Pengembangan energi terbarukan di Indonesia bisa membantu pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19. Caranya adalah dengan menggalakkan program pemasangan PLTS atap di rumah tangga miskin penerima subsidi listrik.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bidang energi terbarukan menjadi satu-satunya peluang sebagai sektor yang bisa membantu pemulihan investasi di sektor energi di Indonesia. Pengembangan energi terbarukan bisa menyerap tenaga kerja baru sekaligus membantu mengurangi alokasi subsidi listrik di masa mendatang. Sementara sektor energi fosil paling terpukul akibat pandemi Covid-19.
Komoditas batubara, misalnya, harga acuan pada Agustus 2020 tercatat 50,34 dollar AS per ton atau turun dari Juli 2020 yang sebesar 52,16 dollar AS per ton. Tren penurunan harga batubara terjadi sejak Maret lalu atau sejak pandemi Covid-19 di Indonesia merebak.
Sementara minyak mentah masih belum sepenuhnya pulih. Minyak mentah terpuruk di level belasan dollar AS per barel pada April lalu. Saat ini harga minyak mentah di level 45 dollar AS per barel atau masih lebih rendah dari harga awal tahun ini yang ada di level 65 dollar AS per barel.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, Kamis (6/8/2020), mengatakan, pengembangan energi terbarukan di Indonesia bisa membantu pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Caranya adalah dengan menggalakkan program pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di rumah tangga miskin yang selama ini menerima subsidi listrik.
”PLTS atap juga dapat menurunkan belanja subsidi listrik dalam jangka panjang. Dalam kajian IESR, pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 bisa dilakukan lewat Program Surya Nusantara yang merupakan program nasional,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Pengembangan energi terbarukan di Indonesia bisa membantu pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Caranya adalah dengan menggalakkan program pemasangan PLTS atap di rumah tangga miskin.
Program Surya Nusantara adalah pemasangan PLTS atap berkapasitas 1.000 megawatt peak (MWp) terhadap 500.000 rumah tangga penerima subsidi listrik. Dengan demikian, setiap rumah mendapat kapasitas terpasang hingga 2.000 watt peak. Program ini bisa dimulai pada 2021 untuk mendukung capaian target nasional PLTS atap 6.500 MWp pada 2025.
”Program ini dapat menyerap tenaga kerja baru sebanyak 30.000 orang dan mampu menurunkan belanja subsidi listrik dalam jangka panjang,” kata Fabby.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengakui, pandemi Covid-19 menyebabkan investasi hulu migas Indonesia terdampak. Target realisasi investasi tahun ini sebesar 14,5 miliar dollar AS bakal sulit tercapai. Hingga semester I-2020, realisasi investasi hulu migas di Indonesia 5,6 miliar dollar AS.
”Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan produksi minyak dalam negeri turun dari rencana 755.000 barel per hari menjadi 713.000 barel per hari. Perusahaan hulu migas di seluruh dunia memangkas belanja modal mereka 30-40 persen,” ucap Ego.
Komoditas batubara juga terkena dampaknya. Harga komoditas energi primer pembangkit listrik ini menunjukkan tren penurunan sejak Maret lalu. Penyebab utamanya adalah China dan India, yang menjadi tujuan pasar utama batubara asal Indonesia, lebih memprioritaskan produksi batubara dalam negeri mereka ketimbang impor.
”Pandemi Covid-19 menyebabkan sejumlah negara memprioritaskan produksi batubara dalam negeri ketimbang impor. Akibatknya, pasokan batubara di pasaran berlimpah di tengah turunnya permintaan. Dampaknya adalah harga batubara merosot,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM Agung Pribadi.
Penurunan harga batubara membuat sejumlah produsen batubara di Indonesia memangkas rencana produksi tahun ini. Pengumuman rencana pemangkasan produksi disampaikan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pada 1 Juli 2020. Produsen yang tergabung dalam asosiasi memangkas produksi batubara 15-20 persen.
”Dampak pandemi Covid-19 kian mencemaskan karena menyebabkan harga batubara turun. Dengan kondisi ini, APBI memandang perlunya pemangkasan produksi untuk menciptakan keseimbangan pasokan dan permintaan. Untuk menjaga keuntungan, anggota APBI berencana memangkas produksi batubara 2020 berkisar 15-20 persen,” kata Ketua Umum APBI Pandu Syahrir dalam keterangan resmi.
Sebelumnya, Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara pada Kementerian ESDM Jonson Pakpahan membenarkan bahwa jatuhnya harga komoditas menyebabkan penerimaan negara turun. Tak hanya batubara, harga mineral juga sebagian besar merosot selama pandemi Covid-19. Namun, diperkirakan harga komoditas tersebut akan kembali naik pada 2021.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor mineral dan batubara mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2016, besaran PNBP sektor tersebut tercatat Rp 27,2 triliun dan merangkak naik menjadi Rp 49,8 triliun pada 2017. Pada 2018, besaran PNBP turun menjadi Rp 43,3 triliun dan kembali naik menjadi Rp 44,8 triliun pada 2019.