Petaka di Balik Ambisi Studi Banding dalam Masa Pandemi
›
Petaka di Balik Ambisi Studi...
Iklan
Petaka di Balik Ambisi Studi Banding dalam Masa Pandemi
Anggota DPRD Maluku memaksakan diri melakukan perjalanan dinas dalam rangka studi banding pada masa pandemi Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Rencana sejumlah anggota DPRD Provinsi Maluku melakukan perjalanan dinas ke Jakarta pada masa pandemi Covid-19, beberapa waktu lalu, direspons secara negatif oleh publik. Publik bersuara keras meminta rencana itu dibatalkan. Namun, anggota DPRD ngotot melaksanakannya. Setelah kembali dari episentrum Covid-19, ketua tim yang memimpin perjalanan dinas itu terkonfirmasi positif Covid-19.
DPRD Maluku bersikeras, studi banding diperlukan dalam rangka penyempurnaan rancangan peraturan daerah (perda) mengenai pengelolaan hak partisipasi dari eksploitasi gas Blok Masela yang berlokasi di Maluku. Ada dua rancangan perda terkait itu, yakni pembentukan perseroan daerah Maluku Energi Abadi dan penyertaan modal pemerintah daerah kepada perseroan daerah Maluku Energi Abadi.
Di tengah kontroversi publik, pada pertengahan Juli 2020, sebanyak 15 anggota DPRD bersama staf tetap berangkat ke Jakarta untuk bertemu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Menurut rencana, mereka juga akan melanjutkan perjalanan ke Jawa Barat untuk melihat pengelolaan hak partisipasi dari migas. Namun, lantaran kondisi tidak memungkinkan, mereka terhenti di Jakarta.
Kondisi dimaksud adalah pengetatan akses keluar masuk sejumlah daerah pada saat pandemi Covid-19. Banyak daerah di Pulau Jawa menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Hal itu sebetulnya sudah diketahui oleh para anggota DPRD Maluku yang tergabung dalam panitia khusus (pansus).
”Mereka (anggota DPRD Maluku) tidak masuk ke Jawa Barat. Akhirnya narasumber datang ke Jakarta untuk melakukan pertemuan dengan pansus di Jakarta,” ujar Sekretaris DPRD Maluku Bodewin Wattimena kepada Kompas, di Ambon, Selasa (4/8/2020) siang.
Menurut Bodewin, di Jakarta, anggota pansus hanya dapat melakukan pertemuan dengan pihak terkait. Padahal, pertemuan semacam itu bisa disiasati melalui pertemuan virtual yang belakangan ini menjadi pilihan demi meminimalisasi penularan Covid-19. Namun, Bodewin menyatakan, ”Di virtual, kan, terbatas. Banyak hal tidak bisa kita ungkapkan secara baik,” ujarnya.
Kondisi mereka sehat-sehat saja. (Lucky Wattimury)
Setelah kembali ke Maluku, mereka masih terus beraktivitas seperti biasa. Hingga pada Senin (3/8/2020), anggota DPRD yang hendak melakukan reses ke Pulau Buru diketahui terjangkit Covid-19. Sebagai pelaku perjalanan, mereka harus mengikuti pemeriksaan cepat Covid-19. Hasil pemeriksaan reaktif sehingga dilanjutkan dengan tes cepat molekuler. Hasilnya pun positif.
Ketua DPRD Provinsi Maluku Lucky Wattimury, lewat sambungan telepon, mengatakan, anggota DPRD yang terkonfirmasi positif Covid-19 tidak menunjukkan gejala seperti suhu tubuh di atas normal, sesak napas, batuk, atau demam. Selain anggota DPRD, seorang anggota staf yang ikut dalam perjalanan dinas ke Jakarta juga positif. Artinya, ada dua orang yang terjangkit. ”Kondisi mereka sehat-sehat saja,” ujar Lucky.
Memang, sejauh ini, belum ada kepastian di mana kedua orang itu terinfeksi Covid-19. Penelusuran dari mana mereka terpapar Covid-19 tidak mudah dilakukan. Apa pun, pelaku perjalanan memang tergolong berisiko tertular, apalagi kota tujuan yang didatangi adalah Jakarta, episentrum penyebaran Covid-19 di Tanah Air.
Menurut rencana, akan dilakukan tes usap (swab) terhadap semua anggota DPRD yang terlibat kontak erat. Pantauan di kantor DPRD pada Selasa (4/8/2020), sejumlah pimpinan dan anggota masih berkantor. Beberapa ruangan disemprot disinfektan. Di salah satu ruangan, digelar pelatihan mengenai protokol kesehatan bagi para pegawai di DPRD.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, Sherlock Halmes Likipiouw, berpendapat, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, studi banding bukan bagian utama dari keseluruhan tahapan dan proses perumusan sampai dengan pembentukan produk hukum daerah. ”Studi banding itu bukan sesuatu yang wajib. Tidak menjadi sesuatu yang urgen,” ujarnya.
Ini, kan, soal hitungan-hitungan rupiah.
Terlebih lagi, di tengah kedaruratan bencana kesehatan seperti saat ini, studi banding dapat membuka peluang penularan virus korona baru. Banyak alternatif yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas komunikasi yang kini semakin mudah diakses. ”Apalagi, kalau hanya sebatas pertemuan, cukup secara virtual,” ucapnya.
Ia lalu mempertanyakan motivasi anggota DPRD yang tetap ngotot melakukan studi banding. Ia memahami bahwa di ruang publik berkembang berbagai penafsiran liar. Ada kalangan yang menganggap perjalanan dinas untuk studi banding hanya menghabiskan anggaran daerah. ”Ini, kan, soal hitungan-hitungan rupiah,” ujar Sherlock lagi.
Krisis keteladanan
Pemerhati masalah publik di Maluku Pendeta Rudy Rahabeat berpendapat senada. Menurut dia, anggota DPRD harusnya lebih sensitif dengan respons masyarakat pada saat rencana perjalanan dinas itu digaungkan. Banyak kalangan menolak dan meminta anggaran perjalanan dinas dialihkan untuk membantu penanganan Covid-19 di Maluku.
Ia juga menyoroti masalah krisis keteladanan. ”Mereka seharusnya melakukan fungsi edukasi kepada masyarakat, memberikan teladan, memberikan contoh,” ujarnya. Selain membahayakan diri mereka dan keluarga, juga membahayakan masyarakat. Sebagai pejabat publik, mereka kerap bertemu dengan konstituen.
Menurut Rudy, mereka yang melakukan perjalanan dinas dalam jumlah belasan orang itu melawan logika dan akal sehat publik. Pada saat masyarakat diminta tinggal di rumah dengan mengorbankan banyak hal, termasuk urusan ekonomi dan masa depan keluarga, wakil rakyat malah bepergian beramai-ramai. Sisi nurani dan moril mereka dipertanyakan.
Pelajaran penting dari kejadian ini adalah perjalanan dinas untuk urusan yang tidak mendesak sebaiknya ditunda dulu. Selain menguras anggaran negara, risiko kesehatan selalu menghantui. Jangan sampai selesai perjalanan dinas, pejabat publik pulang membawa ”oleh-oleh” bernama Covid-19. Dan, kekhawatiran itu pun kini terbukti di DPRD Maluku.