Susana Somali, Ibu Pelindung bagi Ribuan Anjing Telantar
Selama 11 tahun terakhir, Susana Somali merawat ribuan anjing telantar dengan kasih sayang. Buatnya ini adalah panggilan, bukan sekadar pilihan.
Bagi Susana Somali (54), menyayangi anjing bukan pilihan, melainkan panggilan. Itulah yang membuat dia mau bersusah payah merawat dan memberi perlindungan bagi ribuan ekor anjing telantar atau ditelantarkan oleh pemiliknya sejak 11 tahun yang lalu.
Saat ini, di penampungan (shelter) anjing di Pejaten, Jakarta Selatan, milik Susana, ada 1.000-an ekor anjing yang ia rawat. Tempat itu disebut-sebut sebagai penampungan anjing dengan penghuni terbesar di Indonesia. Di luar itu, ada 200 ekor anjing yang dirawat Susan, begitu ia disapa, di Bandung, Jawa Barat.
Suasana penampungan anjing di Pejaten, Jumat (24/7/2020) siang, terasa sangat ramai. Anjing-anjing yang menghuni penampungan itu menggonggong bersahutan seolah tanpa henti. Begitu Susan masuk lewat pintu gerbang pertama, sebagian anjing itu mendekat, menyambut Susan. Sebagian seolah merajuk ingin dipeluk atau sekadar dielus-elus.
Setiap anjing yang dirawat di sana punya kisah sendiri. Ada anjing yang diselamatkan dari tempat jagal, ada yang terlunta-lunta di jalan, dan ada yang sengaja dibuang oleh pemiliknya. Susan mengaku sudah biasa mendapat kiriman ”paket” anjing entah dari siapa. Ada yang diikatkan di pagar ada yang dimasukkan ke dalam kandang. Ada yang tiba dalam kondisi sehat, ada yang sakit. Apa pun yang terjadi, Susan merawat mereka semaksimal mungkin untuk memastikan anjing-anjing itu merasakan setetes kasih sayang.
Yang paling sedih, kata Susan, anjing sudah ditolong, akhirnya mati. ”Tapi paling tidak anjing itu mati dengan happy. Bukan mati seakan sia-sia tanpa perlindungan di tempat sampah atau jalanan,” katanya di Jakarta.
Setiap anjing yang ditampung terlebih dahulu dibawa ke klinik hewan untuk cek kesehatan dan mendapatkan vaksin. Agar tidak terjadi ledakan populasi anjing di penampungan itu, Susan mensterilkan anjing-anjingnya.
Begitu banyaknya anjing yang tinggal di sana, membuat Susan menganggap tempat itu bukan lagi shelter, melainkan sanctuary di mana anjing yang ditampung menghabiskan hidupnya dengan aman sampai batas usia mereka. Maklum, tidak banyak orang yang datang untuk mengadopsi penghuni shelter yang kebanyakan anjing kampung itu. Hanya sebagian kecil anjing ras.
Kerja keras
Susan mulai bergerak menyelamatkan dan menampung anjing telantar sejak Juli 2009. Awalnya ia terjun sendiri dalam menyelamatkan anjing. Ia pernah menyelamatkan anjing yang terjebak dan panik di tengah lalu lalang kendaraan di persimpangan Jalan Jenderal Gatot Subroto pada 2011. Saat itu, ia mesti meminta bantuan polisi untuk menghentikan kendaraan.
Pak Polisi, saya enggak minta Bapak bantu memegang anjing itu. Tapi, tolong bantu menyetop kendaraan.
”Saya bilang, ’Pak Polisi, saya enggak minta Bapak bantu memegang anjing itu. Tapi, tolong bantu menyetop kendaraan’,” katanya.
Seiring waktu, penampungan anjing yang ia dirikan penghuninya semakin padat sehingga ia perlu bantuan orang lain. Kini, ia dibantu 40 kennel boy untuk merawat anjing-anjing di penampungan itu. Setiap hari, mereka harus menyediakan ratusan kilogram makanan. Jumat lalu, mereka menyiapkan menu potongan kepala ayam dicampur nasi di dalam baskom-baskom besar untuk santapan penghuni penampungan.
