Proses penyidikan sekarang fokus pada tiga elemen, yakni bagaimana poses bahan amonium nitrat bisa masuk Pelabuhan Beirut, apakah ada kelalaian manusia atau insiden biasa, dan kemungkinan serangan yang melibatkan asing.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo - Mesir
·4 menit baca
Presiden Lebanon Michel Aoun menyebut kemungkinan ada campur tangan asing dalam ledakan hebat di Beirut. Kubu pro-Arab Saudi menyerukan digelarnya penyelidikan internasional.
KAIRO, KOMPAS — Presiden Lebanon Michel Aoun kepada media lokal, Jumat (7/8/2020), menyampaikan, sampai saat ini belum diketahui sebab terjadinya ledakan dahsyat kota Beirut hari Selasa lalu. Namun, masih ada kemungkinan faktor campur tangan asing melalui serangan rudal, bom, atau lainnya.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengumumkan, jumlah korban tewas akibat ledakan dahsyat koa Beirut mencapai 154 orang dan lebih dari 5.000 orang luka-luka.
Menurut Aoun, proses penyidikan sekarang fokus pada tiga elemen, yaitu pertama, bagaimana poses bahan amonium nitrat sebanyak 2.750 ton bisa masuk ke pelabuhan Beirut dan disimpan di gudang nomor 12. Kedua, ledakan itu karena kelalaian manusia atau insiden biasa. Ketiga, ledakan terjadi karena serangan rudal atau bom yang melibatkan kekuatan asing.
Aoun mengungkapkan, pihaknya telah meminta kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron foto-foto udara atas area Pelabuhan Beirut saat terjadi ledakan dahsyat itu.
”Jika Perancis tidak memberikan foto-foto udara tersebut, kami akan mencari foto-foto dari sumber lain,” kata Aoun.
Presiden Perancis Emmanuel Macron, Kamis lalu, mengunjungi kota Beirut untuk meninjau langsung area Pelabuhan Bairut yang menjadi sumber ledakan dahsyat, Selasa lalu.
Macron, ketika berada di Beirut, menyerukan dilakukan penyidikan internasional atas terjadinya perisitiwa ledakan dahsyat di kota Beirut. Macron menyerukan pula dilakukan perubahan di Lebanon atau negara menuju tenggelam.
Macron menyebut, di Lebanon kini terjadi krisis politik, psikologis, ekonomi, dan finansial yang mengharuskan ada inisiatif solusi yang kuat untuk menghadapi krisis tersebut.
Di saat Macron meninjau area pelabuhan kota Beirut yang menjadi sumber ledakan dahsyat, Selasa lalu, ratusan warga Lebanon menggelar unjuk rasa meminta perubahan sistem politik di Lebanon. Mereka juga menuntut para pemimpin politik yang berkuasa di Lebanon saat ini mundur.
Bahkan, sebagian pengunjuk rasa dari warga Lebanon meminta Macron mengembalikan protektorat Perancis di Lebanon.
Seperti diketahui, Lebanon menikmati kemakmuran, perdamaian, dan kemajuan pada era protektorat Perancis yang berakhir pada tahun 1943 dan kemudian era hegemoni Perancis di Lebanon hingga awal tahun 1970-an.
Aksi unjuk rasa serupa sudah meletup di Lebanon sejak 17 Oktober 2019 yang menuntut perubahan total sistem politik di Lebanon. Aksi unjuk rasa yang meletus sejak 17 Oktober itu disebut oleh media lokal sebagai gerakan Musim Semi Arab gelombang kedua.
Gelombang unjuk rasa itu mereda setelah munculnya pandemi Covid-19 pada bulan Maret lalu.
Seruan agar dilakukan penyidikan internasional itu juga dilontarkan oleh Kubu 14 Maret yang dikenal pro-Arab Saudi dan kontra Iran.
Kubu 14 Maret itu terdiri dari Partai Al-Mostaqbal pimpinan Saad al-Hariri, Partai Sosialis Progresif yang berbasis massa kaum Druze pimpinan Walid Jumblatt, Partai Kekuatan Lebanon pimpinan Samir Geagea, Partai Kataeb pimpinan Sami Gemayel, dan Mufti Lebanon pimpinan Sheikh Abul Latif Derian.
Bahaa al-Hariri dari Partai al-Mostaqbal mengatakan, Pelabuhan Beirut dan bandara internasional Beirut itu dibawah kontrol Hezbollah.
Menurut Bahaa kepada media Inggris, Daily Mail, Kamis lalu, semua orang di Beirut sudah tahu bahwa Hezbollah yang menguasai Pelabuhan Beirut dan bandara internasional Beirut.
Sementara pemerintah baru Lebanon pimpinan PM Hassan Diab yang dibentuk pada Januari lalu ditengarai didominasi Kubu 8 Maret. Kubu 8 Maret berintikan dari Hezbollah, Partai Amal, dan Partai Gerakan Kebebasan Patriotik (MPM) yang dikenal pro-Iran dan Suriah.
Sidang Dewan Tinggi Pertahanan Lebanon yang dipimpin Presiden Michel Aoun, Selasa malam lalu, telah membentuk komite penyidik. Dijadwalkan, komite penyidik harus menyampaikan hasil penyidikannya selambat-lambat lima hari dari waktu pembentukannya itu.
Adapun Presiden Michel Aoun dalam upaya meyakinkan rakyat Lebanon hari Jumat kemarin menegaskan, tidak ada payung perlindungan terhadap siapa pun yang terlibat ledakan dahsyat kota Beirut.
”Pintu pengadilan terbuka untuk orang besar dan kecil. Proses hukum tidak bermakna jika prosesnya berlarut-larut. Keadilan yang lamban bisa jadi bukan keadilan yang diharapkan. Karena itu, proses penyidikan harus cepat tetapi bukan tergesa-gesa,” ujar Aoun.
Komisioner pemerintah di mahkamah militer, hakim Fadi Hakiki, mengungkapkan, pihaknya telah mengenakan tahanan rumah atas 16 orang, termasuk sejumlah pejabat pelabuhan kota Beirut, untuk keperluan interogasi dalam proses penyidikan.
Bank sentral Lebanon hari Kamis lalu juga telah membekukan rekening kepala Pelabuhan Beirut dan kepala urusan bea cukai, serta lima pejabat lainnya.
Para pejabat yang rekeningnya dibekukan adalah Kepala Pelabuhan Beirut Hassan Kraytem, Kepala Bea Cukai Badri Daher, pengawas Pelabuhan Beirut George Daher, mantan Kepala Bea Cukai Shafiq Marie, dan penanggung jawab urusan pemeliharaan Pelabuhan Beirut Michel Nahoul. Bahkan, Hassan Kraytem juga diberitakan telah dicekal ke luar negeri.*