Penularan virus korona baru di area perkantoran cukup meresahkan. Pengelola kantor dan pekerja mesti disiplin menjalankan protokol kesehatan selama beraktivitas di tempat kerja.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya kluster baru pasien Covid-19 di area perkantoran meresahkan pekerja. Masih ada kesempatan untuk memutus laju penularan virus korona baru itu dengan berbagai langkah serius. Kuncinya, semua pihak menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin.
Evania (27) kembali bekerja dari kantor pada awal Agustus. Pemimpin lembaga swadaya masyarakat tempatnya bekerja di Pancoran, Jakarta Selatan, membagi jadwal bekerja dari kantor maksimal 10 orang. Setiap orang bekerja dari kantor dua pekan sekali.
Pihak manajemen kantor menyediakan masker dan pelindung wajah untuk semua karyawan. Ada pula aturan tambahan wajib membawa sandal bersih. Sandal menggantikan sepatu sesaat sebelum masuk ke ruang kerja. Aturan lain adalah meletakkan jaket di ruangan terpisah.
Namun, upaya itu belum cukup sebab kantornya berada satu gedung dengan kantor-kantor lain. Setiap kantor punya ketentuan masing-masing terlepas dari protokol kesehatan umum. ”Kebijakan ketat akan tetap ada risiko dari pekerja di perusahaan lain yang menggunakan fasilitas gedung yang sama,” ucap Evania, Jumat (7/8/2020). Pemimpin menyikapi hal itu dengan membatasi kunjungan tamu, termasuk mencatat secara terperinci setiap kunjungan.
Rutinitas pekerjaan Icha (27) sudah kembali seperti biasa. Manajemen perusahaan tempatnya bekerja di Tanah Abang, Jakarta Pusat, membatasi karyawan bekerja dari kantor maksimal hanya 30 persen dalam sehari.
Rapat juga dilakukan secara daring. Apabila harus rapat dari kantor, sebelum datang ke kantor karyawan wajib mengisi formulir asesmen untuk penelusuran kontak. ”Diwajibkan mengisi catatan harian. Modelnya seperti Google Form. Isinya data diri, terus kerja dari mana, naik apa ke kantor, ketemu siapa saja, suhu tubuh, dan lainnya,” kata Icha.
Berbeda dengan Safitri (27). Karyawan swasta di Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan, masih bekerja dari rumah. Manajemen perusahaan hanya mengizinkan karyawan ke kantor untuk urusan penting, seperti dokumen. ”Selama ini ke kantor kalau ada keperluan penting, itu juga harus dengan surat,” ujarnya.
Situasi tersebut menunjukkan perusahaan punya kebutuhan masing-masing. Untuk setiap kebutuhan ada penyesuaian khusus di luar ketentuan protokol pemerintah.
Konsistensi aturan
Menurut Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Budi Haryanto, perusahaan sebenarnya sudah bisa mengatur pola kerja karena pandemi telah berlangsung lima bulan. Apalagi ada petunjuk teknis dari pemerintah. Salah satunya, jumlah karyawan yang bekerja dari kantor paling banyak 50 persen.
Aktivitas perkantoran itu mendorong roda ekonomi kembali bergerak walaupun dengan risiko penularan virus korona jenis baru (SARS-Cov-2) dari orang ke orang. ”Penutupan sudah tidak mungkin. Sulit untuk kembali bekerja dari rumah. Caranya, laksanakan aturan yang masih lemah karena kurang pengawasan,” ujar Budi.
Pemerintah harus konsisten dengan aturan yang ada. Salah satunya, memperbanyak pengawas aktivitas perkantoran. Berkaca dari China, Singapura, dan Malaysia, ketiga negara itu mengerahkan polisi dan tentara untuk mengawasi aktivitas perkantoran.
Budi menuturkan, negara lain bisa memanfaatkan sumber daya manusia yang ada. Selain aparat, ada sukarelawan dari organisasi kesehatan dan terkait yang tersebar di seluruh provinsi. Organisasi itu punya pengetahuan yang mumpuni untuk pengawasan dan penelusuran kontak. ”Denda langsung juga penting. Negara lain berhasil dan bisa belajar dari keberhasilan mereka,” ucapnya.
Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, menambahkan, kebijakan pencegahan dan penghentian penyebaran Covid-19 di sektor masing-masing harus selaras. Bukan sebaliknya, berjalan sendiri-sendiri. Di sisi lain, penegakan aturan harus konsisten dengan pengawasan maksimal. ”Jangan peraturan sekadar ada, tetapi pelaksanaan tidak maksimal,” ujar Alvin.