Susan mesti menanggung sendiri biaya makan dan operasi penampungan anjing itu. Karena itu, ibunya sejak awal telah mengingatkannya, ”Kalau kamu suka hewan, pilihlah pekerjaan yang tidak berhubungan dengan hewan. Cari duit yang banyak dengan cara bekerja apa pun, kemudian kamu baru bisa menyayangi hewan,” kenangnya.
Susan mengikuti pesan itu. Ia memilih profesi sebagai dokter spesialis patologi klinis dan bekerja di beberapa fasilitas kesehatan. Penghasilannya sebagai dokter dipakai untuk merawat anjing di penampungan maupun di rumahnya. Namun, jumlahnya tetap tidak cukup sehingga ia perlu menggalang dana dari pencinta anjing.
Ironisnya, ada orang-orang yang mencatut namanya dalam pengumpulan dana itu untuk kepentingan pribadi. Kalangan pencinta anjing mengonfirmasikan kepada Susan soal pencatutan namanya dan kondisi penampungan anjing miliknya.
Susan mengakui ada juga sedikit pemasukan dari orang-orang yang menitipkan anjing ke penampungan miliknya di Pejaten. Namun, ia sering kecewa karena sebagian penitip sering kali tidak menengok lagi anjing mereka. Akibatnya, anjing rumahan itu depresi dan mudah sakit.
Selain mesti berjuang menyediakan dana operasi, Susan juga kerap berjuang menghadapi aneka tuduhan. Yang paling menyakitkan hatinya adalah ia dituduh terlibat perdagangan anjing untuk konsumsi. Padahal yang terjadi, kata Susan, ia kerap membekukan anjing yang mati di penampungannya di dalam mesin pembeku. Tubuh anjing yang mati itu biasanya akan diambil mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada malam hari untuk kepentingan penelitian.
Susan berusaha terus mengobarkan semangat untuk tetap tegar menghadapi situasi sulit. Namun, ia risau juga karena usianya terus bertambah dan kemampuannya menolong dan merawat anjing telantar makin terbatas.
Sekarang ini, kata Susan, mata untuk para penyelamat hewan (rescuer) cukup banyak. Mereka bisa melaporkan ada anjing yang tersesat, kepanasan, dan kehujanan, dibuang di jalan tol, atau dianiaya orang. Banyaknya pelapor membuat anjing telantar kian banyak yang diselamatkan.
Muara dari penyelamatan anjing adalah penampungan. Masalahnya, tidak semua rescuer memiliki rumah yang aman untuk melindungi anjing-anjing itu. Akhirnya, sebagian anjing itu dikirim ke penampungan seperti milik Susan.
Menurut Susan, cara yang lebih efektif untuk melindungi dan menyayangi anjing adalah lewat edukasi. Salah satu kampanye yang penting adalah menyadarkan warga agar tidak mengonsumsi daging anjing. Selain itu, pemerintah daerah perlu didorong untuk membuat peraturan-peraturan yang melindungi anjing.
Memelihara ribuan anjing ini boleh dibilang sebagai kecelakaan yang indah.
Setelah 11 tahun merawat begitu banyak anjing, Susan mencoba berefleksi. ”Memelihara ribuan anjing ini boleh dibilang sebagai ’kecelakaan yang indah’. Kalau ditanya, apakah saya punya keterbatasan? Ya, saya sama dengan manusia normal lainnya, pasti punya keterbatasan. Biarpun ada permasalahan pribadi, saya tetap enggak bisa menolak kehadiran anjing-anjing (telantar) itu,” katanya.
Susana Somali
Lahir : Bandung, 31 Oktober 1965
Anak-anak: - Theodora Fanita Widya Ekaristi
- Albertus Imanuel Krisna Sandyawan
Pendidikan:
- SMA Taruna Bakti (1981-1984)
- S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (1985-1991)
- S-2 Fakultas Kedokteran Spesialis Patologi Klinik Universitas Indonesia (2003-2006)
Karier:
- Pusat Kesehatan Polda Jawa Barat (1992-1997)
- Global Assistance and Health Care (1997-2002)
- Internal Organization for Migration Indonesia (2002-2005)
- Global Assistance and Health Care (2007-sekarang)
- Kyoai Medical Health Care (2007-sekarang)
- RS Kebonjati, Bandung (2014-sekarang)