Sebanyak 13,8 juta pekerja formal yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan akan mendapat subsidi dari pemerintah. Bantuan langsung tunai yang nilainya Rp 600.000 per bulan per orang tersebut akan disalurkan dua kali.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menyubsidi gaji 13,8 juta pekerja formal yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Mereka yang mendapat subsidi ini bergaji maksimal Rp 5 juta per bulan. Bantuan langsung tunai yang nilainya Rp 600.000 per bulan per orang tersebut akan disalurkan dua kali, triwulan III dan triwulan IV, tahun ini.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (7/8/2020), mengatakan, pemerintah memutuskan kebijakan jaring pengaman sosial untuk 29 juta keluarga termiskin di Indonesia atau sekitar 120 juta jiwa.
Programnya, antara lain, Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial, dan program padat karya desa. Ada pula program Kartu Prakerja untuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja.
”Ada satu segmen yang masih kita lihat perlu diberikan bantuan, yakni tenaga kerja formal. Mereka masih resmi tercatat bekerja di perusahaannya, secara resmi masih bayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, tapi karena kondisi perusahan kurang baik, sebagian dirumahkan dan sebagian lagi dipotong gajinya,” kata Budi.
Kelompok tersebut, menurut Budi, belum terjaring dalam program jaring pengaman sosial yang ada. Oleh karena itu, Presiden Jokowi meminta program baru untuk menjaring mereka. Program itu akhirnya disepakati berupa subsidi gaji untuk pekerja.
”Kita bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Pegawai formal yang gajinya di bawah Rp 5 juta per bulan, dan sebagian besar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta, jumlahnya 13,8 juta orang, di luar PNS dan pegawai BUMN,” ujar Budi.
Bentuk bantuannya adalah bantuan langsung tunai ke rekening bank masing-masing target senilai Rp 600.000 per bulan selama empat bulan. Penyalurannya akan dilakukan dalam dua tahap, yakni triwulan III-2020 dan triwulan IV-2020. Jadi, setiap pencairan senilai Rp 1,2 juta.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, melalui siaran pers, menyatakan, pihaknya siap menjalankan program subsidi gaji bagi pekerja tersebut.
Subsidi langsung itu diyakini akan membantu pekerja yang terdampak pandemi Covid-19.
”Bantuan ini merupakan program stimulus yang digodok bersama Tim Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, Kemenaker, Kemenkeu, dan BPJS Ketenagakerjaan. Kita targetkan program ini dapat berjalan bulan September,” katanya.
Sasaran subsidi sebanyak 13,8 juta pekerja, menurut Ida, berasal dari data BPJS Ketenagakerjaan yang akan terus divalidasi guna memastikan ketepatan sasaran dan meminimalkan terjadinya duplikasi. ”Penerima subsidi gaji adalah pekerja yang membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini sebagai apresiasi bagi para pekerja yang terdaftar dan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Ida.
Untuk program subsidi ini, masih mengutip siaran pers, Kementerian Keuangan telah menganggarkan dana senilai Rp 33,1 triliun. Diharapkan stimulus baru ini mampu mempercepat proses pemulihan ekonomi dan menjaga agar terhindar dari resesi.
Realisasi program
Sementara itu, merujuk pada data yang disampaikan Budi Gunadi Sadikin, penyerapan anggaran sejumlah program jaring pengaman sosial guna mengatasi dampak ekonomi Covid-19 masih rendah. Misalnya, bantuan langsung tunai padat karya dari dana desa. Dari pagu Rp 31,8 triliun, realisasinya per Agustus masih Rp 9 triliun atau 27 persen.
”Target 8 juta keluarga. Kami melihat ada peluang program ini bisa diperkaya dengan program yang mirip agar penyerapannya bisa dikejar (sampai akhir tahun),” kata Budi.
Penyerapan yang lebih kecil terjadi pada program subsidi bunga untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dari pagu Rp 35 triliun untuk 13 juta UMKM, realisasi per 3 Agustus baru Rp 1,3 triliun atau 3,71 persen.
Meski demikian, Budi menyatakan, realisasi subsidi bunga senilai Rp 1,3 triliun itu sudah menjangkau 13 juta UMKM dengan nilai pinjaman mencapai Rp 204 triliun. Artinya, sudah sangat besar kredit yang disalurkan bank Himbara bersama dengan PT Penyertaan Modal Negara dan pegadaian.
”Sudah hampir semua UMKM di sistem perbankan sudah tersalurkan. Jadi, kami menyadari, ada potensi ekspansi program ini. Karena apa pun, kalau programnya seperti ini, kenaikannya tidak mungkin besar,” ujar Budi.
Program lain yang serapannya masih kecil adalah penempatan dana. Dari pagu Rp 79 triliun, realisasi per 3 Agustus baru Rp 30 triliun atau 38 persen. Kementerian Keuangan telah mentransfer Rp 30 triliun ke bank Himbara. Selanjutnya, bank Himbara menyalurkan Rp 35 triliun sebagai kredit ke 620.000 UMKM.
Selisih antara pagu dan realisasi masih besar, yakni Rp 49 triliun. Budi menyebutkan, sisa pagu anggaran tersebut menurut rencana akan diperluas penyalurannya melalui bank-bank pembangunan daerah sehingga jangkauannya bisa lebih merata di seluruh Indonesia.
Sementara untuk program-program lain, serapannya lebih besar. Untuk PKH, realisasinya mencapai 72 persen dari pagu Rp 37,4 triliun. Untuk program Kartu Sembako, realisasinya mencapai 59 persen dari pagu Rp 43,6 triliun. Untuk bantuan sosial tunai kawasan di luar Jabodetabek dan nontunai di Jabodetabek, realisasinya 49 persen dari pagu Rp 39,2 triliun.
Adapun untuk program padat karya tunai di kementerian, dari pagu Rp 18 triliun, realisasi sampai awal Agustus sebesar 45,7 persen. Untuk keempat program terakhir ini, Budi optimistis serapannya akan mencapai target sampai dengan akhir 2020.