektivitas penyaluran program akan menentukan performa perekonomian nasional setelah tumbuh negatif pada triwulan II-2020, efek dari Covid-19. Sejauh ini, sudah ada program yang berjalan meskipun masih ada yang terkendala.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir melalui siaran pers, Jakarta, Kamis (6/8/2020), menyatakan, pemerintah akan menyalurkan sejumlah program stimulus untuk memperkuat daya beli masyarakat. Agar penyaluran tepat, dibutuhkan waktu, data akurat, dan koordinasi dengan banyak pihak.
”Program pemulihan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah cukup banyak, saling berkesinambungan, seperti bantuan sosial tunai, bantuan pangan nontunai, Program Keluarga Harapan, hingga penyaluran kredit di sektor UMKM,” kata Erick yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Program pemulihan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah cukup banyak dan saling berkesinambungan, seperti bantuan sosial tunai, bantuan pangan nontunai, Program Keluarga Harapan, hingga penyaluran kredit di sektor UMKM. (Erick Thohir)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 minus 5,32 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 sebesar 2,97 persen. Dengan demikian, ekonomi Indonesia semester I-2020 tumbuh negatif 1,26 persen.
Agar ekonomi kembali tumbuh positif, setidaknya tidak sampai negatif, pemerintah telah menyiapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional. Upaya percepatan pemulihan ekonomi ini berjalan beriringan dengan upaya kesehatan dan membangun rasa aman di tengah pandemi ini.
Masih dengan tujuan memperkuat konsumsi masyarakat, Erick menambahkan, pemerintah juga akan menyalurkan program bantuan untuk pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja melalui program Kartu Prakerja. Program ini sedang difinalisasi agar bisa dijalankan oleh Kementerian Ketenagakerjaan pada September.
Sasaran program adalah 13,8 juta pekerja non-PNS dan non-BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000 per bulan. Artinya, sasarannya adalah pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan. Nilai bantuan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan. Penyaluran akan diberikan per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja.
Ekonomi Indonesia, seperti halnya ekonomi dunia, terdampak karena pandemi Covid-19 yang hingga kini masih belum ditemukan obat dan vaksinnya. Namun, semua pemerintah berupaya mengatasi dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi dengan segala daya upaya. Pemerintah Indonesia selain mengatasi pandemi juga terus berupaya agar dampak ekonomi tidak terpuruk dengan membentuk Komite Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi yang akan mengendalikan dampak ekonomi secara langsung akibat Covid-19. Komite tersebut akan menjalankan fungsi seperti rem dan gas terhadap laju pandemi dan dampak perekonomian.
Telah diprediksi sebelumnya
Secara terpisah, Staf Khusus Presiden yang juga Juru Bicara Bidang Ekonomi Arif Budimanta, melalui siaran pers, menyatakan, pertumbuhan ekonomi yang negatif pada triwulan II-2020 telah diprediksi sebelumnya sebagai konsekuensi adanya Covid-19 yang mengharuskan dilakukannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). ”Di triwulan III, kita punya peluang kembali ke level positif setelah bergeraknya lagi aktivitas perekonomian dengan protokol adaptasi kebiasaan baru,” kata Arif.
Pertumbuhan negatif akibat Covid-19 tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh negara mengalami hal serupa, bahkan dengan kontraksi yang lebih dalam. Di antaranya Uni Eropa sebesar -14,4 persen, Singapura -12,6 persen, Amerika Serikat -9,5 persen, dan Malaysia -8,4 persen.
”Artinya kondisi kita relatif lebih dibandingkan dengan beberapa negara tersebut karena sejak awal Presiden memberikan arahan untuk melakukan program dan fasilitas yang sifatnya counter cyclical untuk mendorong ekonomi domestik, khususnya konsumsi masyarakat, sehingga tidak membuat ekonomi kita terkontraksi lebih dalam lagi,” kata Arif.
Beberapa data pada Juli, lanjut Arif, menunjukkan mulai adanya perbaikan-perbaikan. Misalnya manufacturing PMI yang meningkat dari 39,1 pada Juni menjadi 46,9 pada Juli. Agustus ini diharapkan angkanya sudah bisa di atas 50.
Pertumbuhan kredit perbankan mulai ada tanda perbaikan pada bulan Juli. Oleh karena itu, jika momentum perbaikan ini bisa dijaga dan ditingkatkan, perekonomian di triwulan III-2020 bisa segera pulih.
Demikian juga pertumbuhan kredit perbankan yang mulai ada tanda perbaikan pada bulan Juli. Oleh karena itu, jika momentum perbaikan ini bisa dijaga dan ditingkatkan, perekonomian di triwulan III-2020 bisa segera pulih.
Melihat kontraksi yang terjadi di beberapa negara mitra dagang utama Indonesia, masih mengutip Arif, potensi ekonomi dalam negeri harus dijaga untuk dapat menopang perekonomian ke depan agar dapat tumbuh positif. Konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, dan investasi domestik harus didorong untuk dapat tumbuh.
”Inilah yang juga menjadi concern Presiden agar stimulus yang ada dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) segera dilakukan, bantuan sosial, program padat karya, bantuan pembiayaan, dan stimulus lainnya akan dilakukan dengan cepat agar masyarakat dan pelaku usaha segera merasakan manfaatnya dan Indonesia terhindar dari ancaman resesi ekonomi,” kata Arif.